Dok. Internet |
Bangku kuliah merupakan tempat yang paling diinginkan siswa-siswi usai menuntaskan 12 tahun belajar di sekolah. Terlihat dari membludaknya jumlah pendaftar di berbagai perguruan tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan ketatnya persaingan di kalangan para calon mahasiswa agar dapat diterima di perguruan tinggi yang mereka inginkan. Kemudian, banyak dari mereka yang harus merelakan diri tidak dapat mencicipi bangku kuliah karena tidak lolos tes. Sebagian lainnya berbahagia lantaran berhasil menembus seleksi masuk perguruan tinggi.
Bagi yang mendapat
kesempatan mengenyam bangku kuliah, sudah seharusnya menggunakan kesempatan
tersebut dengan sebaik mungkin. Tidak semua orang mendapat kesempatan serupa.
Selain itu, kesempatan kuliah juga dapat meningkatkan kualitas diri seseorang.
Namun, nyatanya banyak mahasiswa
yang masih menyia-nyiakan kesempatan yang telah mereka dapat. Hal itu tercermin
dari praktik Titip Absen (TA) yang kian membudaya. Fenomena ini belakangan
menimbulkan pro dan kontra di kalangan akademisi kampus.
Di FISIP UNS misalnya. Di
kelas-kelas yang jumlah mahasiswanya banyak, acap kali jumlah mahasiswa yang
hadir di ruang kuliah tidak sesuai dengan jumlah seharusnya. Jika dicermati
dengan baik, ada satu, dua, bahkan mungkin lebih dari tiga mahasiswa tidak
hadir dalam kelas tersebut tetapi tanda tangannya tetap tertulis dalam daftar
presensi. Alasan mahasiswa menghalalkan TA bermacam-macam. Mulai dari
kesiangan, malas, hingga ‘lebih memilih jalan-jalan ketimbang kuliah’.
Seringkali TA menjelma
jadi salah satu ‘politik balas budi’. Misalnya, si A pernah meminta tolong
kepada si B agar menandatangani daftar kehadirannya. Maka, jika suatu saat si B
tidak bisa hadir pada perkuliahan, si B bisa meminta tolong si A untuk mengisi
daftar kehadirannya dengan dalih politik balas budi. “Nggak apa-apa sih, asal pernah aku titipin absen. harus ada timbal
baliknya,” kelakar salah satu mahasiswa FISIP UNS yang tidak mau disebut
namanya kepada reporter VISI.
TA kini seolah menjadi hal biasa di kalangan mahasiswa. VISI mencoba mewawancari beberapa mahasiswa FISIP dan menanyakan pendapat mereka terhadap TA. Berbagai jawaban pun terlontar dari warga kampus jingga.
“Wajar, tapi itu perbuatan yang nggak baik,” ujar Vindi, mahasiswa Administrasi Negara 2016. Lebih lanjut lagi, Vindi juga mengutarakan alasan
mengapa ia tidak menyukai TA. Hal tersebut lantaran ia menganggap TA merupakan
salah satu bentuk kecurangan yang mengakibatkan cemburu atau iri mahasiswa lain
yang rajin hadir pada perkuliahan.
Sementara itu Ardelia,
mahasiswa Hubungan Internasional 2016 yang mengaku belum pernah melakukan
praktik TA berpendapat bahwa lebih baik membolos ketimbang TA. “Dulu aja pas rumahku kebanjiran aku lebih
milih bolos daripada titip absen ke temen,”
imbuh Ardelia.
Hal senada diungkapkan oleh Pramadika. Kepada reporter VISI, mahasiswa Penyiaran 2016 ini memiliki pandangan yang sama dengan Ardelia perihal TA.
Hanya saja, mahasiswa yang akrab disapa Dika tersebut menambahkan bahwa
alangkah lebih baiknya jika dosen juga lebih memperhatikan praktik TA di
kalangan mahasiswanya. “Dosennya harus lebih tegas. Setiap selesai kelas
diabsen lagi jadi kan nggak ada yang bisa TA (takut TA-red),” pungkas Dika.
Tidak ada salahnya
sebelum dan sesudah mata kuliah berlangsung, dosen lebih memperhatikan
kehadiran mahasiswanya dengan cara mengabsennya satu persatu, jadi dapat
diketahui mana yang hadir dan mana yan tidak sehingga dapat meminimalisir
budaya titip absen ini. (Elok, Marda)
0 Comments: