Dok.Internet/ANTARAFOTO/Arif Firmansyah |
Oleh : Zulfatin Naila
Penyebaran Covid-19 semakin tidak dapat dibendung lagi. Di Indonesia sendiri, tercatat sudah lebih dari 100.300 warga yang positif Covid-19. Berbagai negara pun melakukan berbagai cara untuk pencegahan dan pengobatan. Tidak jarang juga beberapa negara berusaha menciptakan inovasi guna menangani laju penyebaran virus ini.
Baru-baru ini, Indonesia digemparkan dengan kemunculan Kalung yang diklaim sebagai Antivirus Corona. Kalung yang dikembangkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) itu, malah menimbulkan berbagai macam reaksi di masyarakat. Ada di antara mereka yang mendukung, ada pula yang mengkritisi.
Kalung bebasis Eucalyptus yang dikembangkan oleh Kementan tersebut diklaim mampu mengatasi penyebaran virus Covid-19 yang masih melanda dunia saat ini. Eucalyptus sendiri adalah bahan yang akrab disebut masyarakat Indonesia sebagai minyak kayu putih. Minyak kayu putih pastinya sudah lama sekali ditemukan, bahkan sebelum corona melanda. Menurut Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Suwijoyo Pramono mengatakan, Eucalyptus atau minyak kayu putih memang mampu membunuh virus infuenza dan corona. Namun, ia menegaskan kembali bahwa virus corona yang dimaksud bukanlah SARS-COV-2 atau disebut Covid-19.
Sebenarnya, kreativitas dan inovasi yang dikembangkan untuk pencegahan Covid-19 dirasa cukup wajar. Namun, kemunculan inovasi tersebut jangan sampai mencederai akal sehat masyarakat. Cukup banyak yang tahu jika beberapa kelompok masyarakat terkadang selalu mengikuti apa yang dilakukan para pejabat publik. Citra yang dibangun oleh pejabat pun terkadang menjadi teladan bagi masyarakatnya. Oleh sebab itu, para pejabat sebaiknya lebih berhati-hati jika bersuara di depan publik, terutama jika hal tersebut menyangkut topik sensitif seperti Virus Corona.
Kekhawatiran yang dirasakan saat ini adalah masyarakat yang tersesat oleh ide-ide anti corona yang bisa saja menimbulkan bahaya bagi kesehatan mereka. Nyatanya, kalung anti corona yang digaungkan oleh Kementan belum melalui uji klinis. Terlebih lagi, pejabat yang bicara mengenai kalung tersebut bukanlah ahli bidang kesehatan. Penyebaran Virus Corona memanglah sangat berbahanya, namun penyebaran berita yang kebenarannya belum pasti jauh lebih berbahaya.
Dilansir dari kompas.com, 6 Juli 2020, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M. Faqih, mengatakan, “seharusnya ada penelitian terlebih dahulu yang membuktikan bahwa kalung ini dapat berfungsi sebagai antivirus”. Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Ari Fahrial Syam, mengatakan, perlu perjalanan riset yang panjang untuk dapat mengklaim kalung ini sebagai antivirus. Oleh sebab itu, kalung ini kurang disetujui jika diklaim sebagai antivirus corona.
Kekhawatiran lain yang dirasakan adalah niat memproduksi Kalung Anti Corona apakah benar-benar demi menyelamatkan rakyat dari wabah atau hanya sebagai ladang bisnis pada elit politik dan pebisnis? Dilansir dari suara.com, 6 Juli 2020, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementan, Fadjry Djufry, mengatakan akan menggandeng pihak swasta dalam proses produksi kalung ini. Pihak swasta yang akan diajak kerja sama tersebut adalah PT Eagle Indo Pharma atau Cap Lang. Padahal jika sudah menggandeng pihak swasta maka profit adalah tujuan utamanya.
Jika dilihat dari tugas aslinya, Kementan seharusnya lebih fokus untuk menangani krisis pangan di tengah wabah yang belum pasti kapan berakhirnya ini. Para petinggi di Kementan lebih baik mencari solusi terkait kelancaran produksi dan distribusi pangan untuk masyarakat daripada mengurusi Kalung Anti Corona yang belum pasti dapat mengatasi penyebaran Covid-19. Untuk penanganan virus ini sebaiknya lebih diserahkan pada bidang yang lebih ahli seperti Kementerian Kesehatan.
0 Comments: