Berawal dari
keprihatinan dan minimnya apresiasi generasi muda terhadap kebudayaan, terutama batik, mendorong Santoso Doellah untuk mendirikan Museum Batik Danar Hadi. Museum yang terletak
di Jalan Slamet Riyadi Nomor 261, Solo memiliki
letak yang strategis sehingga mudah dijangkau wisatawan.
Kata
Danar Hadi berasal dari gabungan nama istrinya, Danarsih, dengan nama ayah mertuanya
Hadiprayitno. Bangunan museum ini dulunya dimiliki K.P.H Wuryaningrat. Oleh sebab itu, masyarakat biasa
menyebutnya dengan Ndalem
Wuryaningratan. Setelah dimiliki oleh Santoso Doellah, bangunan tersebut mengalami preservasi dan rekonstruksi sehingga
dijadikanlah sebuah museum.
Museum Batik Danar Hadi memiliki 1078 koleksi kain batik kuno. Maka tidak heran jika museum tersebut menjadi tempat wisata yang sangat direkomendasikan oleh masyarakat. Hal
ini dibuktikan dengan diraihnya rating tertinggi tempat wisata yang paling diminati di kota Solo. Museum
ini sangatlah kental
akan budaya dan
kaya akan filosofi. Selain itu, museum ini juga pernah mendapatkan
beragam penghargaan, diantaranya penghargaan
dari Menteri Perdagangan Republik Indonesia sebagai pelestarian dan pengembangan
kain nasional tahun 2005.
(Dok. VISI/ Novi, Kurnia) |
Selain beragam koleksi kain batik, Museum Batik Danar Hadi
memiliki beragam daya tarik lain bagi wisatawan. Di sana, wisatawan dapat
mendalami proses membatik dengan mengikuti workshop
membatik, baik dengan teknik cap maupun tulis.
Hambatan
Tak
ada gading yang tak retak, seperti itulah eksistensi museum batik ini. Adanya
hambatan-hambatan seakan akan membatasi ruang gerak museum ini. “Pemerintah
kota miriknya masa kita bawa-bawa brand sih, makanya plang petunjuk arahnya dilepas mungkin karena dikira promosi,
padahal kita hanya memberi petunjuk arah bahwa disinilah Museum Batik Danar
Hadi berada” tutur Ghea,
supervisor Museum Batik Danar Hadi. Ghea juga menambahkan bahwa didirikannya museum tersebut
bertujuan sebagai media pengembangan kebudayaan, pendidikan, dan sebagai
destinasi wisata Kota Solo.
Sebagai
museum milik perseorangan,
sangat disayangkan apabila Museum Batik Danar Hadi
dianak tirikan oleh pemerintah Kota Surakarta.
Alangkah lucunya apabila obyek wisata yang paling diminati oleh wisatawan yang berkontribusi
untuk melestarikan batik tidak ada petunjuk arahnya. Sehingga tak sedikit
wisatawan yang kecelik. “Di Yogya, ada museum batik
swasta yang didukung oleh pemerintah kota Yogyakarta, dari kantor pos sudah ada
plang museum batik berapa kilo meter, hal inikan perlu di contoh oleh Pemkot
Surakarta. Kalau ada alasan tidak mau menuliskan museum batik danar hadi karena
disini ada kaitannya jualan, ya sudah ngga
usah pake danar hadi. Museum batik thok.
Karena satu-satunya museum batik di Solo, Danar Hadi,” ujar Asti, Asisten Manager Museum Batik Danar Hadi
saat ditanyai mengenai hambatan eksternal.
Namun
tidak dipungkiri juga bahwasannya
ada hambatan internal yang menghambat
pengembangan museum. Menurut Asti, hambatan-hambatan internal yang dihadapi Museum Batik
Danar Hadi diantaranya yaitu masih ada pihak dalam
yang beranggapan bahwa museum hanya buang uang saja karena tidak bisa
memasukkan uang banyak. Padahal, menurut
Asosiasi Museum Internasional,
fungsi utama museum adalah untuk memberikan pembelajaran serta membuka wacana tentang
isi museum itu sendiri,
terutama untuk generasi muda.
Kurang
Apresiasi
Sebagai ikon pariwisata di Kota Solo, Museum Batik Danar
Hadi mendapatkan apresiasi yang rendah dari masyarakat Solo.
“Masyarkat Solo responnya rendah,
kalau masyarakat luar malah tinggi. Yang luar negeri apresiatif sekali, banyak ulasan pengunjung yang
bisa di liat di Trip Advisor dari
pengunjung,” pungkas
Astri. Ghea pula menambahkan, bahwa target wisatawan hanya
dapat dicapai jika sudah masuk waktu peak
season, seperti di bulan September sampai Desember.
Menurut Asti, lemahnya apresiasi masyarakat
terhadap budaya lokal menyebabkan Museum Batik Danar Hadi kurang mendapatkan
perhatian masyarakat Solo.
Harapan
Sebagai sebuah
institusi pelestari budaya, pihak Museum Batik Danar Hadi berharap bahwa mereka
dapat “membumikan” museum dan
budaya batik kepada masyarakat. “Saya ingin kalau ada suatu kegiatan atau undangan
untuk Museum Batik Danar Hadi, anak-anak (petugas museum- red) saya suruh keluar, itukan menambah terkenalnya museum. Yang
kedua saya ingin punya program paling tidak di kota Surakarta kita masuk ke SMK
untuk memperkenalkan batik dengan cara membawa Compact Disk yang berisi proses pembuatan
batik. Jangan sungkan-sungkan untuk mengundang kami sebagai narasumber untuk
kaitannya seni kerajinan batik, kami ingin memajukan batik solo dengan
pemahaman dan pengertian modern,” pungkas Asti. Asti pula menambahkan bahwasannya museum ini akan
menyediakan kursi roda penyandang disabilitas untuk memberikan kemudahan akses.
(Novi, Kurnia)
0 Comments: