Dok. Internet |
Satu tahun berlalu sejak dimulainya sentralisasi pelayanan
perpustakaan di Universitas Sebelas Maret. Sudah setahun pula rakyat UNS
menikmati perpustakaan pencakar langit 8 lantai. Tentunya, beragam fasilitas
dibuat sedemikian rupa untuk memanjakan para pemustaka. Namun, dibalik
kenyamanan yang ditawarkan, sebagian pemustaka malah dibuat sengsara akibat
sistem kelola perpustakaan yang seumur jagung. Besarnya ukuran perpustakaan
tidak diimbangi dengan kematangan sistem didalamnya. Berikut ini adalah laporan
VISI untuk mengulik lebih dalam sistem
kepustakaan di UPT Perpustakaan UNS.
Awal Mula Kejadian
Sore itu, tanggal 23 Februari 2017, Tsani Silmi Amalia,
mahasiswa semester 6 program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik (FISIP) UNS, mengirimkan pesan singkat pada Line group chat kelas B program studi Ilmu Komunikasi angkatan 2014.
Dalam pesan singkat tersebut, ia mengutarakan bahwa ia memiliki tunnggakan
denda pinjaman buku Komunikasi Organisasi mencapai Rp 600.000. Padahal, ia
merasa sudah mengembalikan buku yang ia pinjam empat bulan lalu tersebut.
Empat hari kemudian, ia kembali mengabarkan kasus tunggakan
denda keterlambatan pengembalian buku yang ia alami. Ia mengabarkan sudah
menemukan buku yang ia pinjam di dalam perpustakaan pusat UNS. “Aku ngubek-ngubek perpustakaan lagi, cari
buku itu (Komunikasi Organisasi –red) dan ketemunya di rak yang berbeda dan
lantai yang berbeda dari data di komputer. Untung ketemu”, pungkas Tsani dalam chat yang ia kirimkan pada
teman-temannya di grup social messanger
Line. Adanya kasus tersebut membuat VISI
tertarik untuk mengulik persoalan sistem kelola UPT Perpustakaan UNS.
VISI pun menemui Tsani di Lantai 2 Gedung
Timur UPT Perpustakaan UNS. Di salah satu bilik baca di ruang koleksi skripsi,
tesis, dan disertasi, kami pun mulai berbincang mengenai masalah yang ia alami.
Tsani menuturkan kronologi masalah peminjaman buku tersebut. “Tempo hari, aku
ingin pinjam buku. Pas di cek kartu pinjam perpustakaanku, ternyata ada buku
yang belum dikembalikan selama 4 bulan dan kena denda 600 ribu. Aku merasa gak
pinjam. Kalau aku pinjam pun, pasti sudah aku kembalikan”, ujar ia.
Karena takut lupa mengembalikan, ia yang dibantu teman-temannya
pun mencari buku yang diduga belum kembali ke perpustakaan tersebut. “Aku
ketemu bukunya dengan judul yang sama. Tetapi, buku tersebut bukan copy yang aku pinjam. Di catatan
perpustakaan, buku yang aku pinjam copy ketiga.
Sedangkan, yang ada di rak hanya copy satu
dan dua”, tutur Tsani dengan intonasi suara yang menggambarkan situasi panik
yang saat itu dialaminya.
Tsani mencoba mengingat waktu saat ia meminjam buku
Komunikasi Organisasi yang diduga belum kembali tersebut. “Aku ingat jika aku
pinjam buku itu (Komunikasi Organisasi –red) di Perpustakaan UNS lantai 5. Dan,
seorang temanku menemukan buku yang dicari-cari tersebut”, ujar Tsani dengan
perasaan gembira.
Saat VISI
menanyakan perihal penyebab terjadinya kejadian tunggakan bayang-bayamg tersebut, ia menuturkan bahwa adanya kesalahan pencatatan
nomor klasifikasi buku.
“Pas aku crosscheck ke
petugas perpustakaan, ternyata ada kesalahan pencatatan pada nomor rak di buku
dan di sistem komputer. Seharusnya, buku (Komunikasi Organisasi –red) copy 3
yang aku pinjam berada di perpustakaan gedung timur lantai 1 bersama buku copy 1 dan 2. Namun, nomor buku di buku copy 3 menunjukkan letak buku yang
berada di perpustakaan lantai 5”, tutur Tsani.
Tsani pula menambahkan bahwa petugas UPT Perpustakaan UNS
menyusun buku berdasarkan nomor yang tertera di buku. “Saat menyusun buku,
petugas tidak menyesuaikan nomor buku yang tercatat di buku dan yang tercatat
di komputer”, pungkas ia.
Tanggapan UPT
Perpustakaan UNS
Dalam mengulik lebih dalam kasus yang dialami Tsani, VISI pun menemui Ketua Divisi Humas,
Kerjasama dan Bisnis UPT Perpustakaan UNS, Achmad Nur Chamdi. Saat VISI tanya mengenai sistem kepustakaan,
ia mengatakan bahwa hal tersebut tidak terpisahkan dari pengintegrasian
perpustakaan pusat dengan perpustakaan fakultas, lembaga, unit kerja, dan
pascasarjana.
“Dengan adanya pengintegrasian, maka tidak ada lagi
perpustakaan fakultas, lembaga, unit kerja, maupun pascasarjana. Semuanya
menjadi satu dengan perpustakaan pusat”, pungkas Chamdi. Ia pula menjelaskan
bahwa ada empat hal penting untuk mendukung pengintegrasian, yaitu penarikan
Sumber Daya Manusia (SDM) pustakawan ke Perpustakaan Pusat, pematangan sistem,
perbaikan sarana dan prasarana, serta penambahan buku koleksi.
Terkait dengan klasifikasi buku, Chamdi menjelaskan bahwa
tugas tersebut dipegang oleh Divisi Pengolahan dan Pemeliharaan Bahan Pustka. “Jadi,
setiap buku dari hibah maupun pembelian, semuanya masuk ke sana dulu (divisi
pengolahan dan pemeliharaan bahan pustka –red). Setelah itu, bahan-bahan
pustaka disalurkan ke koleksi-koleksi sesuai dengan nomor klasisfikasinya”,
ujar Chamdi.
Lalu, berkaitan dengan sistem pengembalian dan peminjaman
buku, Chamdi menuturkan bahwa sistem tersebut dibuat oleh Divisi Pengembangan
Teknologi, Informasi, dan Komunikasi. “Misalnya adalah layanan SMS pengingat
serta SMS Gateway untuk mengingatkan pengembalian buku pada pemustaka. Untuk
peminjaman buku, buku yang terpinjam
langsung tercatat pada sistem UNS LA (UNS
Library Automation –red)”, kata Chamdi.
Saat ditanya mengenai kasus kesalahan penomoran buku seperti
yang dialami Tsani, Chamdi menyatakan kasus tersebut terjadi karena sistem
kepustakaan yang belum terintegrasi secara baik. “Terkait klasifikasi buku, ini
masih dalam proses. Dulu kan buku masih tersebar di fakultas dan di UPT
Perpustakaan lama, jadi pada saat penarikan ke pusat masih banyak buku yang
belum match klasifikasinya dengan
yang di pusat, kecuali jika prosesnya nanti sudah satu pintu”, tutur Chamdi.
Chamdi pula menuturkan bahwa proses pengintegrasian ditarget
dapat berjalan selama 2 tahun. Sedangkan, saat ini proses integrasi masih
berjalan selama 1 tahun sehingga sistem kepustakaan belum berjalan maksimal. “mudah-mudahan
tahun depan semuanya sudah berjalan sesuai dengan apa yang kami harapkan”,
pungkasnya.
Harapan
Dibalik belum matangnya sistem kepustakaan di UPT Perpustakaan
UNS, sejumlah harapan masihlah bermunculan. Walau Tsani sudah merasa dirugikan,
ia tetap berharap UPT Perpustakaan UNS dapat memberikan pelayanan yang lebih
baik.
“Aku harap petugas perpustakaan bisa lebih disiplin dan
sistem kepustakaan diperbaiki. Tempat peminjaman, pengembalian, dan pembaharuan
barcode buku juga harus terpusat.
Selain itu, jumlah buku yang tersedia dengan jumlah di katalog komputer juga
harus disinkronisasikan”, ujar Tsani.
Sama dengan Tsani, Griska, mahasiswa Pendidikan Geografi, menuturkan sistem keamanan di UPT Perpustakaan UNS harus lebih diperketat. “Mungkin bisa dipasang CCTV di area-area yang rawan seperti pintu masuk ruang koleksi. Agar tidak ada buku yang dicuri, baik sengaja maupun tidak sengaja, seperti terselip di tas laptop. Sehingga, para pelaku yang melakukan pencurian buku secara sengaja dapat dikenakan sanksi yang tegas”, ujar ia. (Ade Uli/Arwin/Atta)
0 Comments: