Suasana Solo indonesia Culinary Festival (SICF) yang bertempat di Stadion Manahan Solo pada Sabtu (13/04/2018). (Dok. VISI/Syam). |
Lpmvisi.com,
Solo – Bermula di tahun 2014, Solo Indonesia Culinary
Festival (SICF) sukses menjadi event tahunan Kota Solo yang dinanti-nanti. Di
tahun 2018 ini, SICF kembali hadir untuk yang kelima kalinya. Berlokasi di
Stadion Manahan Solo, SICF 2018 digelar selama empat hari berturut-turut mulai tanggal 12 sampai 15
April 2018. SICF 2018 masih mengangkat tema yang sama, yaitu Kuliner Tempo
Dulu. 170 stan yang terdiri dari stan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) serta stan Perusahaan Nasional mewarnai gelaran tersebut. Jumlah
stan terbilang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, yang hanya berkisar 140
stan.
Koordinator Panitia SICF 2018, Mukhlis, menjelaskan
bahwa pelaksanaan festival ini bertujuan untuk mempertahankan kuliner Solo
tempo dulu supaya tidak dilupakan. Lebih lanjut, ia pun menjelaskan bahwa SICF
2018 merupakan ajang edukasi dan rekreasi bagi masyarakat. Melalui acara
tersebut, Mukhlis berharap masyarakat dapat mengetahui bahwa kuliner tidak
sebatas fast food saja.
“Kita berharap kuliner tempo dulu di Solo itu
menjadi ikon kuliner yang tidak dilupakan. Kita ingin generasi muda masih
mengenal dan menikmati kuliner itu,” sambung Mukhlis.
Selain menyuguhkan ratusan stan makanan, SICF
juga menyediakan sebuah tempat khusus bernama Zona Tempo Dulu. Di tempat tersebut ditunjukkan nuansa memasak makanan khas Solo dengan
perlengkapan tradisional ala jaman dahulu. Zona Tempo Dulu baru hadir di tahun ini sebagai pengembangan Dapur Kecil yang ada
pada tahun lalu.
“Kalau dulu hanya ada Dapur Kecil. Tetapi karena
animo masyarakat lumayan (besar –red), kita besarkan (menjadi Zona Tempo
Dulu –red),” ungkap Mukhlis.
Meskipun SICF masih mengusung tema “Kuliner Tempo
Dulu”, lengkap dengan hadirnya Zona Tempo Dulu, Beni (52) ─ salah seorang
pengunjung ─ mengaku menyesalkan kurang dominannya makanan tradisional yang
disediakan. “Ini festival makanan tradisional ya, tapi banyak makanan Korea.
Seharusnya makanan tradisionalnya yang lebih dominan,” ujar Beni. (Nabilah, Syam)
0 Komentar