Oleh : Chairunnisa Widya P.
Illust. Internet |
Pelacuran. Suatu kata yang bahkan
mendengarnya saja mampu membuat orang bergidik. Suatu profesi yang bahkan tak
pernah dicita-citakan oleh banyak orang sebagai suatu profesi yang menjanjikan
di masa depan. Suatu tindakan yang bahkan tak pernah dipandang positif oleh
banyak orang.
Itulah sekilas gambaran pelacuran. Dimana
selalu dekat dengan stigma negatif yang diberikan orang terhadapnya. Tak
mengenal siapapun yang menjalaninya, pelacuran selalu dianggap tak bermartabat.
Bonger (1967) mendefinisikan pelacuran sebagai gejala kemasyarakatan dimana
wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata
pencaharian. Kenyataannya banyak faktor yang menyebabkan seorang wanita pada
akhirnya bersedia melacurkan diri sebagai suatu profesi. Faktor ekonomi
merupakan faktor utama alasan seorang wanita melacur. Himpitan kebutuhan
menjadi suatu alasan kuat pelacuran berubah menjadi suatu pilihan profesi. Tak
hanya wanita dewasa saja bahkan anak-anak usia remaja banyak yang masuk ke
dalam jerat amoral yang bahkan sudah menjadi bagian dari penyakit masyarakat
sejak zaman nabi. Tetapi perlu menjadi catatan bahwa tak selamanya seorang
wanita melacur karena himpitan ekonomi saja, faktor budaya pun menjadi suatu
alasan lain mengapa pelacuran menjadi suatu pilihan. Dapat diambil contoh lewat
penelitian yang pernah dilakukan Koentjoro pada tahun 2004 dimana pelacuran
dianggap sebagai suatu hal yang positif, yaitu di daerah Indramayu. Pilihan
seorang anak menjadi pelacur bahkan didukung oleh orang tua dengan diberi
syukuran pula agar anak mendapatkan banyak pelanggan. Hal ini merupakan suatu
tradisi yang memang sudah turun temurun menjadi bagian dari warisan budaya di
daerah Indramayu.
Sebenarnya bukan salah mereka mengapa
pelacuran saat ini marak terjadi dengan mulai dilegalkannya tempat-tempat
prostitusi. Bukan masalah pilihan, tetapi himpitan. Para lelaki hidung belang
yang menggunakan jasa mereka lah yang seharusnya perlu disoroti lebih lanjut. Ketika
pelacuran banyak di-garuk oleh yang berwajib pun tak akan banyak
berpengaruh ketika masih banyak lelaki yang haus akan nafsu birahinya.
Penutupan tempat-tempat lokalisasi ataupun hiburan tak menjadi solusi yang
cukup membantu ketika tempat-tempat
terselubung masih bisa menjadi pilihan. Disinilah solusi perlu ditarik bahwa kita
sebagai masyarakat yang peduli dengan lingkungan sosial budaya, sudah
seharusnya memanusiakan mereka yang berprofesi sebagai pelacur toh mereka pun
juga manusia dimana tak hanya berhenti disitu saja, namun membantunya untuk
bisa keluar dari jerat amoral ketika pelacur pun punya hati kecil yang inginkan
sebuah “kesembuhan” dari apa yang dianggap masyarakat sebagai “penyakit”.
Selain itu garukan tak hanya
diberlakukan bagi pelacur saja namun penggunanya pun perlu ditindak lanjuti
mengingat pelacuran tak akan pernah padam ketika konsumen masih setia dan
tenggelam dalam euphoria nafsu duniawi semata.
Masalah sosial ini merupakan tanggung jawab
kita bersama. Dimana kita harus menyelamatkan mereka dari profesi yang banyak
digunjingkan oleh masyarakat terutama remaja-remaja sebagai generasi penerus
bangsa sehingga kebahagiaan sejati benar-benar diraih oleh mereka. Ingat bahwa
keadaan merugi banyak diterima pelacur dibanding pengguna jasa mereka, anggapan
negatif juga lebih melekat pada tubuh wanita dibanding lelaki dimana wanita
melacur yang berubah menjadi wanita baik pun selalu diusik tindakan buruknya
sekalipun melacur hanyalah sebuah masa lalu sedangkan lelaki pengguna jasa
pelacur tindakannya pun hanya dianggap sebagai cerita belaka dan seakan-akan
menjadi angin lalu. Perlu diingat bahwa pelacur tak sehina seperti yang
dilabelkan masyarakat. Banyak alasan dan kecamuk perasaan yang mereka punyai. Butuh
pikiran yang lebih rasional dimana judge tak
seharusnya diberikan secara pukul rata karena setiap individunya mempunyai
alasan masing-masing dan batin yang berbeda. Tak baik mengucilkan orang dan
menghina orang semaunya toh mereka butuh dorongan dari kita sebagai masyarakat
umum untuk turut serta bersama pemerintah mengentaskan prostitusi yang semakin
kesini semakin marak dan dianggap sebagai suatu kewajaran yang semu. Bukan
mendukung adanya kegiatan prostitusi hanya saja sudah seharusnya pelacuran tak
hanya disembuhkan lewat resep berupa nasihat tetapi butuh obat berupa dorongan
dan dukungan moril dari kita, masyarakat, dan pemerintah untuk lepas dari jeratan
amoral tersebut.
0 Comments: