Oleh: Chairunnisa Widya
Judul : Di Balik 98
Jenis : Drama
Durasi : 106 menit
Sutradara : Lukman Sardi
Naskah : Samsul Hadi, Ifan Ismail
Produksi : MNC Pictures
Dibesut oleh
Lukman Sardi, sebuah film mengisahkan bagaimana perjuangan keluarga dan pengorbanan
cinta di tengah kerusuhan tahun 1998, yang mau tidak mau harus dilewati oleh
orang-orang yang bertahan hidup di masa orde baru.
Menceritakan
ketika tragedi 1998 menempatkan Letnan Dua Bagus (Donny Alamsyah) dalam keadaan
bimbang yang luar biasa. Tugasnya sebagai seorang pengaman negara terbentur dengan
kondisi sang istri, Salma (Ririn Ekawati), yang tengah hamil besar dan dinyatakan
hilang di tengah kerusuhan. Belum lagi adik iparnya, Diana (Chelsea Islan), yang
seorang mahasiswi sekaligus aktivis reformasi yang juga turut turun ke jalan dalam
demo besar-besaran. Pacar Diana, Daniel (Boy William) yang juga keturunan
Tionghoa yang turut memperjuangkan reformasi, juga mengalami hal serupa seperti
Diana. Dimana dirinya kehilangan ayah dan adiknya di tengah kerusuhan yang
terjadi.
Di saat itu
juga, kerusuhan itu memaksa Presiden Soeharto (Amaroso Katamsi), yang sedang berada
di Kairo, pulang lebih awal. Begitu banyak tekanan yang terjadi dari berbagai penjuru.
Mulai dari rakyat jelata, hingga tokoh masyarakat, termasuk juga perwakilan ormas
yang secara langsung meminta agar Presiden Soeharto untuk segera melepaskan jabatannya
sebagai Presiden.
Dalam film
yang berdurasi 106 menit ini, dirasa cukup menarik dan fenomenal. Sebab masih jarang
film di Indonesia yang menceritakan tentang perjuangan keluarga dan pengorbanan
cinta dengan latar belakang sejarah. Debut Lukman Sardi sebagai sutradara dalam
film ini cukup membuktikan kemampuan dirinya dalam mengemas filmnya sehingga
film ber-genre drama ini tidak lari dari
genre yang seharusnya. Kelebihan dari film ini adalah keberanian
Lukman Sardi dalam mengangkat tragedi kerusuhan Mei 1998 sebagai latar dalam cerita
dan kemampuannya menggabungkan berbagai risetnya tentang peristiwa pada tahun tersebut.
Dari segi penghayatan
pemainnya, mereka memainkan perannya dengan sangat apik. Cara Lukman Sardi memilih
pemain juga tak diragukan, Amaroso Katamsi yang bisa dibilang langganan dalam memainkan peran Soeharto sejak muda
hingga saat ini. Belum lagi terdapat beberapa komedian seperti Panji Pragiwaksono.
Ia berperan sebagai Susilo Bambang Yudhoyono, dan membuat film ini semakin menarik.
Begitu banyak
kelebihan, bukan berarti film ini tak memiliki kekurangan. Dari segi cerita,
rasanya film ini terasa terlalu simple.
Kerumitan cerita tak begitu pelik, sehingga jalan cerita mudah ditebak. Belum lagi
latar sejarah yang dipakai juga masih kurang greget, karena ada detail yang sepertinya sengaja tak dimasukkan oleh
Lukman Sardi. Sajian latar belakang sejarah kerap terlihat hanya sekilas lewat
media seperti televisi. Pada akhirnya penonton tak benar-benar merasakan begitu
mencekamnya situasi pada saat itu. Model alur cerita flashback sebenarnya sangat menarik, hanya saja dalam pengemasan cerita
ini terkesan sangat terburu-buru dan singkat. Sehingga penonton kurang menikmati
bagian detail dari setiap cerita dengan baik. Akhirnya, adegan-adegan yang
sebenarnya memiliki makna yang penting, sangat mudah luput dari pengamatan para
penonton.
Secara keseluruhan
film ini tetap recommended untuk ditonton.
Walaupun masih banyak kekurangan dalam film ini, setidaknya keberanian Lukman Sardi
dalam mengangkat tema drama berlatar sejarah ini patut diapresiasi dan diacungi
jempol. Film ini membawa pesan dan pelajaran bagi penontonnya, bahwa jangan pernah
lelah untuk memperjuangkan apa yang kalian cintai. Jangan lelah juga untuk berkorban
untuk kebersamaan karena tak ada yang sia-sia dari perjuangan kalian, walaupun setiap
perjuangan harus rela tersakiti dan bahkan kehilangan seseorang yang kalian
cintai.
0 Comments: