Oleh : Rachma Dania
Bel pulang
sekolah sudah berbunyi 15 menit yang lalu. Dengan takut-takut Budi melangkah
menuju ke belakang sekolah, menemui kawannya Aryo sang bandar.
Sekolah sudah
mulai sepi entah mengapa suasana itu malah makin menambah “disko” jantungnya,
ingin Budi pulang saja, ‘ah kepalang tanggung’ ungkapnya dalam hati. Tinggal
melewati belokan maka
“woy, lama
sekali kamu bud”
Budi terjengkang
kebelakang dengan posisi terlentang. Ia kaget bukan main, Aryo mengagetkannya
tepat sebelum ia berbelok menuju lokasi perjanjian mereka.
“kamu ini
ngapain tiduran, kaya mau di-anu aja. Aku udah bawa pesenan kamu”
ujar Aryo agak berbisik
“heh jangan
ngomong keras-keras, ayo ke bawah pohon mangga enggak kelihatan orang kita dari
sana”
...
Budi pulang
dengan perasaan campur aduk, takut, deg-degan, tapi juga penasaran. Di dalam
angkot budi tak henti-hentinya memeluk kencang tasnya ia takut tasnya tiba-tiba
terbuka dan menampakkan hasil transaksinya bersama Aryo, majalah dewasa TOP. Aryo
memang sudah terkenal sebagai bandar bokep, biasanya ia mendapatkan
barang dagangannya dari anak yang lebih tua lalu ia jual kembali setelahnya.
Begitu sampai
rumah budi segera berlari ke kamarnya, ayah dan ibunya memang belum pulang.
Budi segera mengunci kamar dan membuka majalah dewasa TOP nomor
17 dengan saksama dan penuh penghayatan. Covernya saja sudah
menantang dengan model yang hanya mengenakan dalaman dengan talinya yang tidak
terpasang dengan rapi. Semakin penasaran ia semakin membuka lembaran majalah,
foto-foto tersebut membuat hidungnya kembang kempis dan badannya melemas.
Kecuali satu bagian sakral di tubuhnya.
Setelah melirik
pintu yang dipastikan sudah di kunci dari dalam, tangan budi mulai menuju ke
celana seragam smpnya.
“Budi, kamu
sudah pulang?” ucap Inggar kakak perempuan Budi satu-satunya, ia bertanya
sambil berusaha membuka pintu kamar Budi.
“kok dikunci.
Budi kamu lagi ngapain?”
Budi langsung
menggagalkan aksinya dan menjawab sang kakak dengan lesu, dengan sedikit
kebohongan. Inggar langsung pergi menuju kamarnya sendiri.
‘nanti malam
saja deh, aku lanjutkan’ ucapnya dalam hati. Daripada dongkol Budi mau pergi
saja bermain ps di rumah Handri salah satu sahabat baiknya. Tak lupa ia
menyembunyikan majalahnya ke bawah kasur
Kebetulan saat
sudah sampai di depan rumah, Handri sedang akan menghidupkan PS2nya, keluaran
terbaru.
“woy Budi ayo
kita main” ujar Handri yang bertemu mata dengan Budi yang memang hobi
srobat-srobot masuk ke dalam sahabatnya itu.
Budipun
mengangguk dan duduk di sebelah Handri, lama mereka bermain munculah perempuan
usia 20 tahunan. Ia terlihat sedang membersihkan lemari yang terlihat dari
ruangan Handri dan Budi bermain PS. Sontak saja Budi menjadi tak fokus, Handri
berhasil memenangkan duel Guitar Hero yang mereka habis mainkan.
Mba Diah
namanya, perempuan yang dibawa kedua orang tua Handri dari desa tempat neneknya
berasal. Perempuan dikuliahkan Ayah Handri, ia juga banyak membantu pekerjaan
rumah tangga keluarga Handri.
Menurut Budi,
Mba Diah adalah orang yang cantik, dengan senyumannya yang semanis gula jawa.
Tidak hanya itu, kulit Mba Diah terlihat kuning langsat dan terawat, Budi akui
ia menawan. Budi senang sekali memandanginya karena selain cantik, Mba Diah
juga rajin dan baik. Ia sering tersenyum ramah kepada Budi saat ia sedang
mampir ke rumah kawannya itu.
Semakin sering
memandangi Mba Diah entah mengapa Budi merasakan hal yang berbeda, perasaan
yang deg-degan dan rasa ingin mendekati Mba Diah. Budi ingin sering
membayangkan Mba Diah dan dirinya sedang jalan-jalan di pasar malam sambil
bergandengan tangan, Budi ingin Mba Diah.
Akan tetapi Budi
hanyalah remaja baru puber biasa, dirinya mana berani menggandeng tangan pujaan
hatinya apalagi tanpa alasan. Walaupun Budi tak pernah menggandeng Mba Diah ia
pernah melakukan hal yang lebih dari itu, meskipun tanpa sengaja.
Pernah suatu
ketika ia lewat di depan pintu kamar Mba Diah yang terbuka seperempatnya.
Melalui celah itu ia disuguhkan pemandangan mba diah yang sedang ganti baju.
Langsung saja budi berkeringat dingin melihat pujaan hatinya yang setengah
telanjang. Ini perasaan pertama budi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya,
perasaan menggebu dan panas dingin, diselingi rasa yang penasaran dan
bikin nagih.
Puncaknya pada
suatu malam sambil memimpikan Mba Diah, Budi mengompol tapi nikmat. Selanjutnya
ia mengerti inilah yang dinamakan mimpi basah.
...
Malam sepulang
dari rumah Handri, Budi langsung saja melaksanakan aksinya setelah semua orang
di rumahnya tertidur. Bukan main Budi ketagihan, setelah melakukan eksekusi ia
bahkan rela menyisihkan uang sakunya banyak-banyak demi majalah dan tabloid
serupa yang tentunya dibeli dari Aryo.
Sudah menjadi
kebiasaan ia selalu menyimpannya di bawah kasur. Secara bertahap mengecek
Majalah kesukaanya tersebut hingga suatu hari ia menemukan majalahnya
menghilang. Namun sebagai ganti ia menemukan majalah lain yang lebih bermutu,
model-modelnya bahkan lebih cantik dan sopan.
Budi merasakan
malu yang luar biasa bahkan tidak berani keluar kamar selain untuk makan.
Ajaibnya majalah itu selalu berganti sesuai dengan tanggal terbitannya. Ia tentu
tidak berani bertanya dan tidak ada anggota keluarga Budi yang membahasnya,
semua biasa saja.
Sebenarnya
selain majalah Budi juga menemukan beberapa buku tentang masa remaja dan
tentang kisah cinta terkadang kisah fiksi maupun non fiksi yang membicarakan
tentang masa muda dan gairah hormon yang membara. Budi secara tidak langsung
memahami mana sikap yang baik dan buruk untuk melewati masa remajanya ini.
Supply majah terus berlangsung untuk waktu yang lumayan lama. Ia mengingat
betul supply majalah ditutup dengan buku Di Balik
Jendela SMP karya penulis Mira W. Dari situ ia mengerti bahwa membuang
masa muda untuk sesuatu yang belum saatnya merupakan tindakan yang tidak keren
dan juga merepotkan.
Sampai
berakhirnya semua hubungan distributor dan konsumen ini berlanjut Budi sama
sekali tidak tahu siapa dalang dibalik pelaku semua ini. Budi juga tidak ingin
tahu, ia malah berterima kasih kepada keluarganya. Ia merasa dihargai dan
disayangi oleh keluarganya, ia merasa disayangi karena keluarganya bisa
memahami masa pubertasnya dan tidak pernah meributkan dan mempermasalahkan
insting seksualnya.
Dan untuk Mbak
Diah, ia pergi setelah menyelesaikan kuliahnya ia mengetahui kabar kepergian
ini seminggu setelah pujaan hatinya pergi. Sebagai remaja tanggung yang bingung
harus apa, ia merelakan Mbak Diah. Dalam lubuk hati yang terdalam Budi
berterima kasih kepada Mba Diah, tanpa disadari ialah yang membimbing Budi
melewati masa pubernya dan menghiasi mimpi-mimpi Budi di setiap malamnya.
0 Comments: