Oleh : Eko Hari Setyaji
“Tidur nyenyak, makan enak” − Irwan Bajang
Aku
menciumnya dalam sekali. Melupakan banyak nama, tempat, dan alamat. Kami
berciuman. Ciuman yang dalam dan lambat. Selamat datang mimpi dan harapan.
Selamat datang kematian.
Remi tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi
pembunuh, apalagi dalam tempo secepat ini. Sebuah kejadian tak terduga begitu
cepat mengubah sisa perjalanan hidupnya.
Malam itu, malam sial memang. Keributan di bar begitu
cepat terjadi. Pemabuk yang marah menyerang Remi dengan botol pecah di
tangannya. Mendapat serangan mendadak yang mematikan, insting silat yang pernah
ia asah selama tiga tahun terakhir bekerja dengan sendirinya. Ia menghindar,
memiringkan tubuhnya ke kiri, berputar ke belakang, menekuk tangan musuhnya,
lalu merebut separuh botol pecah itu. Tanpa babibu, pecahan itu langsung ia
tancapkan ke mata musuhnya lalu ia cabut dan tancapkan lagi dengan keras pada
leher musuh. Darah muncrat. Begitu musuhnya kejang dan berteriak kesakitan,
barulah Remi sadar bahwa ia telah bergerak terlalu jauh.
“Lari, Mas. Lari!”
***
Dari pintu yang terbuka keluar, datanglah enam orang
berpakaian hitam dengan membawa pentungan, senjata tajam, dan pisau. Lalu
muncullah sosok gendut dengan bekas luka di mata kirinya. Remi tahu siapa dia.
Remi memandang wanita di hadapannya dengan raut benci, kaget, dan bercampur
dengan pandangan penuh pertanyaan.
Wanita memang racun dunia!
Enam Tahun
Irwan Bajang merampungkan tulisannya dalam waktu yang
cukup panjang. Terhitung sejak presiden negeri kita masih gemuk hingga beralih
pada kepemimpinan baru. Namun, hanya dalam waktu kurang dari setengah hari, saya tuntas membaca
kumpulan cerita ini. Tak sebanding
dengan lamanya proses penyelesaian tulisan. Tetapi, tak apalah. Kumpulan cerita
pendek ini cocok untuk dijadikan teman ngopi sambil menikmati santai liburan kuliah
yang diliputi nuansa kesedihan menanti nilai yang tak kunjung keluar.
Saat membaca judul buku ini, saya berimajinasi akan ada
banyak kisah haru dan kematian yang disebabkan oleh tiga hal berbahaya di
dunia; harta, tahta, wanita. Benar saja. Banyak kepedihan yang tercipta akibat
terlena pada tiga hal tersebut.
Buku kumpulan cerita ini secara garis besar
terbagi atas tiga bagian yang disusun dengan menyesuaikan tata letak menurut
pengalaman Irwan.
Dalam kumpulan cerpen ini, terdapat tiga tokoh utama
yang paling sering muncul dalam 17 cerita yang ada. Tokoh pertama yaitu Remi,
seorang penulis blog yang menjadi buronan aparat negara. Tokoh berikutnya yaitu
Aria, calon istri Remi yang ditinggal dalam pelarian. Yang terakhir yaitu
Latifa, gadis berperawakan Arab yang menjadi pujaan hati misterius Remi.
***
Bagian awal dari buku ini menceritakan seorang
presiden dari partai oposisi yang baru saja berhasil menggulingkan tampuk kekuasaan presiden zalim −yang telah berkuasa selama 27 tahun 6 bulan. Sang
Presiden membawa misi maha berat, yaitu menciptakan negeri yang damai dengan
seluruh warga yang tidak pernah bersedih dalam keadaan apapun. Kesedihan
menjadi sesuatu yang diharamkan dalam kepemimpinannya di negeri tersebut.
Beberapa pihak tidak menyukai misi Sang Presiden. Segerombolan
pemusik dan sastrawan mulai melakukan pertemuan rahasia untuk melakukan
propaganda melawan kebijakan pemerintah. Mereka beranggapan, “Kenapa kita tidak
boleh bersedih? Kesedihan itu menenangkan. Kamu tak bisa hanya tertawa.”
Suatu ketika, kegiatan terselubung tersebut diketahui
oleh presiden. Pentolan pemusik dan sastrawan diadili dan dibunuh. Atas
kejadian tersebut, Sang Presiden tetap meminta rakyatnya untuk berbahagia dan tertawa.
Poster-poster anti kesedihan ditempel di sepanjang jalan guna menegakkan
kebijakan pemerintah. Namun, apa daya? Rakyat sudah jengah.
Jumat pagi, manusia-manusia berpakaian hitam muncul di
pusat-pusat keramaian. Mereka menyanyi, membaca puisi duka, dan meratap. Suara
tangisan mereka seperti suara yang datang jauh dari liang neraka. Setiap hari,
jumlah mereka semakin bertambah. Gerombolan mereka tak bisa dibendung. Semakin
banyak yang ditangkap, semakin banyak yang datang. Di musim hujan, beberapa
orang dipukuli di jalanan namun mereka tetap bernyanyi dan berpuisi.
Pada akhir masa jabatannya, Sang Presiden−didampingi ajudan
dan barisan pejabat teras partainya−berpidato, “Demi kebahagiaan rakyat, saya tak mau ada
yang bersedih. Saya akan terus memerangi kesedihan bersama negara kita tercinta.”
– Sang Presiden dan Buku Puisi Kesedihan (2014)
***
Bagian kedua membahas sedikit tentang imajinasi hantu.
Irwan, melalui karakter Remi, menceritakan kisah pertemanan singkatnya dengan
seekor kucing yang diberi nama UFO. Kucing tersebut rupanya telah mati
tertabrak mobil.
“Itulah yang membuatku takut. Ia datang begitu
tiba-tiba. Sesuatu yang datang cepat, biasanya akan pergi dengan cepat pula.” – Kuberi
Nama UFO (2012)
***
Setelah lelah menjadi presiden dan bercengkerama
dengan hantu, bagian akhir dalam kumpulan cerita ini lebih mengaduk emosi pada
kepedihan akibat wanita yang tak lain merupakan racun dunia. Irwan menceritakan
tokoh Remi−penulis blog neraka kecil yang menjadi buronan aparat negara−sedang
bersembunyi di sebuah daerah terpencil. Di tempat itulah, pertemuan Remi dengan
Latifa−gadis keturunan Arab yang bertubuh seksi, berbibir tipis, dan berambut
hitam ikal−terjadi. Latifa merupakan gadis pujaan Remi, yang disukainya sejak awal
bertemu. Kehadiran Latifa memunculkan dilema cinta Remi dengan Aria, kekasih
yang ditinggal lari karena status buronannya.
Kisah cinta segitiga sepintas diulik dalam setiap cerita
pendek Irwan. Akhir cerita mengisahkan, Remi tersadar bahwa bermain api dengan
wanita dapat menghancurkan segalanya.
“Kini Remi tahu, ia sudah lama tak belajar dan
menekuni silatnya. Ia tahu, ia lama tak berlangganan komik detektif dan terlalu
lama hidup dengan ayam-ayaman. Tapi ia juga tahu, maut dan neraka tak pernah
jauh dari dirinya. Ia menoleh benci ke arah gadis bermata terang itu,” – Neraka
Kecil dan Sebuah Jalan Kematian (2015)
Kisah Akhir
Tak sedap rasanya jika hanya melewati kesenangan dan
kegembiraan saja di dunia ini. Keseimbangan, haruslah ada. Layaknya manusia
yang diciptakan berpasang-pasangan, ada kegembiraan dan ada pula kesedihan. Ada
laki-laki, ada wanita. Ada presiden, ada rakyat. Selayaknya buku ini, keseimbangan
antara ilustrasi gambarnya yang minimalis dengan jumlah halaman yang tipis,
melahirkan kombinasi hiburan yang sempurna di tengah penat kesibukan.
0 Komentar