Jumat, 17 Mei 2024

Engkau Sangatlah Cantik

Engkau Sangatlah Cantik

(Ilustrasi wanita berhijab berkacamata bundar / Dok.Pinterest)

Oleh: Mohandish Mozart Muthahhari Ahmad


Cantik, seperti lagu kahitna

Bersinar dari mentari

Hingga terbit di utara

Hati ku hanya untuk mu


Engkau memakai kacamata

Kacamata merah frame bulat

Tiap hari engkau memakainya

Dari bangun hingga tidur kembali


Sebenarnya kamu ingin softlens

Namun sayang tidak dibolehkan

Aku pun ikut takut

Takut kamu lupa melepasnya


Kacamata mu menghias mu

Selalu menempel di mukamu

Dari kecil engkau memakainya

Menghiasi dirimu hingga kini


Waktu pun terus berjalan

Kini kamu menjadi gadis

Gadis cantik yang berhijab

Yang cantiknya bagaikan bidadari




Aku pun menatap dia

Menatap dengan tatapan salting

Salting terhadap muka dia

Yang begitu cantik sekali


Aku pun lulus kuliah

Aku memberanikan diri

Memberanikan diri ke rumahnya

Demi melamar sang kekasih


Aku pun menikah dengan dia

Dia yang indah dan berkacamata

Aku akan selalu mencintainya

Hingga akhir hayat nanti


Kamis, 16 Mei 2024

Patriarki dalam Budaya Jawa

Patriarki dalam Budaya Jawa

(Ilustrasi Patriarki dalam Budaya Jawa / Dok. pexels.com oleh Wahyu Widiatmoko)

Lpmvisi.com, Solo – Patriarki dalam budaya di Indonesia telah membentuk konstruksi terlebih pada budaya Jawa. Budaya patriarki sendiri menganggap laki-laki sebagai pemegang kontrol utama masyarakat dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan apapun, sedangkan perempuan diposisikan sebagai kaum lemah serta mempunyai sedikit pengaruh dalam masyarakat. Hal ini menyebabkan perempuan berasa dalam posisi inferior. Struktur tersebut terbentuk karena historis yang panjang. Masyarakat Jawa sendiri menganut paham patrilineal, dimana seseorang ditarik garis keturunan dari ayahnya. Budaya patriarki yang mengakar di masyarakat Jawa seakan membentuk sebuah tatanan dan kodrat yang harus dilakukan. Patriarki membentuk sebuah konstruksi sosial yang menimbulkan ketidakadilan gender.

Budaya patriarki yang cukup kental di Suku Jawa menghasilkan istilah-istilah yang memposisikan kaum perempuan lebih rendah daripada laki-laki, baik di sektor publik maupun domestik. Berikut istilah-istilah yang digunakan masyarakat Jawa dalam menggambar seorang perempuan (istri), diantaranya “kanca wingking” yang artinya teman di belakang (maksud belakang di sini adalah dapur). Istilah “dapur, pupur, kasur, sumur”, berarti perempuan hanya dikaitkan dengam dapur, pupur (bedak dalam make up), kasur, dan sumur (mata air di dalam rumah). Selain itu, peran istri (seorang perempuan) dalam masyarakat Jawa adalah macak, masak, manak (3M). Seorang istri harus berdandan untuk suaminya, memasak untuk keluarga, dan melahirkan anak untuk melanjutkan keturunan. Istilah 3M seakan menjadi patokan perempuan Jawa untuk menjadi ideal. Sistem patriarki yang kental dalam masyarakat Jawa membentuk sebuah konstruksi sosial yang dianggap sesuatu yang lazim. Bentuk kelaziman tersebut membuat ketidakadilan pembagian peran di keluarga pada masyarakat Jawa. Diskriminasi yang dialami perempuan Jawa membuat mereka seakan dikengkang oleh aturan dan nilai sosial yang ada. Perempuan Jawa seakan tidak punya ruang untuk bergerak dan mengekspresikan diri mereka. 

Masyarakat Jawa menjadikan patriarki sebagai budaya yang turun-temurun karena ketidakseimbangan pembagian peran dalam keluarga. Patriarki merupakan konstruksi sosial yang terbentuk melalui sejarah yang panjang. Dominasi kaum laki-laki di segala sektor kehidupan memposisikan kaum perempuan dalam taraf lemah dan tidak bebas dalam berekspresi. (Herditya Sinta R)


Selasa, 14 Mei 2024

Partisipasi 3 Keraton dalam Rangka Merayakan Hari Tari Sedunia

Partisipasi 3 Keraton dalam Rangka Merayakan Hari Tari Sedunia

(Penampilan Beksan Kuda Gadhingan yang dibawakan oleh Kasultanan Yogyakarta/Dok. Nabila)

 Lpmvisi.com, Solo – Sudah terhitung lebih dari 12 jam ISI (Institut Seni Indonesia) Surakarta mendendangkan alunan musik sedari pukul 6 pagi pada hari Senin (29/04/24) tepat di Hari Tari Internasional diselenggarakan acara Skena Menari. Tersebar di beberapa titik pertunjukan, Pendhapa Ageng “Mr. GPH Djojo Kusumo” menjadi salah satu pusat diadakannya pertunjukan. Meski telah berjalan lebih dari setengah hari, antusiasme penonton masih membumbung di udara, beralih dari venue ke venue petang itu masyarakat disuguhi penampilan memukau dari 3 Keraton Mataram secara langsung di Pendhapa Ageng ISI Surakarta.


Berperan sebagai pembuka acara pada sesi malam hari, pertunjukan Beksan Kuda Gadhingan mampu memberikan kesan yang kuat bagi penonton. Beksan Kuda Gadhingan persembahan dari Kasultanan Yogyakarta merupakan Yasan Dalem (karya) dari Sri Sultan Hamengku Buwono V (1823-1855). Diciptakan pada 29 September 1847, beksan ini terinspirasi dari karya Sri Sultan Hamengku Buwono I, seperti Beksan Lawung, Guntur Segoro, dan Tugu Waseso. Beksan Kuda Gadhingan merupakan salah satu karya unggulan Sri Sultan Hamengku Buwono V selain Srimpi Renggawati


Beksan ini mengambil kisah roman Panji dalam wayang gedog yang menceritakan peperangan antara Raden Kuda Gadhingan dengan Patih Mandra Sudira. Raden Kuda Gadhigan merupakan kadeyan (karib) dan senapati Panji Asmarabangun dari Kerajaan Jenggala, sedangkan Patih Mandra Sudira merupakan patih Prabu Dasalengkara dari Kerajaan Pudhak Sategal. Mereka berperang demi memperebutkan Dewi Candrakirana, yang dipercaya sebagai titisan Dewi Anggraeni oleh kedua pihak. Peperangan ini akhirnya dimenangkan oleh Raden Kuda Gadhingan. 


Beksan Kuda Gadhingan juga diilhami Srimpi Renggawati terkait filosofi keblat papat lima pancer. Filosofi tersebut merupakan Wasiat Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono V kepada adiknya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati (KGPA) Mangkubumi ketika menciptakan Srimpi Renggawati. Wasiat tersebut berasal dari kitab Betaljemur Adammakna.


Keblat papat lima pancer melambangan hawa nafsu yang ada dalam diri setiap manusia, mutmainah (sinar) berwarna kuning, supiyah (kesucian) berwarna putih, aluamah (makan) berwarna hitam, dan amarah (kemurkaan) berwarna merah. Filosofi keblat papat lima pancer juga diterapkan pada Beksan Kuda Gadhingan, meski filosofi tersebut jarang ditemukan pada beksan kakung gaya Yogyakarta. 


Beksan Kuda Gadhingan memiliki pola lantai tunjung teratai. Pola ini menjadi tata gelar ketika enjeran (adu kekuatan sebelum maju perang). Bentuknya menyerupai bunga teratai yang mengembang menguncup. Pola ini terwujud oleh ragam gerak lampah sekar dan kipat gajahan untuk berputar. Iringan khas untuk Beksan Kuda Gadhingan adalah Gendhing Kemanakan yang diperkaya dengan instrumen khusus berupa kemanak dan klinthing robyong bernama Kiai Sekar Delima. Dalam beksan ini, Gendhing Kemanakan dipadukan dengan gerak enjer untuk menggambarkan suasana sebelum maju perang. 


(Penampilan persembahan Pura Pakualaman pada 29/04/24 di Pendhapa Ageng ISI Surakarta/Dok. Nabila)

Riuh tepuk tangan penonton setelah ditutupnya penampilan dari Kasultanan Yogyakarta kembali mereda digantikan dengan senyap, tanda para penonton sudah mempersiapkan diri menyambut penampilan selanjutnya. Pergantian pemain musik dan masuknya para penampil berlangsung dalam waktu yang cukup cepat. Beksan Lawung Alit gaya Pakualaman menjadi penampilan kedua pada sesi acara malam hari yang telah dimulai dari pukul 19.15 WIB pada penampilan pertama.


Persembahan Pura Pakualaman ini, seperti yang dituturkan oleh Master of Ceremony (MC), merupakan karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (Paku Alam I) putra Sri Sultan Hamengku Buwono I. Tertera pada Babat Pakualaman bahwa tradisi pementasan Beksan Lawung Alit dilestarikan di Pura Pakualam, beksan ini ditampilkan pada acara-acara tertentu, misalnya saat penyambutan tamu khusus. Dalam berjalannya waktu Beksan Lawung Alit mengalami perkembangan terutama pada masa Paku Alam III.


Dibawakan 8 orang penari dengan 4 peraga sebagai prajurit yang sedang berlatih dan 4 peraga sebagai abdi dalem kerajaan. Beksan ini menceritakan tentang prajurit yang sedang berlatih, penari memperagakan keterampilan menggunakan lawung atau tombak. Penampilan semakin menarik menjelang akhir, terutama saat bunga-bunga yang terpasang di ujung tombak tercecer ketika senjata itu beberbenturan satu sama lain.


(8 orang penari yang menampilkan Beksan Wireng Lawung gaya Mangkunegaran disaksikan penonton (Skena Menari)/Dok. Nabila)

Penampilan dari Keraton Jogja-Solo pada malam itu malam itu memanglah kurang lengkap, dikarenakan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat tidak dapat mengirimkan penampil untuk acara tersebut, berbarengan dengan Hari Tari Internasional pada hari tersebut Keraton Solo juga memiliki agenda lain. Meski begitu acara tetap berlangsung dengan dilanjutkan penampilan ketiga yaitu Beksan Wireng Lawung gaya Mangkunegaran.


Selain tarian dan gendhing yang mengiringinya, kostum yang dikenakan para penampil tidak luput dari sorotan lampu dan mata penonton malam hari itu. Desain baju yang digunakan mengacu pada tata busana Ringgit Madya gaya Mangkunegaran, dengan 2 jenis pakaian yang berbeda untuk masing-masing 4 penampil. Persembahan Pura Mangkunegaran ini memiliki genre wireng dengan properti lawung (tombak), sama seperti penampilan sebelumnya yang juga menggunakan senjata dalam koreografinya.


Dibawakan oleh 8 orang penampil, dijelaskan pula oleh MC bahwa penampilan ini menceritakan peperangan Panji Inu Kertapati yang sedang menyamar. Penampilan tari ini tentu tidak luput mendapatkan perhatian dari masyarakat umum, salah satunya ada Ling (53) yang berasal dari Jakarta. “Kebetulan nanti saya juga mengisi acara di Teater Besar, jadi menurut saya event ini sangat baik karena selain memperingati Hari Tari Sedunia juga menyediakan media bagi semua pelaku seni terutama tari untuk berekspresi dan menampilkan tarian mereka begitu,” jelas Ling ketika ditanyai tentang bagaimana kesan dan perasaannya setelah menonton serangkaian acara tari ini. 


Setelah penampilan dari Pura Mangkunegaran, pertunjukan dilanjutkan dengan persembahan dari tuan rumah, Program Studi Tari ISI Surakarta dan keseluruhan acara masih berlanjut hingga keesokan hari pukul 06.00 WIB hari Selasa (30/04/24). Terbagi menjadi 2 jenis yaitu Skena dan Festival, venue Skena Menari yang tersebar ini menyuguhkan penampilan non-stop dari fajar hingga matahari terbit kembali, penampilan yang ditunjukkan juga beragam dari tradisional sampai modern. Acara tahunan ini mendatangkan penampil dari banyak daerah hingga mancanegara, penonton yang datang juga berasal dari banyak kalangan usia dan latar belakang. (Kahfi, Nabila, Novrea, Windy)


Biaya UKT UNS diisukan Mengalami Kenaikan, BEM UNS Gelar Audiensi Terbuka

Biaya UKT UNS diisukan Mengalami Kenaikan, BEM UNS Gelar Audiensi Terbuka

(Pelaksanaan Audiensi Terbuka oleh BEM UNS dalam Rangka Menyuarakan Keadilan Penambahan Golongan UKT UNS di Auditorium UNS pada Senin (13/5) / Dok. Mohan)

Lpmvisi.com, Solo — BEM UNS gelar audiensi terbuka bertajuk “Gerebek Rektorat” di Auditorium UNS pada hari Senin, 13 Mei 2024. Gerebek Rektorat dilakukan dalam rangka menyuarakan keadilan penambahan golongan UKT di UNS sekaligus sebagai sikap atas isu yang beredar terkait kenaikan jumlah UKT dan IPI di UNS. Acara tersebut berlangsung sejak pukul 14.30 WIB hingga pukul 16.30 WIB. 


Kailani (19), menyebutkan bahwa isu kenaikan UKT ini telah menjadi keresahan bagi para mahasiswa UNS, tak terkecuali bagi calon mahasiswa baru yang ingin melanjutkan pendidikannya ke UNS. Atas dasar keresahan tersebut, BEM UNS melayangkan 8 tuntutan kepada pihak rektorat, di antaranya pada poin kedua tertuang “Menuntut dan mendesak rektorat agar menghapus UKT Golongan 9 dan menurunkan tarif UKT agar lebih terjangkau bagi mahasiswa dari berbagai latar belakang ekonomi”. Terlebih lagi adanya kenaikan IPI di Fakultas Kedokteran yang semula Rp25 juta, meningkat 8 kali lipat menjadi Rp200 juta, menimbulkan keresahan, apakah Fakultas Kedokteran hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang mampu saja. 


Dalam acara yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa yang terdiri dari anggota BEM UNS dan mahasiswa umum serta perwakilan rektorat tersebut, pihak rektorat menjelaskan bahwa UNS tidak menaikkan UKT sebagaimana yang telah diisukan. UNS sebagai PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum) memiliki dasar aturannya dalam menetapkan UKT yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) No. 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Operasional Perguruan Tinggi (SSBOPT) pada PTN di Lingkungan Kemendikbud Ristek. 


Perguruan Tinggi Negeri khususnya PTN-BH pada masa kini mulai dituntut untuk mencari sumber dana pemasukan bagi kampus secara mandiri dikarenakan subsidi dari pemerintah cenderung menurun. Namun, sayangnya pihak kampus cenderung memberikan solusi berupa kenaikan UKT dan IPI yang tidak sebanding dengan fasilitas sarana dan prasarana di UNS. “Disayangkan, ketika mencari pendanaan dari mahasiswa tentu akan menjadi komersialisasi pendidikan, apalagi kuliah bukan untuk menuntut ilmu tetapi untuk ladang berbisnis bagi para pimpinan,” ucap Agung, Presiden BEM UNS.


Hal ini terasa dengan kenaikan jumlah UKT hingga pelebaran golongan UKT. Kini UNS juga mulai terlihat perubahannya tersebut dengan berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Sebelas Maret No. 416/UYN27/HK.02/2024 tentang penetapan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) Universitas Sebelas Maret. Awalnya terjadi peningkatan golongan UKT yang dahulunya 8 golongan (Berdasarkan Permenristekdikti No.39 Tahun 2016 tentang BKT dan UKT pada PTN) menjadi 9 golongan yang mengakibatkan naiknya biaya berkuliah di UNS. Penambahan golongan 9 sendiri merupakan kebijakan sesuai dengan kementerian serta merupakan bentuk subsidi silang untuk kelompok tertentu di bawahnya, namun sayangnya minimnya sosialisasi membuat kebijakan ini dirasa cukup tergesa-gesa. 


Amalia (21), berpendapat bahwa audiensi terbuka menjadi cara yang tepat untuk menyuarakan tuntutan-tuntutan dan keresahan tersebut karena audiensi tersebut dapat membuka kesempatan dialog yang lebih terbuka guna memastikan apa yang tengah terjadi di UNS.  Amalia juga menambahkan terkait aksi tersebut, “Sebenarnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara aksi ini dengan aksi sebelumnya, hanya menyuarakan kembali tuntutan yang belum dipenuhi. Hal tersebut juga menjadi evaluasi bagi kami selaku BEM UNS untuk terus mem-follow up mengenai tuntutan-tuntutan mahasiswa dan tindakan yang diambil oleh pihak rektorat untuk menanggapi tuntutan tersebut,” pungkasnya. 


Berdasarkan audiensi terbuka yang telah digelar, pihak BEM UNS sebagai mitra strategis dan kritis berharap audiensi tersebut dapat menghasilkan output berupa kajian yang dapat dibaca dan ditanggapi serta ditindaklanjuti secara serius oleh pihak rektorat, sehingga audiensi tersebut dapat menjadi solusi yang efektif bagi permasalahan yang ada. (Diva, Mohan)


Minggu, 12 Mei 2024

Laskar Adat Betawi Peragakan Seni Pencak Silat di Panggung Semarak Budaya Indonesia 2024

Laskar Adat Betawi Peragakan Seni Pencak Silat di Panggung Semarak Budaya Indonesia 2024

(Penampilan Tari Tradisional di Malam Pagelaran Seni (11/5) / Dok. Ayesa)

Lpmvisi.com - Ajang tahunan Semarak Budaya Indonesia (SBI) 2024 sukses digelar di Balaikota Surakarta pada Jumat dan Sabtu (10-11/5). Acara yang bertujuan untuk membangun ruang apresiasi bagi generasi seniman sekaligus mengenalkan kesenian Indonesia kepada masyarakat ini mengusung tema “Gelar Imaji Nusantara”. Berkat dukungan dari berbagai pihak, acara ini berhasil menghadirkan ragam hiburan yang menjadi sarana untuk melestarikan budaya lokal.


Dari semua rangkaian kegiatan yang ada, Malam Pagelaran Seni menjadi puncak acara yang dinanti-nantikan masyarakat setempat. Berbagai sanggar dari kota-kota besar di Indonesia turut meriahkan panggung utama Semarak Budaya Indonesia dengan menyuguhkan berbagai tarian-tarian tradisional.


Salah satu penampilan yang berhasil memukau penonton ialah Pencak Silat dari perguruan silat Laskar Adat Betawi yang berada di bawah naungan Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi. Bamus Betawi merupakan sebuah organisasi yang mengayomi seluruh elemen masyarakat Betawi, seperti organisasi, perguruan, dan lain sebagainya. Bamus Betawi merupakan wadah bagi segenap masyarakat Betawi untuk berhimpun yang memperjuangkan hak-hak dan kepentingan serta memajukan kesejahteraan Masyarakat Betawi.


Penampilan yang satu ini menjadi cukup berkesan di mata penonton karena keunikannya yang berbeda dengan panggung lainnya. Pertunjukkan tersebut merupakan demonstrasi dari tradisi ‘Maen Pukul’ atau ‘Sambut Pukul’, yang biasanya dipakai dalam acara ‘palang pintu’ dalam pernikahan adat Betawi. Dalam budaya Betawi, ketika seorang laki-laki ingin menikahi perempuan yang disukainya, maka ia harus ‘merobohkan’ jawara atau jagoan dari perempuan tersebut. Apabila pengantin pria gagal, maka pernikahan tidak bisa dilakukan. 


Penampilan ini secara implisit memberi tahu penonton bahwa Pencak Silat bukan hanya sebuah cabang olahraga atau bela diri, tetapi juga menjadi warisan budaya dan memiliki nilai seni yang layak dijadikan tontonan. “Kalau pencak silat kan masuk ke dalam Dinas Kebudayaan, jadi masuk sebagai olahraga. Kalau bicara kesenian, kita juga bisa masuk seni budaya karena jurus-jurus di pencak silat itu berbeda-beda dan unik,” pungkas Hasbi Yallah (39), salah satu ‘jawara’ yang tampil.


Dengan dipimpin oleh para guru yang berpengalaman dan diikuti oleh pemain yang bersemangat, Laskar Adat Betawi mempersembahkan serangkaian gerakan yang memukau, meliputi teknik pukulan, tendangan, dan kelincahan dalam pergerakan tubuh yang dinamis. “Karena yang tampil saat pertunjukan tadi adalah guru-guru dari perguruan masing-masing. Jadi, kalau tentang gerakan, mereka pasti jauh lebih paham, sehingga kita tinggal menyelaraskan dan menyatukan gerakan-gerakan mereka saja dengan latihan-latihan,” ujar pria yang akrab disapa Abi itu.


(Penampilan Pencak Silat dari Laskar Adat Betawi / Dok. Alya)

Selain menjadi hiburan, penampilan ini juga menyoroti pentingnya melestarikan seni bela diri tradisional sebagai bagian yang tak terpisahkan dari identitas budaya sebuah bangsa. Laskar Adat Betawi bukan hanya sekadar perguruan pencak silat, melainkan juga penjaga dan pewaris sebuah warisan budaya yang berharga. “Harapan ane selaku pelestari dan penggiat budaya, ingin anak-anak muda Indonesia lebih mencintai budayanya sendiri dibandingkan budaya orang lain sebelum diambil oleh orang lain. Itu yang mau kita jaga,” pungkas Abi. (Alya, Syeikha)


Hadirkan Kontingen dari Berbagai Daerah, Semarak Budaya Indonesia ke-11 Berlangsung Meriah

Hadirkan Kontingen dari Berbagai Daerah, Semarak Budaya Indonesia ke-11 Berlangsung Meriah

(Penampilan “Askara Dirandra” dalam acara Semarak Budaya Indonesia di Balaikota Surakarta pada Sabtu (11/5) / Dok. Ayesa)

Lpmvisi.com - Semarak Budaya Indonesia telah memasuki hari kedua dalam penyelenggaraannya. Acara ini berlangsung di halaman Balai Kota Surakarta pada Sabtu (11/24) dengan mengusung tema Gelar Imaji Khatulistiwa. Tema tersebut mengandung nilai filosofis berupa kekayaan dan keindahan seni nusantara yang ditujukan dan diapresiasi oleh masyarakat dalam panggung terbuka. 


Semarak Budaya Indonesia diselenggarakan oleh Solo International Performing Art Community (SIPA Community) sebagai wadah bagi para pegiat seni atau seniman di Indonesia untuk menampilkan kebudayaan dari ujung barat hingga ujung timur Nusantara dan menjadi acara rutin di setiap tahunnya. Apri (23), salah seorang panitia Semarak Budaya Indonesia, mengungkapkan bahwa dalam keberlangsungan acara ini, Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kebudayaan Pariwisata Kota Surakarta dan pihak terkait turut andil dalam penyediaan fasilitas dan dukungan komunikasi.


SIPA Community berharap agar dapat terus memberikan ruang dan kesempatan bagi para pegiat seni dan seniman di Indonesia untuk turut melestarikan keanekaragaman budaya indonesia melalui tari tradisional, tari kontemporer, dan bentuk kreasi lainnya dan memberi manfaat bagi masyarakat sekitar, terutama pelaku UMKM.


Berbeda dengan tahun sebelumnya yang menggunakan open delegation, sistem keikutsertaan kontingen pada tahun ini menggunakan sistem undangan yang diberikan oleh pihak penyelenggara berdasarkan database tahun-tahun sebelumnya. Acara Semarak Budaya Indonesia hari kedua ini diramaikan oleh penari dan pegiat seni dari berbagai wilayah, baik di dalam maupun di luar wilayah Solo Raya. Terhitung 21 kontingen yang berasal dari 12 wilayah di Indonesia, seperti Sumatra, Kalimantan, Lombok, dan berbagai daerah di pulau Jawa turut hadir dan memeriahkan Semarak Budaya Indonesia yang ke-11 ini.


Salah satu kontingen yang berpartisipasi adalah Komunitas Damar Art Banyuwangi yang membawakan Tarian Tanjung Gemilang. Tarian ini menceritakan tentang pesona semerbak wangi bunga tanjung yang berasal dari hiasan sanggul seorang wanita yang gemirang atau bergembira. Lista (25), koreografer Tarian Tanjung Gemilang, mengungkapkan persiapan khusus untuk acara Semarak Budaya Indonesia telah dilakukan jauh-jauh hari. Komunitasnya telah mengikuti acara ini sejak tahun lalu. Lebih lanjut lagi, ia mengungkapkan tahun ini komunitasnya mendapatkan undangan, berbeda dengan tahun kemarin dimana komunitasnya harus melalui tahap seleksi yang diadakan oleh pihak Semarak Budaya Indonesia.


Amel (16), salah satu penari Tarian Tanjung Gemilang, mengharapkan acara Semarak Budaya Indonesia dapat menjadi wadah bagi perkembangan dunia seni. Kedatangannya ke acara ini bukan sekedar untuk tampil saja, melainkan juga untuk mengenal berbagai macam seni dari berbagai kontingen yang hadir dalam semarak pagelaran tersebut. Mengingat bahwa mayoritas peserta dari acara ini adalah pelajar, acara ini mempermudah penari untuk saling bertukar pikiran dan cerita tentang kebudayaan masing-masing. Selain itu, Amel berharap pihak Semarak Budaya Indonesia mampu membuka peluang yang lebih luas bagi sanggar-sanggar yang lain untuk tampil dalam pertunjukan ini. (Ayesa, Dhaniska)




Semarak Budaya Indonesia Adakan Gladi Resik, Ruang Transit Dinilai Kurang Tertutup?

Semarak Budaya Indonesia Adakan Gladi Resik, Ruang Transit Dinilai Kurang Tertutup?




(Persiapan Penampilan Tari Perdikan Pati dalam rangka Memeriahkan Semarak Budaya Indonesia pada Minggu (12/5) Dok. Adila)


Lpmvisi.com — Balai Kota Surakarta adakan persiapan pagelaran Semarak Budaya Indonesia (SBI) 2024. Persiapan hari kedua berlangsung pada hari Sabtu (11/5) di panggung lapangan balaikota. Kegiatan tersebut berupa gladi resik oleh para peserta yang akan tampil saat acara berlangsung malam harinya. Gladi resik berlangsung dari pukul 13.00 hingga 17.30 WIB. 


Faza (19) salah satu peserta dari sanggar Pandu, Pati, menyatakan pihak Semarak Budaya Indonesia memberikan fasilitas kepada peserta mulai dari transportasi, akomodasi, hingga konsumsi. Namun, ia menyayangkan adanya fasilitas yang kurang memadai, seperti ruang transit yang kurang tertutup sehingga para peserta kesulitan untuk berganti baju dan juga ruangan yang cukup kotor. Selain itu, dengan membawakan tarian Perdikan Pati khas daerah Pati, Faza berharap penampilan sanggar mereka dapat lancar dan menghibur penonton. 


Pagelaran Semarak Budaya Indonesia berlangsung selama dua hari pada Jumat-Sabtu (10-11/5/2024). Pada hari kedua ini, Faza berharap dengan tampilnya sanggar mereka dapat membantu menggerakkan kebudayaan Indonesia dalam wujud tari tradisional. Faza juga berharap agar tari tradisional tetap eksis dan penonton dapat termotivasi untuk melestarikan seni tari tersebut.


Ika (38), salah satu pengunjung yang hadir dalam gladi resik Semarak Budaya Indonesia, sangat mengapresiasi dengan diselenggarakannya festival kesenian dan mengungkapkan harapannya untuk kegiatan seperti ini dapat diadakan setiap tahunnya agar kesenian dari tiap daerah di Indonesia tetap lestari. (Adila, Ara, Ayesa, Dhaniska)