Banyak negara berpenduduk muslim
mengalami kesulitan dalam kebebasan berdemokrasi di masyarakat umum, lebih
disebabkan karena komposisi penduduk yang plural atau beragam sehingga mudah
berujung ke dalam konflik, juga permasalahan hukum yang masih membatasi dalam
berdemokrasi. Tetapi masalah kebebasan berdemokrasi tidak hanya terjadi di
negara-negara berpenduduk Muslim, juga negara-negara lain.
Pendapat bahwa Indonesia adalah negara
demokrasi. Oleh Amerika Serikat, Indonesia dianggap sebagai model negara dengan
penduduk Muslim terbesar di dunia yang sistem demokrasinya paling berhasil.
Apa saja yang memperkuat pendapat
tersebut maka perlu dijelaskan bagaimanakah sistem demokrasi di Indonesia.
Meski perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut, tumbangnya
Orde Baru membuka peluang terjadinya reformasi politik dan demokratisasi di
Indonesia. Bangsa Indonesia bersepakat untuk sekali lagi melakukan
demokratisasi yakni proses pendemokrasian sistem politik Indonesia sehingga
kebebasan rakyat terbentuk, kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan
terhadap lembaga ekseskutif dapat dilakukan oleh lembaga wakil rakyat[1].
Apa yang menjadi dasar Indonesia
sebagai negara demokrasi tidak lain berasal dari sumber hukum dan dasar hukum
Indonesia yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Langkah terobosan yang
dilakukan dalam proses demokratisasi adalah amandemen UUD 1945 yang dilakukan
oleh MPR hasil Pemilu 1999 dalam empat tahap selama empat tahun (1999-2002). Langkah
pembaharuan demokratisasi tersebut mampu membawa Indonesia kepada sistem
demokrasi yang terbuka dan adil. Amandemen UUD 1945 telah melakukan perubahan
prinsipil atas UUD 1945, yang pada intinya telah dilakukan
penyerasian pasal dan ayat-ayatnya dengan nilai-nilai Pembukaan UUD 1945. Staatsfundamentalnorms negara
yang terkandung dalam Pembukaan telah ditegakkan sebagai rujukan isi pasal dan
ayat UUD. Pengaruh Staatsidee
negara integralistik-totaliter atas pasal dan ayat UUD dihilangkan[2].
Dengan adanya amandemen tersebut
maka dasar hukum demokrasi Indonesia yang semula ialah rumusan lama Pasal 1
ayat (2) UUD 1945 : “Kedaulatan berada
ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.”
Menjadi rumusan baru setelah amandemen yakni,
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 mengatakan : ”Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.” Prinsip ini sesuai dengan norma dasar dalam
Pembukaan, khususnya sila ke-4 Pancasila. Dimana semula Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang dianggap sebagai penjelmaan rakyat di pemerintah menjadi tidak
berlaku lagi, negara merupakan kedaulatan rakyat dimana seluruh lembaga
pemerintah berasal dari suara rakyat, Rumusan baru Pasal 1 ayat (2) UUD 45
mengembalikan pesan Pembukaan bahwa negara Indonesia itu berkedaulatan rakyat.
Ia dilaksanakan menurut UUD 45, menurut ketentuan-ketentuan konstitusi. Karena
itu demokrasi kita adalah demokrasi konstitusional.
Mengenai
keberhasilan Indonesia sebagai penduduk bermayoritas Muslim yang mana sistem
demokrasinya berhasil, maka perlu dilihat pada bagaimana proses demokrasi di
negara Islam. Banyak perdebatan yang muncul mengenai demokrasi di negara-negara
non-sekuler (agama) karena sumber hukum yang digunakan berbeda, dimana negara
non-sekuler menggunakan kitab suci sebagai sumber hukumnya dan juga dikarenakan
banyak pandangan dari kaum intelektual agama yang menganggap bahwa rakyat atau
manusia tidak berdaulat melainkan hanya Tuhan. Meski begitu, tidak banyak
perbedaan yang muncul. Bahkan dalam negara-negara agama,
walaupun sumber hukum dapat berasal dari ayat kitab suci, hal ini tidak
membuatnya menjadi negara teokrasi[3]. Fahmi Hewadi, seorang sarjana terkemuka di dunia Arab,
menegaskan dalam bukunya Islam and
Democracy bahwa ada tujuh tiang bagi sebuah negara Islam. Di antara ketujuh
komponen ini, yang terpenting adalah Umat, masyarakat yang bertanggung jawab
menegakkan kebebasan, keadilan, dan kesetaraan. Artinya, umat memiliki tanggung
jawab dalam menjalankan kehidupannya di masyarakat tetapi masih di dalam
batas-batas yang ditetapkan kitab suci.
Indonesia meski tidak menggunakan hukum
agama dalam menyelenggarakan pemerintahan, namun begitu sumber hukum yang
digunakan Indonesia masih menyentuh kepada agama. Sebagaimana ditegaskan: "Indonesia
bukanlah negara sekuler, tetapi juga bukan pula negara agama. Namun di dalamnya
negara tetap mengambil peran dalam agama. Begitu pula sebaliknya."[4].
Hal ini merupakan refleksi masyarakat Indonesia saat ini, karena agama masih
merupakan unsur penting bagi kehidupan. Sebagai negara demokrasi dengan
masyarakat muslim terbesar Indonesia menggunakan pengembangan dialog antaragama
yang lebih baik. Menurut peneliti pada Akademia Sinica, Taiwan, tersebut,
Indonesia amat penting bagi perkembangan demokrasi ke depan, terutama karena
Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas Muslim.[5]
Indonesia
adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim sejak pada masa kerajaan Majapahit
runtuh atau sekitar abad ke-10. Setiap periode masa dan sejarah Indonesia
dipengaruhi oleh hadirnya Islam. Hingga masa Reformasi dimana hukum-hukum yang
menyatakan kedaulatan rakyat di munculkan kembali. Maka tidak heran Islam
menjadi bagian dari sumber hukum Indonesia, terutama pada masalah demokrasi.
Islam Menurut Gumilar R Soemantri dari masa ke masa selalu memberikan corak
sendiri terhadap negara dan pemerintahan. Menurutnya setelah merdeka indonesia
telah melewati 3 corak periode. Periode tersebut adalah periode colonial yang ditandai dengan
demokrasi tidak jalan, civil society terabaikan, dan ekonomi terabaikan.
Kemudian periode peralihan yang terjadi pada pemerintahan presiden Soeharto
yang masih membungkam kekuatan civil society. Sementara yang terakhir adalah
periode the end postcolonial era
dimana ekonomi pasar telah masif, civil society kuat, namun ekonomi konstitusi
masih terabaikan.[6]
Indonesia meski merupakan negara pluralitas
yang tinggi, namun semua itu disatukan dengan dasar negara yakni Pancasila.
Maka karena itu esensi pokok dalam proses demokrasi kita adalah saling
menghormati satu sama lainnya, diantara semua pihak yang berasal dari latar
belakang suku, agama, ras dan asal-usul yang berbeda-beda. Proses demikian itu
tidak lain adalah proses musyawarah dalam kekeluargaan yang setara, bekerjasama
dan inklusif.
Pendapat
yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan model bagi negara berpenduduk Muslim
yang sistem demokrasinya paling berhasil mungkin benar dengan adanya
fakta-fakta sebelumnya. Namun, sebelum hal itu menjadi topik umum dan menjadi
acuan bagi negara Muslim lain maka perlu dikaji kembali mengenai keberhasilan
demokrasi di Indonesia tersebut
[1] Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar
Ilmu Politik.(Jakarta, 2008). hlm. 134.
[2] Jakob Tobing. “Republik
Indonesia adalah Negara Kesatuan, Negara Demokrasi Konstitusional, dan Negara
Hukum”.http://www.leimena.org/en/page/v/373/republik-indonesia-adalah-negara-kesatuan-negara-demokrasi-konstitusional-dan-negara-hukum.
24 Juni 2012.
[3] Mohammed Al Garf dan Nicholas Iovino.”Demokrasi dan Mayoritas Negara
Muslim”.2 Maret 2007.http://www.commongroundnews.org/article.php?id=20468&lan=ba&sp=0.24
Juni 2012
[4] Dr Mujibburahman dalam seminar di Universitas Nasional Chengchi Taiwan
(NCCU) mengatakan bahwa Indonesia bisa menjadi model demokrasi di negara-negara
Islam di Taiwan. Kompas. 31 Mei 2008.
[6] Mukhlisin. “Demokrasi dan
Dinamika Islam di Indonesia”. http://icrp-online.org/042012/post-1867.html.
0 Comments: