Kekayaan sumber
daya alam di Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Begitu banyak kekayaan
alam yang melimpah dan tersebar dari Sabang hingga Merauke. Mulai kekayaan
flora, fauna, maupun bahan tambangnya. Namun yang sangat disayangkan di sini
adalah kenapa kekayaan alam tersebut seakan-akan terbuang begitu saja akibat
kurangnya kualitas dari sumber daya manusia yang ada? Keterbatasan ini membuat
sumber daya alam yang melimpah dan seharusnya dimanfaatkan secara maksimal oleh
bangsa sendiri, harus diserahkan pada kekuatan asing. Dan dampak dari semua ini
adalah Bangsa Indonesia hanya menjadi penonton sekaligus pekerja kasar dalam
surganya sendiri.
Berangkat dari
hal tersebut, banyak pihak yang menawarkan solusi untuk bagaimana meningkatkan
kualitas sumber daya manusia di negara ini. Dan sebenarnya kunci utama dalam
peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah dengan pendidikan. Itu yang
paling penting. Dan pendidikan itu sendiri tidak hanya mencakup pendidikan
secara formal saja, melainkan juga informal yang melibatkan pihak-pihak
tertentu selain pemerintah, guna menjalankan program yang ada. Untuk itu, dalam
hal ini saya ingin menekankan bukan pada pendidikan formalnya, melainkan
sebaliknya. Hal ini karena posisi sebagai mahasiswa akan terasa lebih mudah
untuk menjalankan aksinya secara maksimal dengan berbasis informal education.
Berbicara tentang informal education di atas,
saya tertarik untuk membahas tentang peningkatan kualitas sumber daya manusia
melalui peran pemuda dalam “Gerakan Berbasis Komunitas”. Alasan saya
memilih “Gerakan Berbasis Komunitas” ini dilandasi pada beberapa pemikiran. Pertama, komunitas adalah bentuk yang sangat relevan untuk
melakukan pergerakan dengan adanya kesamaan visi, minat, hobi, atau bakat di
antara para anggotanya. Memiliki persamaan yang terkumpul
menjadi satu dalam suatu komunitas tertentu, akan menciptakan komunikasi yang
efektif pada komunitas tersebut. Anggota yang tergabung di dalamnya akan lebih
tertarik untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada visi, minat,
hobi, atau bakat mereka. Apalagi dilakukan dengan berkelompok. Ketika seseorang
berada dalam suatu kelompok yang memiliki kesamaan dengan dirinya, maka orang
itu akan memiliki keberanian lebih untuk bertindak, daripada dia harus bergerak
sendiri. Dengan begitu, bisa dimengerti tentang bagaimana peran dari suatu
komunitas untuk membuat anggotanya melakukan aksi secara maksimal.
Kedua, “Gerakan Berbasis
Komunitas” ini juga merujuk pada pendapat dari Anthony Giddens dalam bukunya The Third Way
"Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial". Pada buku tersebut dia munuturkan bahwa dalam Politik "Jalan Ketiga",
kebebasan bagi para demokrat sosial hendaknya berarti otonomi atas tindakan
yang dilakukan, yang selanjutnya menuntut keterlibatan komunitas sosial yang
lebih luas[1].
Apa yang dikatakan oleh Giddens di
atas didasarkan pada pemahaman bahwa kita tidak bisa sepenuhnya menggantungkan
nasib bangsa hanya dengan campur tangan pemerintah saja. Suksesi negara akan
bisa terwujud bila semua pihak ikut berpartisipasi di dalamnya. Dan salah satu
pihak itu adalah melalui komunitas sosial. Sehingga, selain
karena bentuk dari komunitas yang sangat relevan dalam melakukan pergerakan, komunitas di sini juga berperan sebagai tangan kanan
pemerintah untuk bisa menjalankan program yang belum berjalan secara maksimal.
Seperti misalnya, dengan adanya komunitas pecinta lingkungan, maka program
pemerintah di bidang lingkungan yang belum berjalan secara maksimal, bisa
dilanjutkan atau bahkan dibuat dengan format yang berbeda oleh komunitas tersebut.
Tentunya tetap dengan tujuan yang sama yaitu menciptakan lingkungan yang sehat bagi
masyarakat.
Ketiga, komunitas bisa
memberikan manfaat ganda, yaitu untuk anggota dari komunitas itu sendiri dan
juga bagi objek yang menjadi sasarannya. Manfaat ganda tersebut salah satunya
bisa didapat dari komunitas yang bergerak dalam kegiatan sosial, seperti
memberi pengajaran terhadap orang-orang yang membutuhkan. Anggota dalam
komunitas itu akan senantiasa meningkatkan kemampuannya agar bisa memberikan
pengajaran yang lebih, sedangkan objek yang menjadi sasarannya akan mendapat
ilmu dari apa yang diajarkan.
Dalam
menjelaskan hal ini, saya memberi contoh yaitu Program Rumah IYA (Indonesia Youth in Action). Komunitas ini bergerak
dalam kegiatan sosial untuk memberikan pengajaran bagi anak-anak difabel, khususnya penderita tuna rungu. Saya
pernah ikut dalam kegiatan tersebut, walau hanya sebentar. Para anggota di
komunitas itu
memiliki hobi dan bakat di beberapa bidang, seperti komputer, fotografi, modeling, dan juga menjahit. Sehingga anggota yang memiliki
kesamaan bakat tersebut akan mengajar anak- anak tuna rungu yang tertarik dengan hobi atau bakat
mereka.
Langkah yang ditempuh oleh Program
Rumah IYA tersebut dinilai cukup efektif. Karena bakat atau hobi yang dimiliki oleh para
anggotanya bisa disalurkan terhadap lingkungan sosial di sekitar mereka. Hal
ini menunjukkan bahwa hobi atau bakat yang kita miliki tidak seharusnya hanya
dinikmati keuntungannya oleh diri kita sendiri. Akan sangat lebih baik bila
semua itu bisa dibagi dan memberikan manfaat bagi orang lain yang membutuhkan,
sehingga mereka tidak perlu takut lagi untuk bermimpi dan meraih
impiannya.
Selain Program
Rumah IYA, contoh yang dapat menjelaskan mengenai manfaat ganda dengan
membentuk sebuah komunitas adalah Komunitas Sepeda Gunung Cihuni Bike
Community. Menurut Taufik, salah satu penggagas adanya komunitas ini, pihaknya
bersama teman-teman lain yang sudah lama bergelut di dunia sepeda, tidak hanya
ingin menjadikan hobi mereka berhenti sampai di kegiatan itu-itu saja. Mereka
ingin menjadikan komunitas ini lebih bermanfaat bagi kalangan sekitar dengan
menggelar kegiatan sosial. Sehingga kegiatan sosial seperti santunan anak yatim
dan bakti sosial secara rutin mereka laksanakan[2].
Manfaat yang
didapat oleh anggota Komunitas Sepeda Gunung Cihuni Bike Community dengan
melakukan kegiatan sosial tersebut adalah kepuasan dan kebanggaan. Kepuasan
karena bisa memberi kontribusi dalam mencetak generasi-generasi penerus yang
berkualitas dan juga bangga bisa ikut membantu mengurangi beban orang-orang
yang membutuhkan. Bentuk dari manfaat ini memang tidak bisa diwujudkan dengan
materi. Namun rasa puas dan bangga karena telah menjadi orang yang berguna
untuk orang lain, tidak akan pernah bisa tergantikan oleh apapun. Yang bisa
menggantikan hanyalah ketika melihat mereka sukses dan bahagia. Itu sudah lebih
dari cukup.
Sedangkan
manfaat yang didapat oleh objek sasaran dari komunitas sepeda tersebut tentunya
adalah bisa meringankan beban ekonomi yang dimiliki dan ujungnya adalah
berdampak pada peningkatan semangat hidup yang lebih tinggi.
Contoh manfaat
ganda yang lain adalah adanya Komunitas Pemburu Hama Bajing asal Kediri.
Awalnya, anggota dari komunitas ini adalah pemburu burung. Namun, setelah
terbit perda larangan berburu burung di Kabupaten Kediri, mereka tidak lagi
berani menyalurkan hobinya. Kemudian mereka mencari solusi agar bagaimana
caranya menyalurkan hobi, tetapi tetap bermanfaat bagi masyarakat. Akhirnya
ketemulah bajing alias tupai sebagai sasaran. Sebab, hewan pengerat itu
dianggap sebagai hama, terutama bagi para petani kelapa[3].
Sehingga,
manfaat ganda yang didapat dari adanya komunitas ini adalah yang pertama, bagi
anggota dari komunitas itu sendiri. Hobi berburu mereka bisa tersalurkan.
Kemudian yang kedua adalah bagi alam dan masyarakat yang ada di sekitarnya. Karena
hama yang selama ini meresahkan masyarakat dan merusak lingkungan, bisa
berkurang bahkan dimusnahkan. Untuk itu, bisa dikatakan bahwa hobi berburu dari
anggota Komunitas Pemburu Hama Bajing tersebut mempunyai manfaat ganda baik
untuk internal maupun eksternal mereka.
Berangkat dari
beberapa alasan serta contoh di atas, saya yakin, ketika sekelompok orang yang
membentuk sebuah komunitas tertentu, mereka tidak hanya akan berorientasi untuk
memikirkan cara agar visi, minat, hobi, atau bakat mereka tersalurkan. Namun
pastinya ada rencana juga untuk bagaimana caranya, kesamaan bakat, hobi, minat,
atau visi yang mereka miliki, bisa berguna bagi alam maupun masyarakat di
sekitarnya. Untuk itu, tidak akan sia-sia apabila banyak terbentuk komunitas di
tengah-tengah masyarakat. Karena secara tidak langsung, komunitas itu adalah
wujud kepedulian dari para anggota yang ada di dalamnya untuk bangsa dan
negara.
Selain berbicara
tentang peran dari terbentuknya sebuah komunitas, di awal saya sudah
menjelaskan bahwa “Gerakan Berbasis Komunitas” ini perlu melibatkan peran
pemuda di dalamnya. Hal ini
didasarkan pada pemikiran tentang idealisme serta semangat dari pemuda yang
begitu tinggi. Ketika seorang pemuda memiliki kemauan yang besar terhadap
sesuatu, maka dia akan berusaha menggapai apa yang diinginkannya tersebut.
Bahkan wejangan dari orang tusa sering tidak dihiraukan. Sehingga dengan idealisme serta
semangat itulah, pemuda memiliki peran sebagai iron
stock dan juga agen of change, yang menyebabkan mereka dijadikan sebagai tumpuan bangsa
untuk membawa perubahan bagi negara ini.
Kita tentu ingat dan tahu bagaimana
peristiwa tahun 1998. Para pemuda yang memiliki ambisi besar untuk menggaungkan
semangat reformasi, terbukti mampu menggulingkan tirani pemerintahan Soeharto
selama 32 tahun. Mereka tidak sedikit pun takut atau gentar untuk berteriak dengan lantang menuntut
Soeharto agar turun dari jabatannya, menduduki Gedung DPR selama 6 jam, dan
bahkan rela mengorbankan nyawanya di hadapan senapan tajam para anggota TNI.
Oleh sebab itu, dengan idealisme
tinggi yang dimiliki oleh para pemuda, akan sangat berguna bila ditempatkan
pada wadah yang tepat. Percuma memiliki semangat tinggi namun tidak punya tempat untuk menyalurkannya.
Sebenarnya ada banyak ruang untuk mereka bisa menyalurkan ide ataupun melakukan
aksi sosialnya. Seperti
dengan menulis artikel di media massa, melakukan aksi, aktif dalam organisasi
kemahasiswaan atau lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan tidak terkecuali adalah dengan
membentuk komunitas.
Dengan demikian,
bila peran dari komunitas serta peran yang dimiliki oleh pemuda disatukan
melalui “Gerakan Berbasis Komunitas”, saya yakin, kualitas sumber daya manusia
yang ada di negara ini akan semakin meningkat. Para pemuda yang memiliki
kesamaan visi, minat, hobi, atau bakat disatukan dalam suatu komunitas
tertentu, sehingga semangat perubahan dalam diri mereka akan memiliki wadah
atau alat yang tepat untuk menyalurkannya. Mereka bisa melakukan berbagai
kegiatan sosial dengan segala bentuknya, guna memberikan dampak positif tidak
hanya bagi dirinya sendiri, tapi juga untuk alam dan masyarakat.
Meningkatkan
kepedulian pada sekitar tidak akan menjadikan kita rugi. Justru keuntunganlah
yang akan selalu kita dapatkan. Keuntungan untuk alam, diri kita sendiri,
maupun bagi orang lain. Oleh karena itu, semoga saja sumber daya alam di
Indonesia bisa lebih unggul dengan titik tolak peningkatan sumber daya manusia
melalui peran pemuda dalam “Gerakan Berbasis Komunitas” ini. Amin. Semangat
perubahan.
[1]
Giddens, Anthony, The Third Way: Jalan Ketiga Pembaruan
Demokrasi Sosial, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999.
[2] Diakses
dari https://m.facebook.com/note.php?note_id=10150337235261717, pada
tanggal 14 Januari 2014 pukul 15.34 WIB.
[3] Radar Kediri edisi Sabtu 25 Januari 2014
hlm. 39.
0 Comments: