Asep (19) dan Budi (18) menikmati karya Muhlis Lugis pada pameran "Ke Mana Harga Diri" pada Senin (16/04/2018) di Balai Soedjatmoko. (Dok. VISI/Ola)
|
Lpmvisi.com,
Solo – Usai
sukses menyelenggarakan Kompetisi Internasional Trienale Seni Grafis Indonesia
V, Bentara Budaya menggelar pameran grafis karya Muhlis Lugis, pemenang ketiga
kompetisi. Seniman grafis asal Makassar itu mengusung tema “Ke Mana Harga Diri”
pada karyanya yang dipamerkan di Bentara Budaya Balai Soedjatmoko sejak Kamis
(12/04/2018) hingga Jumat (20/04/2018) nanti.
Lewat cukilan kayu di atas kertas
yang didominasi warna hitam dan putih, Muhlis memberikan makna mendalam yang
detail, kelam, dan peka pada setiap karyanya. Kebanyakan karyanya berbentuk
kritik sosial dan bergaya surealis, menceritakan tentang hiruk-pikuk manusia di
era global. Dibesarkan dalam budaya Bugis yang menjunjung tinggi martabat serta
harga diri, Muhlis menjadikan latar belakang ini sebagai landasan berkarya dan
mengusung tema "Hilangnya Budaya Malu" dalam pamerannya kali ini.
Beberapa karya
Muhlis yang dipamerkan pada pameran seni grafis “Ke Mana Harga Diri” pada hari
Senin (16/04/2018) di Balai Soedjatmoko. (Dok. VISI/Ola)
|
Internasional Trienale Seni Grafis
Indonesia sudah menjadi agenda kompetisi tiga tahunan Bentara Budaya bagi para
pegrafis Indonesia maupun luar negeri. Seusai kompetisi berakhir, karya-karya
para pemenang kompetisi akan dipamerkan secara bergilir di Bentara Budaya
Jakarta, Yogyakarta, Solo, dan Bali untuk dinikmati masyarakat umum. “Bulan
April ini giliran pemenang ketiga untuk dipamerkan. Bulan lalu sudah dipamerkan
karya pemenang pertama dan kedua,” jelas Jepri Ristiono, Anggota Tim Bentara
Budaya Solo saat ditemui VISI pada Senin (16/04/2018).
Pameran dibuka pada 12 April 2018
dengan sambutan dari Edy Sunaryo, seseorang yang disebut sebagai bapak grafis
Indonesia. Acara pembukaan dihadiri oleh kurang lebih 170 orang. Hadir pula
beberapa pegiat seni ternama seperti Bambang Bujono dan Halim HD. Di tengah
rintik hujan, musisi Samalona Reggae menghibur pengunjung dengan musik reggae.
Teknik cukil kayu yang digunakan
oleh Muhlis pada karyanya memiliki ciri khas khusus dan berebeda dari segi
tekniknya. Teknik ini disebut teknik grafis paling kuno yang sudah digunakan
sejak abad ke-5 Masehi.
Alfi, salah satu pengunjung pameran
mengakui karya Muhlis di pameran ini menarik sekali. Mahasiswi Pendidikan Seni
Rupa di Fakultas Keguruan dan Pendidikan (FKIP) UNS ini mengakui bahwa teknik
cukil sulit dilakukan dan membutuhkan konsentrasi tinggi untuk menghasilkan
citraan visual. “Teknik cukil kayu itu
susah tapi semua karya Muhlis di sini sangat keren, detail, dan bermakna
dalam,” imbuhnya.
Pameran ini cukup menarik minat
pengunjung. Setiap harinya, kurang lebih seratus pengunjung terdaftar di buku
tamu. Beberapa di antaranya adalah pengunjung toko buku Gramedia yang tertarik
untuk berkunjung menikmati seni grafis di Balai Soedjatmoko. Asep, salah satu
pengunjung pameran, berpendapat bahwa acara pameran seni seperti ini penting untuk
dinikmati oleh masyarakat. Selain sebagai hiburan, pameran ini juga mengenalkan
kepada masyarakat tentang ragam seni grafis dan media pengenalan budaya.
(Dania, Ola)
0 Komentar