Dok.VISI/Iim |
Aksi yang dilaksanakan bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) ini mengusung sejumlah agenda dan isu pendidikan tinggi yang sebelumnya telah dikaji bersama oleh BEM Seluruh Indonesia (SI). Dalam publikasi kajian dengan total 73 halaman tersebut dipaparkan lima kajian yang dijadikan bahan evaluasi pendidikan nasional. Kelima kajian tersebut meliputi kajian anggaran pendidikan nasional, kajian terhadap Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), kajian Uang Kuliah Tunggal (UKT), beasiswa BPP-PPA dan PPA dan kontrovesi kehadiran Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).
Dari kelima kajian di atas, sejumlah sepuluh tuntutan ditelurkan. Tuntutan-tuntutan tersebut tentu saja diarahkan kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sebagai pihak eksekutif pemerintah yang mengurusi pendidikan tinggi di negeri ini. Momentum Hardiknas pun dipilih BEM SI untuk melakukan aksi serempak untuk menuntut penuntasan karut-marut sistem pendidikan tinggi, tak terkecuali di UNS.
“Aksi hari ini serentak dilaksanakan secara nasional. Teman-teman mahasiswa di daerah menyampaikan aspirasi yang ditujukan kepada pemangku kebijakan, dalam hal ini jajaran pejabat tinggi kampus (kerektoratan-red) masing-masing sebagai perpanjangan tangan Kemenristekdikti. Sedangkan teman-teman di Jabodetabek yang tergabung dalam aliansi BEM SI langsung menyuarakan ke Kemenristekdikti,” terang Addin Hanifa, Presiden BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) yang turut turun dalam aksi tersebut.
Hitung-hitung Biaya Pendidikan
Anggaran pendidikan tinggi tahun 2016 yang mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya menjadi sorotan utama dalam kajian BEM SI. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, anggaran yang dialokasikan kepada Kemenristekdikti adalah sebesar 39,491 triliun rupiah. Angka ini lebih rendah dibanding anggaran tahun 2015 yang menyentuh angka 41,507 triliun. Namun setelah Kemenristekdikti melakukan penyesuaian anggaran dalam rapat kerja bersama dengan Komisi X DPR RI, anggaran pendidikan tinggi untuk 2016 pun naik menjadi 40,63 triliun.
Terjadinya penurunan alokasi anggaran pendidikan tinggi ini tidak terlepas dari kebijakan Presiden Joko Widodo untuk mendorong pertumbuhan infrastruktur di tahun 2016. Hal ini dapat dilihat dari publikasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Keungan mengenai rincian APBN 2016 yang menunjukkan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupr) sebagai penerima anggaran terbesar dengan kisaran sebesar 104,1 triliun.
Kebijakan peningkatan pembangunan infrastruktur ini sedikit ditanggapi positif oleh kalangan pendidikan. Anggaran yang difokuskan kepada sektor pembangunan infrastruktur tersebut berdampak pada pengurangan anggaran di sektor pendidikan. Penurunan anggaran ini dikhwatirkan akan berimbas pada alokasi BOPTN bagi masing-masing PTN, besaran biaya UKT, dan anggaran beasiswa. Puncak penolakan tersebut adalah ketika Hardiknas kemarin. Ketika rombongan mahasiswa menyuarakan keluh kesah di hadapan gedung rektorat masing-masing.
Suara Mahasiswa UNS
Di UNS sendiri aksi menuntut perbaikan sistem pendidikan tinggi tidak terlepas dari tuntutan akan kejelasan transparansi UKT, penolakan kenaikan UKT sebagai imbas pengurangan BOPTN, dan tuntutan supaya keikutsertaan mahasiswa dalam Majelis Wali Amanat (WMA) dapat diakomodasi. Tuntutan yang terakhir disuarakan sebagai respon terhadap rencana perubahan status UNS dari status Badan Layanan Umum (BLU) menjadi PTNBH.
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Darsono, yang menemui para mahasiswa di tengah aksi pun melakukan audiensi. Ia mendengarkan aspirasi mahasiswa melalui Wakil Presiden BEM UNS, Wildan Wahyu Nugroho. Menanggapi tuntutan yang diarahkan ke Kemenristekdikti, Darsono menyampaikan bahwa aspirasi-aspirasi yang terhimpun dalam kajian dikirim ke Kemenristekdikti untuk ditindaklanjuti. Sementara itu, untuk sejumlah isu terkait pendidikan di internal kampus, Darsono memberi klarifikasi bahwa kenaikan UKT dilakukan sebagai upaya penyesuaian terhadap kondisi ekonomi nasional yang sedang lesu, secara prinsip pun pihak kampus sebenarnya tidak ingin menaikkan UKT.
Perihal kepastian mengenai keikutsertaan mahasiswa dalam WMA, Darsono menjawab, “Untuk partisipasi mahasiswa dalam majelis wali amanat, kami akan berusaha supaya mahasiswa dapat diakomodasi.”
Audiensi pun berakhir setelah serah terima draf kajian BEM SI soal carut-marut pendidikan antara perwakilan mahasiswa dan Darsono, kerumanan mahasiswa pun mendengungkan lagu-lagu nasional sebagai sinyal aksi mereka telah terlaksana. Menyisakan sejumlah tanya yang belum terjawab. Seperti mengapa kuota penerima bidikmisi tahun 2016 mengalami penurunan? Padahal BEM UNS sempat mempublikasi kajian tersebut melalu media sosial sehari sebelumnya. (Iim)
0 Comments: