Oleh : Mahardika Ditya |
dok. internet/detik.com |
Kasus e-KTP sudah terdengar sejak 2012 silam. Kasus e-KTP mendakwa dua mantan pejabat Dirjen Dukcapil Kemendagri, masing-masing Irman selaku mantan Dirjen dan Sugiharto selaku mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri. KPK menyampaikan bahwa kasus ini menghabiskan dana negara sebesar 2,3 triliun untuk masuk ke kantong-kantong pribadi. Angka tersebut bukan angka yang kecil bagi KPK jika melihat sejarah penuntasan korupsi paling besar adalah 1,2 triliun perihal Hambalang di Jawa Barat. Maka dari itu, KPK menyebut kasus ini dengan Mega Korupsi.
Ada dua kejanggalan yang terjadi dalam proyek e-KTP ini menurut Tama Langkun dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Pertama, setelah tender ditutup, spesifikasi alat yang akan digunakan dalam proses pembuatan e-KTP, yaitu signature pad, diubah. Tindakan itu jelas melanggar Pasal 79 ayat 2 Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010 yang melarang post-bidding—tindakan mengubah, menambah, mengganti, dan/atau mengurangi dokumen pengadaan dan/atau dokumen penawaran setelah batas akhir pemasukan penawaran. Kedua, Gamawan Fauzi yang saat itu menjabat Menteri Dalam Negeri, menandatangani kontrak pengadaan e-KTP saat proses lelang berada pada masa sanggah sehingga tidak memberi kesempatan kepada dua peserta lelang, Konsorsium Telkom dan Konsorsium Lintas Bumi Lestari. LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah) menyarankan penandatanganan kontrak ditunda setelah masa sanggah banding selesai. Sebab, sesuai pasal 82 Peraturan Presiden 54 tahun 2010 sanggahan banding menghentikan proses lelang. Tapi saran LKPP ini tidak diindahkan.
Jika membahas korupsi, seharusnya pemerintah bertindak tegas untuk menuntaskan korupsi di Indonesia. UU no 20 tahun 2001 pasal 2 dan 3 secara jelas memaparkan bahwa melakukan korupsi akan mendapatkan sanksi yang setimpal. KPK sebagai lembaga yang menuntaskan kasus korupsi harus bertindak netral, jangan karena ada diskusi di balik layar sehingga kasus korupsi tersebut seperti angin berlalu, dana sebesar 2,3 triliun bukanlah sedikit. KPK selaku lembaga yang sangat berperan penting diharapkan untuk menuntaskan kasus ini dengan sebaik-baiknya. Masyarakat sangat membutuhkan kejelasan atas kasus yang menyangkut 19 politikus ini.
Masih di ambang kebingungan terhadap orang orang yang memiliki status pengabdian untuk negara tetapi hanya memikirkan pribadi atau kroni tersebut. Sedangkan negara membutuhkan tenaga lebih untuk memajukan bangsa ini. Sebenarnya etika dalam pemerintah yang sering marak terjadi korupsi harus dibenahi, bukan hanya untuk kepentingan pribadi atau golongan tetapi etika yang yang dimaksud adalah rasa nasionalis terhadap bangsa sendiri bukan merusaknya dengan berbagai konflik yang terjadi khususnya korupsi yang sudah menjadi ciri khas dalam dunia pemerintahan indonesia. Tetapi bagaimana cara untuk memajukan bangsa ini, bukan hanya dari kalangan pemerintah saja melainkan seluruh warga negara di indonesia. Pesan tersirat untuk pemerintah yang memiliki pandangan buruk dari masyarakat karena kasus korupsi yang merajalela yaitu jadilah seorang yang negarawan karena seorang yang menjadi negarawan adalah seorang yang memikirkan negara untuk kedepannya, bukan menjadi seorang politik yang hanya memikirkan negara dalam jangka waktu 5 tahun.
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Kupas Tuntas Mega Korupsi e-KTP
BalasHapusSaya juga mempunyai tulisan yang sejenis yang bisa anda kunjungi di
Lembaga Pengabdian Masyarakat