Lpmvisi.com, Solo - Gerakan
Mahasiswa pada Mei 1998 menjadi puncak dari pergolakan sosial politik pada saat
itu. Tahun 1997 Soeharto kembali terpilih menjadi presiden dan memimpin
Indonesia selama 32 tahun. Sementara banyak hal yang menjadi dampak dari
kebijakan masa orde baru, yang tidak juga terselesaikan. Keterpurukan ekonomi
Indonesia di tahun 1997, seiring dengan terpuruknya perekonomian dunia,
mengakibatkan kenaikan harga besar-besaran. Sementara itu, masyarakat kesulitan
mendapat uang. Namun kemudian tidak ada kebijakan pemerintah yang
mengindikasikan dukungan kepada masyarakat agar memiliki ketahanan ekonomi. Ini
menjadi salah satu pemantik pecahnya gerakan Reformasi tahun 1998.
20
tahun berlalu, rupanya reformasi tidak berhenti begitu saja. Lima puluhan
mahasiswa berkumpul di Teater Arena Taman Cerdas Jebres pada Minggu sore (20/05/2018).
Mereka berkumpul untuk mengenang reformasi dan menggelar diskusi bertajuk “Apa
Kabar Reformasi?” bersama Sugeng Riyanto, seorang aktivis mahasiswa pada masa
reformasi. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) bersama Keluarga Mahasiswa Seni
Rupa (KMSR) Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Sebelas Maret
(UNS).
Mengingat reformasi dalam diskusi "Apa Kabar, Reformasi?" yang berlangsung di Teater Arena Taman Cerdas Surakarta (Dok. VISI/Yuni) |
Sugeng
Riyanto menceritakan bagaimana situasi politik, sosial, dan ekonomi pada masa
sebelum pecahnya reformasi. Anggota DPRD Kota Surakarta tersebut juga bercerita
mengenai dominasi partai penguasa pemerintahan yang begitu luar biasa dan
minimnya ruang publik untuk menyampaikan aspirasi. Sugeng kembali mengenang
ketika tahun 1997, ia bersama kawan-kawannya sesama mahasiswa yang tergabung
dalam aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), hendak mengadakan sebuah diskusi
dengan menghadirkan Slamet Suryanto yang pada saat itu menjabat Ketua Dewan
Perwakilan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Diskusi tersebut
diselenggarakan untuk membahas seperti apa sudut pandang PDI mencermati
dinamika sosial politik Indonesia secara makro.
“Diskusi
yang belum berlangsung, dibubarkan oleh intel dari aparat. Padahal itu
merupakan diskusi resmi dan terbuka untuk umum, tidak secara sembunyi-sembunyi,”
tuturnya.
Selain
mengenang reformasi tahun 1998, diskusi sore itu juga menyoroti pergerakan
mahasiswa pada masa ini bersama Adin Hanifa, Mahasiswa Program Studi (Prodi)
Ilmu Komunikasi FISIP UNS. Presiden BEM FISIP 2016 tersebut menegaskan tentang
pentingnya pergerakan mahasiswa untuk memiliki keresahan bersama, konsisten
dengan apa yang diperjuangkan, dan adanya regenerasi pergerakan. Regenerasi,
bukan hanya perihal adanya adik tingkat yang meneruskan, melainkan adanya
spirit pergerakan yang harus ditegakkan meskipun sudah tidak menjadi mahasiswa
lagi. Adin juga mengungkapkan keprihatinannya pada gerakan mahasiswa saat ini
yang menyekatkan diri dengan batas batas ideologi tertentu.
Muhammad
Shidiq, Mahasiswa Prodi Sosiologi FISIP UNS, yang juga menjabat sebagai Menteri
Luar Negeri BEM FISIP UNS menjelaskan, momentum reformasi bukan satu-satunya
alasan diskusi ini dilakukan. Menurutnya, yang menjadi hal penting dalam agenda
ini adalah analisis mengenai pergerakan mahasiswa pada masa ini.
“Harapannya agar peserta yang hadir juga ikut
terpantik, mengetahui seperti apa sih analisa gerakan mahasiswa dulu dan saat
ini.” Uangkapnya
.
Selain diskusi, acara tersebut juga menampilkan live mural oleh mahasiswa FSRD. Ditemui
usai acara, Amanda selaku Wakil Ketua KMSR mengungkapkan agenda ini sekaligus menjadi kesempatan besar
bagi KMSR untuk menjalin hubungan baik dengan fakultas lain. Ia juga
menambahkan, melalui seni dapat menjadi salah satu cara untuk menyalurkan aspirasi.
Amanda juga mengaku senang dengan adanya diskusi “Apa
Kabar, Reformasi?”. “Aspirasi dari mahasiswa manapun dapat secara langsung
tersalurkan. Dan aspirasi tidak hanya dari omongan, kita mahasiswa seni
menyalurakan aspirasi dengan gambar,” sambungnya.
Dari bangku peserta, Fera Wati−mahasiswa Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)− yang menyempatkan hadir mengaku dirinya tertarik
mengikuti agenda tersebut karena menurutnya diskusi tersebut masih jarang
dijumpai. Ia juga menyebutkan, dua puluh tahun peringatan Reformasi bukan
momentum yang dapat dijumpai berkali-kali.
“Harapannya acara semacam ini akan semakin menjamur,
tidak hanya sekali. Follow-up-nya
juga, setelah acara ini ada apa lagi. Biar mahasiswa juga semakin tertarik,”
pungkasnya. (Yuni)
0 Comments: