Saya fikir Indonesia masih menghijau
Nyatanya dia kini mulai kacau
Tempo hari aku masih mencium aroma
petrikor
Ternyata itu ilusi bikinan para
pesohor
Dan bisa bisanya saya bangga
mengenali wajah wajah pesohor
Nyatanya ada wajah nanar di balik
deru mesin mesin yang bocor
Bocor dan imbasnya saudaraku yang
menelan mentah mentah
Saudaraku yang ternyata menanti
kepulangan pemilik wajah nanar itu
Mengapa semua berteriak?
Karena memang gaung modernisasi
membuyarkan kegusaran di bawah semen semen dan beton
Mana mungkin rintihan itu melewati
celah semen berangka besi-besi berjuta ton
Cerita berlanjut,
Semua lari, semua baris, semua
mengadu
Tapi apa rayu mu?
Katamu jangan tertipu, apa lagi
habiskan recehmu
Pulanglah semua sudah akan berlaku
Saudaraku kau dorong mundur perlahan
namun kekecewaan masih tergambar
Berkendara saja kau begitu di
jalan-jalan yang kami bangun dari peluh kami
Katamu semua akan aman,
Seolah kami tak mendapatkan banyak
pelajaran dari lembaga yg kau tunjuk untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
Saudaraku mati matian keluar masuk
studi, katamu saudaraku tak berbudi
Jadi sudah sejak kapan negeriku mulai
kehilangan tempat berlindung ?
Sudah sejak kapan petrikor itu
ternyata lahir dari tebaran garam ?
Tanah airmu dan keseluruhan darimu
tak akan menemukan kebenaran itu
Semua punya hajat semua bisa bejat
Kini petrikor paling sendu datang,
petrikor air mata pertiwi atas ulah manusiamu,
termasuk aku
0 Comments: