(Dok.VISI/Eko) |
Judul : Adam Hawa
Pengarang : Muhidin M Dahlan
Penerbit : ScriPtaManent
Dimensi : 12 x 19 cm
Tebal : 167 halaman
Cetakan : Cetakan II Juni 2015
Oleh:
Eko Hari Setyaji
Hawa bukan perempuan pertama...
Adam dalam kitab-kitab suci agama langit,
Islam, Nasrani, dan Yahudi, dipercaya sebagai manusia pertama ciptaan Tuhan.
Makhluk berjenis kelamin lelaki ini dibuat dari tanah. Sebelum kemudian ia
diusir dari Surga, Tuhan telah berbaik hari memberinya seorang kawan
yang–sebagaimana tertulis dalam ayat-ayat Tuhan –diciptakan dari seruas tulang
iga Adam sebelah kiri (barangkali dari sini berawal penempatan perempuan dalam
saf salat berjamaah). Tersebab Adam melanggar larangan Tuhan untuk tidak
menyentuh atau apa lagi sampai berani memakan buah khuldi–buah yang hanya
tumbuh di Surga–ia pun dihukum Tuhan dengan dilemparkan ke bumi bersama “rusuk
kirinya”. Itulah sejarah yang selama ini diimani sebagai asal mula adanya
manusia di bumi. Semua seakan dibuat “terbalik dan nyeleneh ”
dalam novel karya Muhidin atau yang akrab Gus Muh ini.
Kisah bermula dari kegundahan hati Adam
mengenai penciptaannya. Adam hidup bersama tujuh kurcaci di Taman Eden
–kurcaci, makhluk ciptaan Tuhan yang biasa membuat “onar” dan ditugaskan
menjadi pengasuh Adam– tiap malam “ditemani tidurnya” oleh dongeng si Juru
Cerita (Penjaga Mimpi) – yang sejatinya merupakan jelmaan malaikat yang diutus
Tuhan untuk membimbing Adam. Adam merasa terhina dan tidak terima dengan cerita
penciptaan dirinya yang diceritakan Penjaga Mimpi.
Muhidin menyajikan dua versi “unik” mengenai
penciptaan Adam. Pertama, ia mengartikan secara harfiah Adam yang dibuat dari
tanah “lempung”. Tuhan telah
memerintahkan malaikatmalaikatnya yang setia untuk menemui kaum kurcaci yang
terkenal mahir membuat patung. Pada orang-orang mungil ini, Malaikat Pesolek
memesan sebuah patung lempung makhluk terbaru yang kelak dikenal sebagai
manusia. Gambar dan rancangan patung tersebut dibuat sendiri oleh Tuhan dengan
detail yang sangat sempurna. Ketika saatnya tiba, Tuhan menghembuskan kehidupan
ke dalam tubuh patung lempung tersebut dan memanggilnya dengan nama Adam.
Kedua, Tuhanlah yang “melahirkan Adam”. Gus Muh menafsirkan Tuhan berkelamin
laki-laki, maka Adam lalu dikisahkan lahir lewat ketiak Tuhan yang dipenuhi
bulu. Dengan kekuatan mantra “KunFaYakUnNuKaYfAnKu”
makhluk yang ada dalam pikiran Tuhan meronta keluar dari ketiak Tuhan. Tak
heran, Adam pun berpikir kalau rambut yang ada di kepala dan sekitar
kemaluannya merupakan rambut ketiak Tuhan.
Adam ternyata lebih suka dan sepakat
dengan versi kedua. Sebab menurutnya versi pertama sangat tidak keren “Lahir
dari lempung? Ah, sungguh tak elok di
kuping” ucap Adam kepada si Juru Cerita. Adam beranggapan sebutan “putra Tuhan”
tentu jauh lebih terhormat. Meskipun begitu, si Juru Cerita telah berpesan
bahwa cerita versi pertamalah yang kelak akan diyakini sebagai asal-usul nenek
moyang mereka, karena telah tertulis dengan rapih di kitab suci yang
tersembunyi di petala langit ke-6 Negeri Kabut.
Setelah sekian lama sendiri di Taman Eden,
pada suatu pagi Adam terkejut lantaran mendapati seorang makhluk lain yang
sangat mirip dengan dirinya nangkring
di batang pohon khuldi. Ah, tetapi setelah ia dekati, makhluk itu ternyata
sedikit berbeda dengan dirinya. Ia meraba sekujur tubuh makhluk tersebut dan
didapatinya tiga perbedaan mendasar dengannya. Pertama, bagian dadanya
menggelembung, tidak rata seperti miliknya, kedua, di antara selangkangannya
tidak terdapat gumpalan daging yang mirip akar tunjang seperti di tubuhnya,
hanya rata, sedikit cembung serta mirip selongsong gua bergaris lurus kebawah,
serta ketiga, lehermu lurus tidak ada tonjolan seperti buah pelir disana.
Makhluk itu menyebut dirinya Perempuan bernama Maia.
Tinggallah Maia bersama Adam di Taman
Eden, di sebuah rumah batu (entah belajar dari mana Adam cara membuat rumah
itu). Setiap detik mereka lewati dengan bercinta sampai kelelahan. Rupanya,
Tuhan yang pandai itu telah melengkapi Adam dan Maia dengan hasrat berahi yang
membuat keduanya saling tertarik dan bergairah satu sama lain. Tiada hari tanpa
bercinta. Hingga pada suatu masa Maia tiba pada titik jenuh karena pasangannya
kelewat dominan dan suka memerintah. Maia tak diperkenankan memiliki inisatif,
bahkan dalam soal bercinta sekalipun. Ia harus selalu mematuhi kehendak Adam,
tanpa boleh membantah sedikitpun. Maka, kemudian ia memutuskan minggat dari
lelaki bejat itu.
Barulah setelah kepergian Maia entah ke
mana, Tuhan memberikan Hawa sebagai penggantinya. Sosok Hawa yang lahir dari angan
dan doa Adam diawal pertemuannya dengan Adam berkata,” Aku lahir dari doa dan
harapanmu, Adam. Karena itu aku abdikan diriku sepenuhnya sebagai balas budi
baikmu.” Hawa yang penurut serta tak pernah menuntut. Disuruh apapun akan ia
laksanakan dengan kepatuhan seorang budak kepada majikannya.
Setelah setiap hari memadu kasih, Adam dan
Hawa dikaruniai Tuhan sepasang anak kembar, Khabil dan Munah. Sejak masih
berada di kandungan, kehadiran buah cinta Adam dan Hawa telah membuat sikap
Adam berubah, hingga Khabil dan Munah tumbuh dewasa mereka tak pernah akur
dengan Adam. Mereka menganggap Adam hanya lelaki kasar yang memperbudak ibu
mereka. Puncaknya Adam “mengusir” Khabil untuk mengembara enam purnama sebagai
tanda lelaki dewasa. Ditinggal kembarannya, Munah jadi stres dan hilang
ingatan, hingga akhirnya dibunuh Adam dan digantung di dahan pohon
khuldi.
Khabil dalam pengembaraannya bertemu
Marfu’ah (perempuan yang akhirnya ia nikahi karena terpaksa) –anak Maia dari
hasil bercintanya bersama Idris (adik Adam)– dan tinggal beberapa lama di rumah
batu Maia. Layaknya cerita sinetron FTV, Maia memendam dendam kesumat untuk
membunuh dan membinasakan Adam. Diawali memuncaknya amarah Khuldi dengan
keadaan Munah, Maia bersama Khabil dan Marfu’ah menyusun rencana pembunuhan
Adam, memanfaatkan kelemahan Adam yang haus berhubungan seks. Marfu’ah menjadi
umpan rencana Maia, menemui Adam di dekat pohon khuldi (tempat pertama kali
Adam bertemu Maia).
Adam akhirnya terbunuh oleh nafsu
birahinya, Marfu’ah pulang membawa dengan membawa bukti batu tajam bekas bercak
darah Adam. Khabil berselingkuh dengan Maia, setelah membunuh Idris, dan Hawa
yang kelak hidup bersama delapan anak kembar Adam –Hawa sedang hamil– menangis
tertunduk meratapi kematian suaminya di Taman Eden.
Feminisme
Radikal
Novel karya Gus Muh ini, sempat mendapat
hujatan kelompok Islam karena sudut pandang penulisannya yang dianggap
menyesatkan umat dan mempermainkan ajaran agama. Penulis juga berasumsi,
pembaca novel ini pasti akan merasa kupingnya kepanasan dengan alur cerita nyeleneh yang disajikan Gus Muh.
Di novel yang tipis ini, pembaca seolah
digiring berasumsi perempuan adalah makhluk lemah yang harus patuh serta tunduk
terhadap kaum laki-laki. Disinilah asal mula gerakan feminisme radikal muncul (di
Taman eden, Surga). Dikutip dari buku Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, Penindasan kaum
perempuan berakar dari kaum laki-laki hingga lahirlah bentuk patriarki, dimana
laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege
ekonomi atas perempuan. Maka muncullah pergerakan penentangan terhadap sistem
patriarki ini lewat sosok Maia yang tidak puas hanya menjadi perempuan pemuas
nafsu Adam.
Di luar kontroversi yang menyertainya,
novel Adam Hawa ini cukup relevan dengan keadaan masyarakat pada zaman dahulu,
yang masih menganggap kedudukan laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan.
Selain itu, cocok pula dijadikan sebagai bahan penelitian dan kajian, terbukti
dengan beberapa kali novel ini menjadi objek penelitian mahasiswa terkait
marginalisasi perempuan.
Pesan saya, Adam Hawa memang telah membongkar, merusak, merubuhkan pagar,
merapuhkan kekokohan tafsir tekstual terhadap teks suci. Akan tetapi jangan
menilai sebuah karya dari sampulnya sajamembaca novel itu, menyelami
ceruk-ceruk terdalamnya, menemukan asbab
alwurud-nya, menafsirkannya secara kontekstual dan tak tergesa-gesa
menyimpulkannya sebagai buku sesat lagi menyesatkan, apalagi memurtadkan
novelis yang (konon) masih berdarah santri itu. Sebagaimana sebuah novel
hanyalah buah karya imajinasi pengarang, bukan kisah nyata.
0 Comments: