Oleh: Chairunnisa Widya
Ilmu Komunikasi 2012 - FISIP UNS
Kuraih cermin,
kuperoleh tatapan sudi..
Keikhlasan tak
berbayar, tak berimbal..
Tanpa sungkan
mempesonaku..
Kusapu rupaku
dengan kesudian bedak menyapu di setiap lekuk rupa tegasku..
Kupoles
bibirku dengan kesudian bergincu menyapu bibir keringku..
Kusisir
rambutku dengan kesudian sisir menyentuh di setiap helai rambut panjangku..
Kuraih cermin
dengan kesudian cermin mempesonaku untuk kesekian kalinya..
Aku cantik..
Kukenakan sandang
mapan merona..
Kulangkahkan
kaki keluar, menyusuri jalanan ramai dengan nyanyian sunyi mengiringinya..
Terbahak,
semua orang terbahak menyaksikanku..
Menyaksikan
kemolekan tubuhku dengan hinaan khas jalanan..
Air mata tak
terbendung, mengalir hebat tak terbantahkan..
Butiran air
mata menjadi saksi bisu betapa kerasnya hidup..
Begitu
kerasnya hingga perasaan pun membisu, membisu dalam jeratan amoral..
Aku cantik.. cermin
bilang aku cantik.. tapi kenapa kecantikanku tak terlihat nyata?
Terkutuklah
aku?
Kurobek
sandangku yang tak lagi menawan..
Kuhapus riasan
yang tak lagi rupawan..
Kuberdiri di
depan cermin, mematung..
Telanjang tak
berbalut..
Kutemui
diriku..
Diriku yang
telah lama hilang..
Diriku yang
telah lama mati..
Diriku yang
telah bodoh mengkhianati hasil karya cipta Tuhan Yang Maha Sempurna..
Diriku yang
terlahir sebagai seorang lelaki..
0 Komentar