Dok.Pribadi |
Menengok satu dekade ke belakang, industri musik Indonesia mulai menghadapi kevakuman dan beberapa major label yang koleps. Kevakuman industri musik tersebut kemudian diambil alih oleh teman-teman indie yang berjuang. Yang bergerak lewat akar rumput dan melawan arus.
Pergerakan indie label di Indonesia merupakan fenomena yang kini dilihat cukup berkembang drastis. Band-band indie muncul di Indonesia berawal dari mereka yang ditolak major label yang kemudian mendirikan lebel sendiri ataupun penolakan terhadap major label yang terkesan menekan kreatifitas mereka.
Idealisme sangat kental di dunia ini, yang kemudian mempengaruhi cara mereka bermusik, aliran yang dipilih maupun karya yang mereka sajikan sangat beragam dan memiliki karakter kuat namun bisa menciptakan pasar sendiri. Berbeda dengan musisi major label yang disetir dalam berkarya sesuai dengan keinginan pasar.
Namun kini, istilah Indie yang berasal dari kata independensi yang berarti kemandirian menjadi pilihan bagi banyak band yang ingin mulai berkarya. “Sekarang adalah eranya indie, di balik gemerlap ibukota seperti Raisa, Isyana, di balik itu pergerakan indie sangat luar biasa,” ujar Aris Setiawan, Dosen Etnomusikologi Institut Seni Indonesia (ISI) Solo pada Senin, (31/05/2016).
Ditemui di ruang kerjanya, Aris mengatakan bahwa saat ini semua musisi ataupun yang ingin menjadi musisi bisa bergerak di jalur indie dan mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Keberadaan major label pun sekarang tidak berani membuat album dikarenakan produksinya lebih mahal daripada labanya.
Indie di Solo
Boomingnya pergerakan band indie di ibukota juga menular pada kota-kota kecil, tak terkecuali kota Solo. Tahun 2004 menjadi momen di mana band dengan jalur indie sangat happening. “Bedanya dulu belum ada kesadaran utk rekaman, kalau sekarang banyak yang sadar untuk rilis album. Nyari rilisan sekarang itu ada, dulu paling satu dua,” kenang Fajar Dwinanto, vokalis band indie dan operator Solo Radio saat ditemui di Belukar Rock Shop, Sabtu (28/05/2016).
Ia mengaku untuk segi kualitas band indie kota Solo sekarang dibandingkan dengan dulu sudah sangat berkembang. Ditunjang alat yang lengkap dan studio rekaman yang makin banyak, selain itu secara materi dan konsep manggung semakin bagus.
Peran kampus juga menjadi saksi bisu awal band indie di Solo mulai bergeliat. Panggung kampus menjadi salah satu ajang band indie Solo dan sekitarnya memperkenalkan diri dan mempertahankan eksistensi. “Dulu di kampus emang kenceng, udah kaya perang antar fakultas, kalo ngomongin panggungnya banyak di kampus. Secara lagu cover semua ya, gengsinya gede sih dulu. Sampai dilarang kampus, band indie Solo jadi kehilangan salah satu tempat manggung,” ungkap Firman Prasetyo, mantan music director solo radio, Sabtu (28/05/2016).
Peran Internet
Perkembangan jalur indie tidak terlepas dari akses internet yang semakin mudah. Hal ini diamini oleh Fajar. Ia melihat sosial media yang ada sekarang sangat membantu musisi, youtube dan soundcloud bisa dimanfaatkan untuk memperlihatkan karya mereka.
“Bayangin tuh, di tahun 2005 atau 2006 download paling banter cuma 30kbps/sec, download satu album iso ditinggal mangan, adus, resik resik, nggarap tugas,” ujarnya.
Selain berimbas pada semakin cepatnya menyebarluaskan karya, sosial media juga membantu band indie untuk menjaring lebih banyak penggemar. Ragam media sosial seperti instagram, facebook dan twitter membuat masyarakat lebih cepat tahu band dan apa karya mereka.
Di sisi lain, ekspos media yang kurang menjadi hambatan untuk band-band indie lebih dikenal di skala nasional. “Yang membedakan dengan kota lain lebih ke ekspos medianya sih, masuk Rolling Stone dari Solo susah banget. Down for Life susah banget masuk situ, sedang band antah berantah dari Jakarta padahal cuma ganti drummer bisa masuk Rolling Stone,” ungkap Fajar.
Ada Bias
Di ruang kerjanya siang itu, Aris juga menceritakan asal muasal arti indie itu sendiri. Awalnya indie merupakan tindakan yang menentang hegemoni, ketika suatu hal dianggap tidak sesuai dengan masyarakat di sekelilingnya. Dalam kaitannya dengan musik, band yang mempunyai genre berbeda dan tidak lazim kita dengar musiknya di televisi, akan memperjuangkan karya mereka sendiri untuk dikenal masyarakat. Mulai dari hal rekaman, produksi kaset hingga distribusinya dilakukan sendiri tanpa bantuan pihak luar.
Tetapi kata band indie sendiri saat ini mengalami pergeseran makna. Pasalnya sejak adanya peran internet yang membantu perkembangan band-band indie baru-baru ini dinilai menimbulkan bias. Hal ini diungkapkan Aris, “Di tahun 2000an, indie dikenal sebagai mereka yang tidak diterima major label lalu membuat pergerakan sendiri. Kalau sekarang indie dan major menjadi bias, karena mereka sekarang bergeraknya hampir seragam, lewat media sosial.”
Jika Aris mengatakan ada bias antara major label dan indie label, berbeda dengan Fajar yang merasa sudah tidak ada yang namanya band Indie.
“Terminologi Indie itu udah ga sekeren tahun 2000an, kalau sekarang sih udah beda. Dulu kita bilang ayo kita dukung band indie di kota Solo itu keren, kalau sekarang kamu bilang kaya gitu ga ada yang gubris,” ungkapnya.
Senada dengan Fajar, Firman juga mengungkapkan indie sekarang itu sudah mainstream dan tidak sesuai dengan konsep awal indie itu sendiri. Firman kemudian memberikan gambaran sederhana mengenai bias jalur indie saat ini.
“Gampangannya Endang Soekamti, dia lepas dari major label dan bikin label sendiri. Itu bisa dikatakan indie, tapi dia jadinya mainstream karena melakukan pola yang sama dengan major label. Jadi dia hanya memutus birokrasi atau mata rantainya. Band mainstream dengan pola pikir indie,” jelasnya.
Firman pun mengungkapkan dulu dapat dengan mudah membedakan apakah band itu indie atau bukan dari albumnya yang tidak ada di toko. Namun sekarang dengan dibantu distribusi, band indie ataupun tidak punya kesempatan yang sama untuk dipajang di rak yang sama.
Bagi Fajar dan Firman, indie merupakan sikap. Di mana band indie merupakan band yang merdeka, yang berkarya sesuai dengan kemauan, kemampuan dan sesuai selera mereka. Band yang tidak bergantung pada pasar dan tidak menyerah dengan keterbatasan. Jika ada band yang mengaku band indie namun mengeluh karena tidak punya tempat di pasar, mengutip apa yang dikatakan Fajar, “Serius lo band indie? Lo paham gak arti indie yang berasal dari kata independensi?” (Yasinta)
0 Comments: