Oleh :
Chairunnisa Widya
Penulis : Achmad Munif
Negara : Indonesia
Bahasa : Indonesia
Genre : Novel
Penerbit : Yogyakarta; Mara Pustaka
Tahun
terbit : 2012, Cetakan Pertama
Halaman : viii+298 hlm
Perempuan Jogja
merupakan salah satu karya Achmad Munif yang laris terjual hingga beribu-ribu
eksemplar. Kisah tentang perjuangan seorang istri yang begitu tegar dan tabah
dalam menghadapi cobaan hidup yang sedang melanda rumah tangganya menjadi daya
tarik tersendiri novel Achmad Munif ini. Di tengah kehidupan yang begitu
hingar-bingar seperti saat ini, novel Perempuan
Jogja seakan-akan menjadi sindiran bagi para perempuan, bahwa kesabaran
merupakan kunci untuk tetap tegar dalam bertahan di atas kerasnya kehidupan.
Lewat novel ini, definisi gender dan feminisme bisa jadi berbeda dengan
definisi pada umumnya. Karena lewat Perempuan
Jogja pula Achmad Munif mengisyaratkan bahwa setiap perempuan mampu
menentukan sikap tegas, bukan sikap keras. Karena tegas dan keras merupakan dua
sikap yang berbeda.
Dikisahkan
Rumanti, seorang istri seorang pengusaha berdarah biru bernama Raden Mas
Danudirjo yang begitu narimo dan tak
pernah banyak mengeluh, harus menjalani hidup yang seakan-akan layaknya peribahasa
“habis manis sepah dibuang”. Lalu Danu, yang semula hampir gila karena
ditinggal menikah oleh mantan kekasihnya yang bernama Norma, sembuh hatinya
karena Rumanti. Di lain cerita, setelah Norma cerai dari suaminya, ia kembali
menghubungi Danu dan menjadi orang ketiga dalam kehidupan rumah tangga Danu dan
Rumanti yang telah lama dibangun. Disinilah ketabahan dan kesabaran Rumanti
diuji dalam mempertahankan keluarganya dan perannya sebagai istri.
Dengan segala keikhlasan hati meski
begitu sakit, Rumanti bersedia dimadu dengan Norma. Seiring berjalannya waktu,
Danu ternyata dikhianati untuk kedua kalinya. Norma berselingkuh. Danu pun
merasa bimbang akan kehidupan rumah tangga barunya yang ternyata tak sesuai
dengan yang selama ini ia impi-impikan bersama Norma.
Situasi lain, Raden Ayu Indri
Astuti, adik kandung dari Danu merupakan sosok perempuan yang energik dan
tegas. Ia tidak pernah setuju dengan hubungan Danu-Norma. Begitu juga dengan
perjodohan yang dibuat oleh Danu. Indri tak pernah setuju dijodohkan dnegan
Raden Mas Suwito yang sudah berumur. Selain itu, Indri masih belum bisa percaya
dengan laki-laki semenjak hubungan percintaannya yang terakhir. Namun semuanya
berubah saat ia bertemu dengan Ramadhan, seorang mahasiswa semester akhir yang
juga berprofesi sebagai seorang wartawan.
Berbeda situasi, Popi, seorang
remaja yang harus menjalani kerasnya hidup dengan menjajakan tubuhnya sebagai
pelampiasan kekecewaan dirinya terhadap ibunya yang berselingkuh. Setelah ia
bertemu Indri, Popi menjadi murid tari di sanggar milik orang tua Indri, yaitu
Raden Mas Sudarsono dan Raden Ayu Niken. Kemudian ia diangkat menjadi anak
asuh. Banyak bergaul dengan banyak orang menyebabkan Popi tahu betul siapa
Raden Mas Suwito yang dijodohkan Danu kepada Indri, dan kenal dekat dengan
Ramadhan jauh sebelum Indri mengenal Ramadhan. Dari sinilah kisah cinta Indri
dimulai dengan Ramadhan yang menambah manisnya kisah dalam novel Perempuan Jogja ini.
Cara
Achmad Munif bertutur lewat tulisannya yang tak berlebihan, sederhana, dan
sesuai dengan realitas sosial yang ada menempatkan pembaca seakan-akan ikut
larut ke dalamnya. Bahkan para pembaca seolah-olah mampu merasakan setiap
perasaan yang ada lewat kata-kata yang terangkai dalam novel tersebut. Begitu
banyak pelajaran yang mampu dipetik dari novel ini. Jalan cerita yang tak mudah
ditebak menjadi kekuatan tersendiri karena mampu membuat pembaca penasaran di
setiap kelanjutan kisahnya. Hubungan antar tokohnya yang tak terduga menjadikan
ceritanya semakin menarik.
Dilihat
dari segi penyajian, novel ini cukup mudah dipahami dan tidak menyusahkan
pembaca. Kosakata bahasa Jawa pun diberi catatan kaki, sehingga pembaca tak
perlu membolak-balik untuk mengetahui arti kata yang dimaksud.
Kelemahan
dari novel ini yaitu pengemasan cerita yang seakan-akan memusat untuk kalangan
tertentu. Seakan-akan hanya diperuntukkan kepada perempuan Jogja. Selain itu,
sebagai penutupan kisah sebuah novel yang tak berseri, cara Achmad Munif dirasa
kurang mantap. Seakan-akan cerita yang dituturkan di akhir tak mencapai klimaks,
walaupun sebenarnya memang sudah berakhir. Hanya saja, kurang greget untuk dikatakan sebagai penutup
cerita.
Novel
Perempuan Jogja ini memberikan banyak sekali pelajaran, terutama bagi kaum
perempuan. Singkatnya, novel ini merupakan bacaan cukup baik bagi pembaca yang
tertarik dengan hal-hal berbau gender dan feminism. Sebab novel ini membuat
pandangan lain dari definisi gender dan feminisme itu sendiri. Meski
pengarangnya seorang lelaki, ia mampu menyampaikan definisi dari gender dan
feminisme tersebut lewat perspektifnya sebagai seorang lelaki, bahwa perempuan
dalam mencapai kesetaraan gender dan memperjuangkan feminisme tak harus bersikap
keras dan lupa untuk hormat dengan orang tua dan suami. Justru yang dilakukan
adalah dengan sikap tegas dan tak melupakan kodratnya untuk menghormati orang
yang lebih tua dan suami. Dan yang terpenting adalah novel ini tak hanya
memberikan hiburan semata, tetapi juga memberikan suri tauladan bagi para pembacanya.
Pada
intinya, pesan penting yang ditangkap dalam novel ini adalah sepahit apapun
kehidupan atau sekeras apapun hidup yang kita jalani, kita tetap harus
bertahan, tetap tegar, dan terus bersabar dalam menjalaninya. Karena kehidupan
pun punya masa, jika memang harus mengalami pahitnya kehidupan, berarti
manisnya hidup pun juga akan didapat apabila kita mampu melaluinya.
0 Comments: