Oleh: Chairunnisa Widya Priastuty
Wanita yang lahir pada tanggal 21 April
1879, terlahir dengan nama R.A Kartini merupakan tokoh perempuan
yang memperjuangkan hak-hak perempuan yang sering bahkan banyak sekali
diabaikan ketika masa penjajahan Belanda berlangsung di Indonesia sekitar tahun
1891. Keadilan dan kesetaraan hanyalah sebuah harapan. Derajat perempuan
dianggap tidak seberapa dibanding derajat laki-laki. Dunia pendidikan pun tidak
dapat dienyam oleh kaum perempuan karena alasan status sosial perempuan pribumi
yang dianggap rendah. Melihat kenyataan ini Kartini memiliki semangat dan tekad
bulat untuk mengentaskan diskriminasi yang dialami oleh kaum perempuan pribumi
pada waktu itu. Karena perjuangan Kartini-lah kaum perempuan pribumi mendapat
tempat dalam kehidupan. Perjuangan Kartini tidak sia-sia karena dari
perjuangannya-lah perempuan pribumi dapat keluar dari belenggu yang mengikat
kaum perempuan selama bertahun-tahun dengan anggapan bahwa wong wedok iku gaweane ning pawon. Kartini beranggapan bahwa kaum perempuan
juga perlu dan butuh pendidikan. Tidak hanya kaum lelaki saja yang boleh
pintar, kaum perempuan pun juga boleh pintar. Lepas dari itu semua, kaum
perempuan memang seharusnya pintar agar tidak mudah dibohongi.
Perjuangan Kartini sangat bisa kita
rasakan manfaatnya hingga saat ini. Hak-hak perempuan diakui dan kesetaraan
gender pun sudah mulai banyak dirasakan. Mengingat sekarang adalah era
globalisasi yang tak dapat dipungkiri bahwa perempuan dituntut untuk menjadi
seorang yang independen di mana tidak hanya bergantung pada laki-laki saja.
Jika dahulu kita tidak mempunyai pahlawan seberani R.A Kartini dalam
memperjuangkan kaum perempuan, dapat dipastikan bahwa saat ini pasti tidak ada
perempuan yang melanglang buana mengejar dan mencoba menggapai harapan yang pastinya
ditentang habis-habisan oleh budaya dan tradisi ketika itu. Dewasa ini banyak
sekali perempuan yang mempunyai jenjang karier yang tidak bisa diremehkan
begitu saja. Banyak perempuan yang berhasil menduduki tempat tertinggi dalam
suatu perusahaan misalnya sebagai presiden direktur, bahkan dalam dunia
pendidikan pun sudah banyak perempuan yang menempati posisi tinggi yaitu
sebagai kepala sekolah. Profesi-profesi yang sarat dengan kaum lelaki pun saat
ini sudah tidak menjadi persoalan ketika profesi itu dikerjakan oleh kaum
perempuan.
Kembali lagi kepada masalah keseteraan
gender yang sudah dicapai pun tidak cukup. Kata keseteraan masih saja belum
dapat diresapi dengan baik oleh kaum
lelaki bahkan pada kaum perempuan itu sendiri. Banyak kasus
KDRT yang dilakukan dalam rumah tangga dan hampir semua korban dalam kasus itu
adalah perempuan. Dalam rumah tangga pun ternyata banyak kaum lelaki yang lupa
akan adanya hak-hak perempuan yang seharusnya diakui, bukannya diabaikan.
Meskipun seorang lelaki tetap menjadi kepala rumah tangga, bukan berarti
seorang perempuan harus tunduk kaku dengan aturan permainan yang berbau
otoriter yang telah dibuat oleh seorang lelaki sebagai suami. Perempuan juga
punya suara, punya aspirasi yang perlu didengarkan. Sebagai seorang suami dan
istri seharusnya saling melengkapi, bukannya menindas satu pihak atau bahkan
saling menindas satu sama lain. Inilah yang sebenarnya dimaksud dengan
kesetaraan gender, hak-hak antara laki-laki dan perempuan sama-sama penting dan
sama-sama diperhatikan serta tidak adanya otoritas yang dibuat untuk saling
menindas satu sama lain. Tetapi di sisi lain, masih banyak pula kesetaraan
gender yang disalahartikan oleh kaum perempuan.Terkadang kaum perempuan juga
lupa akan kodratnya. Dimana kaum perempuan dalam rumah tangga seharusnya
menjadi ibu rumah tangga yang baik, justru sibuk mengejar karier dan melupakan
pekerjaan rumah yang seharusnya sudah menjadi kewajiban dirinya dalam mengurus
rumah tangga, khususnya suami dan anak-anak. Inilah yang menjadi permasalahan
jika kebebasan, persamaan hak, dan kesetaraan gender disalahartikan oleh kaum
perempuan. Dalam implementasinya pun akan membuat perempuan mempunyai rasa independen
yang terlalu tinggi yang justru membuat seorang perempuan lupa akan kewajiban
dirinya dan hanya mengejar dan mempertahankan haknya tanpa memperdulikan
kewajibannya. Sebagai ibu rumah tangga yang baik sudah menjadi kewajiban utama,
sedangkan sebagai wanita karier adalah sebuah poin plus di mana hak seorang
wanita dapat dijalankan dengan baik pula. Seorang perempuan dianggap gagal menjalankan
perannya ketika ia tidak berhasil menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik
meskipun dirinya berhasil dalam kariernya.
Kita sadari bahwa di era global seperti
saat ini masih banyak kasus penindasan dan ketidakadilan yang dialami oleh kaum
perempuan. Kita sebagai kaum perempuan generasi penerus bangsa, mari kita
teruskan perjuangan R.A Kartini dengan belajar sungguh-sungguh memajukan bangsa
dan menggunakan hak-hak kita sebagaimana mestinya tanpa melupakan kodrat kita
sebagai perempuan yang harus menghargai dan menghormati laki-laki yang kelak
menjadi kepala rumah tangga meskipun keseteraan gender dan persamaan hak sudah
diakui. Karena bukan berarti keseteraan gender tersebut mengajarkan kepada kita,
kaum perempuan, untuk menginjak-injak harga diri laki-laki, tetapi kesetaraan
dan persamaan hak tersebut hanyalah cambuk bagaimana eksistensi diri kaum
perempuan diakui dan tidak disepelekan oleh kaum laki-laki.
0 Komentar