Mahasiswa FISIP UNS sedang melakukan Danus. (Dok.VISI/Andi) |
Pagi itu, Dian memulai
kegiatannya dengan tergesa-gesa. Jam tangannya menunjukkan waktu pukul
07.15 WIB. Ia beranjak menuju
kampus karena ada kuliah pagi yang harus dihadiri. Sesampainya di kampus, Dian
melihat temannya membawa seperangkat kotak makanan, yang setelah diamati dengan saksama ternyata berisi barang Danus milik organisasinya.
Danus adalah akronim dari Dana
Usaha, yakni kegiatan mencari dana dengan melakukan sejumlah
usaha seperti menjual makanan, minuman, dan sebagainya. Danus dilakukan anggota organisasai untuk membiayai acara dari
organisasi tersebut. Bedanya dengan usaha mandiri, Danus lebih bergantung
terhadap dinamika program kerja dan kegiatan di suatu organisasi.
“Kalau
untuk (dangangan Danus -red) itu biasanya saya ambil di pasar Panggungrejo di belakang kampus,
yang biasa langganan,” ujar Natalia Marstella Tambunan, mahasiswa Administrasi
Publik 2016 saat ditemui VISI, Selasa (7/11/2017).
Natalia biasa melakukan kegiatan Danus di kelas. Ia juga menuturkan kerap memakai tenaga teman-temannya yang lain untuk menjual dagangan Danus milik organisasinya. Para pelaku Danus lebih memilih waktu pagi untuk menjajakan dagangan, karena
biasanya para mahasiswa tidak memiliki waktu untuk membeli atau membuat sarapan
akibat adanya kelas yang harus dihadiri.
“Bagus,
karena bisa untuk mengganjal perut apalagi untuk anak kos yang biasanya kalau
pagi belum sarapan,” ujar Sri Widhawati yang biasa disapa Wiwid, mahasiswi jurusan Sosiologi 2016 saat diwawancarai VISI, Selasa (7/11/2017).
Selain
di kelas dan daerah kampus, para pelaku Danus juga menjajakan dagangan mereka saat Car Free Day (CFD) yang digelar pada hari Minggu di Jalan Slamet Riyadi. Makanan yang biasanya
dijajakan yakni jajanan pasar seperti tahu bakso, sosis ayam, pastel,
pisang coklat, risoles, dan sebagainya.
Meski dipandang sepele, nyatanya ada beberapa kendala yang
harus dihadapi oleh para pelaku Danus. Misalnya, keinginan
pelanggan terkait dagangan yang ditawarkan.
“Pernah, sering malah, tapi ya kadang
gitu, ketika request-nya (permintaan jenis dagangan -red) sudah
dilaksanakan tetap saja tidak dibeli,” imbuh Natalia.
Selain
pesanan oleh konsumen, kendala lain adalah tak bisa dilakukannya pengembalian dagangan yang tidak laku ke pemasok,
mengingat barang tersebut sudah tidak fresh
lagi. Untuk melayani konsumen yang ingin membeli jajanan lebih dari
satu, penyediaan plastik kecil sebagai bungkus juga salah satu faktor
penting.
“Kadang mereka juga tidak bawa plastik atau tisu jadi susah jika mau
beli banyak," ujar Wiwid.
Terlepas dari kendalanya, banyak manfaat yang dapat diambil
dari kegiatan Danus, misalnya pembagian waktu. Mahasiswa yang mendapat tugas Danus dituntut dapat membagi waktu
antara Danus dan kuliah agar studi tidak terganggu,
“Tidak terganggu sama sekali. Karena kalau lagi kuliah ya kuliah dan setelah dosennya keluar
baru menjual dagangan Danus, itu kalau saya sebagai penjual,” ujar Alfian Rahardian
Afif, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2016 yang kerap melakukan Danus.
Dampak
positif lainnya yakni melatih jiwa kewirausahaan mahasiswa. Tak jarang Danus malah membuka ide membuka bisnis bagi seseorang.
“Kalau saya melihat lebih ke yang positif,
karena yang pertama, kalau kuliah pagi biasanya anak-anak (mahasiswa -red) tidak sempat
makan, dan juga yang kedua, ini memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk
berwiraushana,” kata Sudaryanti, dosen Ilmu Administrasi Publik FISIP UNS saat
ditemui VISI, Jumat (10/11/2017).
Begitu
banyak yang dihadapi mahasiswa saat melakukan Danus demi melancarkan pendanaan kegiatan keorganisasian. Namun yang
paling penting adalah kemampuan mahasiswa untuk membagi waktu, agar kegiatan
organisasi dan kegiatan kuliah dapat dilakukan dengan baik, tanpa condong ke
salah satu sisinya. (Andi, Nabilah)
0 Komentar