Dok.internet |
Judul : Plato in 90 Minutes
Penulis : Paul Strathern
Penerbit : Ivan R. Dee
Tebal : iv + 85 halaman
Tahun Terbit : 1996
Bahasa : Inggris
ISBN : 1566631262
Oleh : Herdanang Ahmad F
Tak ada filsuf yang pemikirannya setajam Plato. Dengan republika- nya, murid setia Socrates yang periode hidupnya hanya 80 tahun ini merupakan sosok kunci atas lahirnya tuhan-tuhan dalam dunia filsafat, mulai dari Aristoteles, Rene Descartes, hingga Friedrich Nietzsche.
Plato in 90 minutes agaknya merupakan “buku saku” bagi mereka yang ingin mengenal Plato secara sekilas. Melalui buku yang hanya setebal 85 halaman ini, Paul Strathern mempertaruhkan kredibilitas tingginya sebagai seorang penulis dengan berusaha menghadirkan sosok Plato di ingatan pembaca dalam periode singkat.
Pada bab awal, banyak disinggung tentang pemikiran Plato yang justru lebih banyak dipengaruhi oleh Pythagoras ketimbang Socrates. Sthratern mengajak para pembaca untuk membandingkan teori-teori hasil pemikiran Plato yang justru minim relevansi dengan “jalan lurus” Socrates. Teori-teori Plato, mulai dari teori bentuk, khora, methexis, hingga theia mania justru lebih banyak dipengaruhi oleh teori wujud angka yang dirumuskan Pythagoras. Sosok Socrates seolah-olah hanya dijadikan pembenaran oleh Plato atas pendapat-pendapat pribadinya. Mana ada yang berani menentang Socrates usai kematian heroiknya?
Setelah menunjukkan sisi ketidaksempurnaan Plato, alur buku ini berlanjut ke pengenalan sejarah hidup Plato dan peristiwa-peristiwa penting di dalamnya. Yang paling sering dibahas tentunya adalah bagaimana Plato diasingkan oleh para penguasa dari satu wilayah ke wilayah lain. Ia sempat singgah di Megara, Euklides, Hekademe, Sirakusa, hingga pada akhirnya mati di tanah kelahirannya, Athena. Dibahas juga tentang bagaimana perjuangan Plato mendirikan Akademia yang merupakan sekolah tinggi pertama di dunia. Akademia pula yang kemudian berhasil mencetak pemikir-pemikir ulung macam Aristoteles, Speusippos, Xenokrates, Erastos, dan Koriskos.
Usai cerita-cerita mengenyangkan di bagian tengah hingga menjelang akhir, buku Plato in 90 minutes ditutup dengan penjelasan tentang keterkaitan teori-teori Plato dengan berbagi ideologi negara-negara di dunia. Oleh Strathern, yang dimaksud keterkaitan dalam hal ini adalah bagaimana seringkali republik ideal Plato yang identik dengan “keteraturan” justru disalahgunakan oleh pemerintahan-pemerintahan tertentu untuk meluruskan kepentingannya. Sthratern banyak mengambil contoh dari kasus Hitler dan Stalin.
Sebagai sebuah buku saku, Plato in 90 minutes cukup lengkap, meski belum sempurna. Melipat 80 tahun durasi hidup Plato menjadi 85 halaman berukuran 5x8 inci memang bukan hal mudah. Yang patut diapresiasi adalah kejelian Strathern dalam melihat suatu peristiwa. Ia mampu membedakan mana peristiwa (dalam hidup Plato) yang penting untuk didengar dan tidak.
Ketidaksempurnaan dalam buku ini adalah dari segi pemaparannya, khususnya pada bagian-bagian dimana buku ini harus menjelaskan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup Plato. Strathern seringkali melompat dari satu peristiwa ke peristiwa lain tanpa menjelaskan keterkaitan antar peristiwanya, sangat jarang pula ditemui penghubung-penghubung yang menjelaskan bahwa peristiwa-peristiwa tersebut merupakan sebuah kronologi yang berurutan. Akibatnya, pembaca yang benar-benar awam tentang Plato mungkin akan kesulitan dalam mencerna setiap peristiwa. Sebelum membaca buku ini, sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu membaca kronologi hidup Plato di ensiklopedia atau setidaknya dari Wikipedia.
Singkatnya, sebagai sebuah penegas dan perangkum sejarah, buku ini sangat bagus dan memang wajib dibaca. Namun, sebagai media pembelajaran bagi kaum awam buku ini masih gagal.
0 Comments: