Oleh:
Intan Kusuma Wardani-FKIP Seni Rupa UNS
“Aku mengingatmu dalam diam
Aku menyebut namamu dalam diam
Aku menangisimu dalam diam
Tapi aku slalu berharap cinta kita tak akan
selamanya diam”
Sejenak
Luna menamati bait-bait sajak yang ditulisnya 2tahun silam di dalam Diary-nya .
Sajak yang ditulisnya kala ia terdiam. Namun, pikirannya tak pernah diam
memikirkan seseorang yang mendorongnya untuk menuliskan sajak-sajak itu.
Masihkah semua yang ia rasakan sama seperti dulu? Ketika tak seorang pun tau
apa yang ia rasakan. Dan mungkin, ia yang Luna harapkan tau tak kunjung
mengetahuinya hingga kini.
***
2
tahun silam ..
Luna
mengenalnya. Namanya Farel. Singkat. Tapi membekas hebat di dalam hatinya. Entah
sejak kapan Farel selalu menghinggapi pikirannya. Perasaannya tak terlukiskan,
dan tak terdiskripsikan. Bahagia mungkin. Kalau ada yang lebih dari kata
bahagia, mungkin itu jawabnya.
Kata
yang mampu menggambarkan perasaannya yang membuncah tak menentu setiap
melihatnya. Kata yang tepat untuk melukiskan rona merah pipinya setiap mata
mereka bertemu. Kata yang tepat untuk menjelaskan kelu lidahnya saat mereka berjumpa.
Farel
adalah kakak kelasnya di sekolah. Pandai bermain gitar dan suaranya sangat
indah. Mereka selalu berangkat dan pulang sekolah bersama. Rumah mereka searah.
Keterbiasaan itu mungkin yang akhirnya menumbuhkan perasaan itu di hatinya.
Karena
Luna sendiri baru pertama kali merasakan rasa itu. Perasaan yang membuncah,
rona merah di pipi dan lidah yang kelu. Mungkin itu cinta. Cinta pertamanya.
Dan ia tak tau alasan yang tepat akan rasa cintanya. Walau ia selalu berharap
Farel mengetahui apa yang ia rasakan dan merasakan hal yang sama sehingga
perasaanya berbalas.
***
Kamis
sore itu, mendung dan gerimis mengikuti langkah Luna. Jam 4 sore ia baru bisa
pulang. Jam tambahan matematika setiap Kamis memaksanya tuk berada di sekolah
lebih lama. Sehingga ia harus pulang lebih sore. Sendiri ? Iya, karena Farel
tentu telah pulang lebih dulu.
Cuaca
ternyata tak bersahabat dengannya. Gerimis yang pada awalnya tak ia pedulikan
kini mendadak berubah menjadi hujan yang deras. Hujan sepertinya tak
mengizinkannya segera sampai di rumah. Luna segera berlari mencari tempat untuk
berteduh. Sebuah gubuk kecil di pinggir jalan. Cukup untuk melindunginya dari
hujan. Tapi tubuhnya terlanjur basah kuyup. Ia menggigil kedinginan.
Biasanya
Luna dan Farel berteduh di gubuk itu setiap hujan. Disana ia bisa lebih
berlama-lama dengan Farel. Bercerita panjang lebar dan saling bercanda. Tapi,
saat ini Farel tak bersamanya. Sepi. Ia mengharap Farel ada di sampingnya. Tapi
tak mungkin, Farel pasti tengah berada dalam rumahnya yang hangat. Tak
kedinginan seperti dirinya. Dan entah kenapa tiba-tiba ia bersyukur Farel tak bersamanya.
Jika Farel bersama Luna saat ini, pasti Farel akan kedinginan seperti dirinya.
Sejam
hampir berlalu, tapi hujan tak kunjung reda. Malah makin deras saja. Luna makin
meringkuk kedinginan. Berdoa agar hujan segera reda. Menunduk menatap tanah
yang basah tertimpa hujan. Memikirkan Farel, tengah apa dia. Apa Farel
memikirkannya. Luna tersenyum, menganggap dirinya tolol. Berharap Farel akan
memikirkannya. Hahaha. Luna tertawa dalam hati. Bisa mencintainya begitu dalam,
itu saja ia sudah sangat bahagia. Dan ia tak mau berharap lebih walau terkadang
hatinya berontak menginginkan yang lebih.
Sayup-sayup
Luna seperti mendengar suara Farel memanggilnya. Ah, hebat sekali perasaannya.
Hingga ia bisa merasa bahwa Farel kini tengah bersamanya. Luna terus menunduk
menatap tanah. Tapi kini, pemandangan tanah yang basah telah diganti dengan
pemandangan telapak kaki yang basah dan terciprat lumpur. Luna pun terkaget dan
mendongak ke atas.
“Hei,
melamun saja. Ayo pulang ..” suara itu menyadarkan lamunan Luna. Suara Farel.
Iya, Farel. Kini Farel tengah di hadapannya. Tangan kanannya membawa payung.
Tangan kirinya membawa jaket. Farel basah kuyup tapi tetap tersenyum.
Memandangi Luna yang menatapnya dengan tatapan tak percaya.
“Ini
bukan mimpi kan ?” Luna menggumam pelan. Farel tertawa. Mendengar tawa khas
Farel membuat Luna tersadar. Ya, ini bukan mimpi. Yang ada di hadapannya saat
ini memang benar-benar Farel. Ia hafal tawa Farel.
“Haha,
kelamaan kehujanan bikin otakmu error ya ? Iyalah ini aku. Ayo pulang, pakai
jaket dulu biar kamu tak kedinginan,” Farel mengangsurkan jaketnya.
Dengan
tersipu malu ia menerima jaket itu dan memakainya. Sebenarnya ia merasa heran
kenapa tiba-tiba saja Farel muncul. Tapi, perasaan hatinya yang membuncah mampu
mengalahkan keheranannya. Ia bahagia. Atau mungkin lebih dari itu. Dan sore
itu, ia pulang bersama Farel dengan Farel yang tengah memayunginya.
***
Sejak
kejadian kemarin sore, Luna dan Farel menjadi semakin dekat. Mereka tak hanya
berangkat dan pulang sekolah bersama. Namun, tak jarang Farel meminta Luna
menghabiskan waktu sore bersamanya. Hingga membuat perasaan Luna pada Farel
menjadi semakin dalam. Namun, perasaan Farel padanya ? Entahlah, Luna tak tahu
..
Farel
suka menyanyikan lagu dengan gitar miliknya. Membuat hati Luna bergetar hebat
jika mendengarnya. Luna seolah tau, apa yang dinyanyikan Farel berasal dari
hatinya. Begitu dalam ...
Siang
itu sepulang sekolah mereka mampir dulu di sebuah warung yang menjual es kelapa
muda. Menikmati es kelapa sepulang sekolah, cocok di saat matahari tengah
seterik itu.
“Belajar
yang rajin ya Rel, bentar lagi kamu ujian,”
“Siap,
Luna ..”ucap Farel seraya memberikan hormat pada Luna layaknya seorang tentara.
Membuat Luna tertawa riang.
“Farel
mau nerusin kuliah dimana ?”
“Mmm,
aku pengen belajar ekonomi di luar negeri,”ucap Farel dengan mata menerawang membuat
Luna tersentak. Kuliah di luar negeri, artinya Farel akan pergi jauh. Artinya
meninggalkannya. Dan artinya pula ia dan Farel akan terpisah.
“Dimana
?”
“Di
Aussie mungkin. Aku pengen banget ke situ,”ucap Farel kemudian. Kali ini bukan
dengan mata menerawang. Tapi dengan menatap kedua mata Luna. Yang membuat Luna
terdiam seketika.
Farel
akan kuliah di Australia. Sebenarnya Luna tak rela. Tapi apa haknya melarang
Farel ? Dia bukan siapa-siapanya. Lagipula, itu demi masa depan Farel.
“Ayo
pulang Luna,”Farel menyadarkan lamunannya.
“Ehh,
ayo ..”ucap Luna tersadar.
***
3
bulan kemudian ...
Hari
ini Farel akan berangkat ke Australia. Luna membuka buku Diary-nya, tempat ia mencurahkan
segala yang ia rasakan pada Farel. Yang Farel sendiri tak pernah tau.
Sebenarnya Luna ingin mengantar Farel ke bandara. Tapi, ia takut tak sanggup
menahan airmatanya disana.
Diary
3
Januari 2009
Aku tau namanya. Farel. Lucu yahh. Dia anak
kelas 3. Baik. Makanya aku sama dia sering pulang bareng. Dan karena sering
pulang bareng itulah aku jadi suka sama dia.
10
Januari 2009
Aku liat Farel di pensi sekolah. Dia nyanyi
sambil mainin gitar. Nyanyiin lagunya Adrian Martadinata-Kuingin Kau tau. Sumpah,
keren banget. Dia nyanyinya dalem banget. Kira-kira buat siapa yah ??
23
Januari 2009
Sore ini ada jam tambahan matematika. Gag
pulang sama Farel deh. Trus aku kehujanan. Aku neduh di gubuk biasa aku dan
Farel berteduh kalo kehujanan. And kamu tau Di, tiba-tiba Farel muncul buat
ngejemput aku. Dan aku gak ngerti kenapa tiba-tiba dia muncul. Mungkin gak ya,
karena dia suka sama aku ??
17
Februari 2009
Farel nganterin aku sampe depan rumah. Aku sih
yang minta. Soalnya entah kenapa tiap pulang sekolah aku ngerasa ada yang
ngikutin. Takut, dan aku minta tolong Farel. Dia mau ternyata. Dan dia bilang,
dia bakal nganterin aku sampe rumah tiap hari. Seneng.
23
Februari 2009
Aku seneng liat Farel nyanyi.
25
Februari 2009
Mungkin gak yah Farel suka sama aku ? Aku
sebenernya gak mau berharap lebih. Tapi sejak kejadian aku kehujanan itu kita
semakin deket dan sering jalan bareng. Tapi aku gak mungkin kan bilang suka
sama dia. Aku kan cewek ..
5
Maret 2009
Farel bilang dia pengen kuliah di Aussie. Dan
sampai saat ini aku masih sayang dia. Kita bakal berpisah. Mungkin gak aku
bakal ketemu dia lagi. Kapan? Di belahan bumi mana? Dan yang terpenting,
mungkin gak kami bersatu?
12
Maret 2009
Aku sekarang pulang sendiri terus. Farel sibuk
nyiapin ujian. Sedih. Tapi itu kan buat kebaikan dia ..
26
April 2009
Farel ngajak aku jalan-jalan sore. Seneeeeeng
banget. Dia bilang, dua minggu lagi dia akan berangkat ke Aussie. Aku gak tau
mesti bilang apa ..
10
Mei 2009 ..
Besok Farel ke Aussie. Dan kami bakal berpisah
..
Luna
merasakan kelopak matanya semakin berat. Tanpa terasa airmatanya jatuh menetes.
Begitu banyak hari yang ia lewati bersama Farel. Tentu akan membekas dalam di
hatinya. Dan sampai saat ini perasaannya masih sama. Mencintai Farel. Hanya
itu.
Luna
menatap jam dinding kamarnya. Sudah jam setengah sepuluh. Setengah jam lagi
Farel akan terbang ke Australia. Ia sebenarnya ingin menatap Farel tuk terakhir
kalinya. Tapi ia takut tak kuasa menahan airmatanya. Perlahan ia mengusap
airmatanya. Dan melesat keluar rumah. Menyegat taksi tuk mengantarnya ke
bandara.
Sesampai
di bandara, Luna berlari mendesak kerumunan orang-orang. Mencari Farel yang
mungkin masih ada di bandara. Tapi ia tak menemukannya. Luna semakin takut dan
putus asa. Dan keputusasaanya semakin kuat ketika ia menatap sebuah pesawat
terbang dan suara yang mengumumkan penerbangan ke Adelaide sudah berangkat.
Luna
menatapnya pesawat itu dengan tatapan nanar. Berarti Farel sudah berangkat.
Airmatanya semakin jatuh tak terkira bagai hujan. Seketika dadanya terasa
sesak. Farel, jangan pergi ...
***
3
Desember 2011
Luna
menutup Diary-nya. Mengenang kejadian yang terjadi 2 tahun silam lebih. Menatap
sajak-sajak yang ia tuliskan dulu. Ia tak ingin menoleh lagi. Tak lagi berharap
dan menanti Farel. Karena, sejak kepergian Farel memang tak ada lagi kabar dari
Farel. Dan Farel seperti hilang dari hidupnya.
Dan
kini, ia tengah menata kehidupannya kembali. Karena kini ia tak lagi sendiri.
Hidupnya telah diisi seorang pria. Penantiannya terasa cukup ketika Rafa
meminta hatinya. Dan ia pun menyanggupinya.
Luna
tak ingin terkungkung dalam penjara masa lalu. Ia merasa tak ada alasan tuk
tidak menerima Rafa. Dan Luna berusaha agar hanya Rafa yang mampu mengisi
hatinya.
“Luna,
tolong buka pintunya. Ada tamu. Mama lagi sibuk,”teriak Mamanya.
“Iya
Maa ..”Luna segera beranjak ke ruang tamu tuk membukakan pintu. Ketika ia
membuka pintu, tampak sebuah boneka kanguru besar di hadapannya.
“Ini
benar rumah Saudari Luna Arista ?”tanya bapak yang tengah membawa boneka kanguru
besar itu.
“Iya
Pak, ada apa yaa ?”
“Ada
kiriman dari Adelaide,”
“Adelaide
?”ucap Luna heran. Mendadak jantungnya berdegup kencang.
“Iya.
Dari Farel Yudha Pratama,”ucap bapak pengantar paket itu sambil mengangsurkan
tanda terima untuk ditandatangani Luna. Segera Luna menandatanginya dan
menerima boneka kanguru itu. Ada surat juga ternyata.
Tak
sabar Luna membuka amplop surat itu. Itu surat dari Farel. Farel yang telah
menghilang dari hidupnya. Kini tiba-tiba hadir lagi. Luna menata htinya sejenak
sebelum perlahan Luna membuka surat itu.
Adelaide, 25 November 2011
Apa kabar Luna ? Aku harap kamu baik-baik
saja. Sama seperti dua tahun silam. Maaf ini mengagetkanmu. Aku tak kuasa untuk
tak melakukannya.
Kamu tau Luna, sebenarnya saat aku akan berangkat
ke Adelaide kamu adalah orang yag paling aku nanti. Namun, aku tak menemukan
sosokmu waktu itu. Tapi kata temanku, ia melihatmu menangis di bandara.
Mungkinkah waktu itu kamu menangisi kepergianku Luna ?
Luna, andai waktu bisa terulang kembali aku
mungkin tak semenyesal sekarang. Dua tahun dan sekarang begitu berbeda. Kamu
mungkin telah melupakanku. Tapi, disini aku selalu mengingatmu.
Kamu tau Luna, dua tahun silam aku selalu
merasa bahagia setiap pulang sekolah. Aku begitu menyayangimu dan ingin menjagamu.
Itulah kenapa, saat itu aku menjemputmu ketika kamu kehujanan. Aku selalu
mengikutimu sampai rumah untuk memastikan kamu baik-baik saja. Tapi itu malah
membuatmu merasa dimata-matai. Hingga akhirnya kamu memintaku tuk menemanimu
sampai rumah. Maaf jika saat itu aku membuatmu takut. Tapi aku
mengkhawatrikanmu saat itu. Dan aku menyayikan lagu di pensi sekolah. Lagu itu
untukmu Luna. Aku ingin kamu tau.
Tapi kini, aku tau kamu telah menjadi milik
yang lain. Aku tau dari temanku. Dan saat aku tau itu, aku merasa menjadi orang
terbodoh di dunia.
Aku harap kamu berbahagia dengannya. Dan kamu
tak perlu mengingatku lagi. Namun aku ingin kamu tau bahwa aku MENCINTAIMU ..
Farel
Luna
melipat kembali surat itu. Hatinya teriris perih. Surat itu seperti meluluh
lantakkan hatinya. Namun hatinya telah memilih. Ia tetap melangkah maju.
Bersama Rafa, dan tak menoleh ke belakang lagi.
Tamat
..
0 Komentar