(Dok.Kompas) |
Lpmvisi.com, Solo –
Di pertengahan
bulan Juli ini, hujan seakan mengguyur seluruh negeri. Guyuran hujan itu datang
lantaran penyair legendaris, Sapardi Djoko Damono, kini telah tiada.
Sapardi
Djoko Damono dikabarkan tutup usia pada Minggu (19/7/2020) pukul 09.17 WIB. Sapardi menghembuskan
nafas terakhir di Rumah Sakit Eka BSD, Tangerang Selatan dalam usia 80 tahun. Dilansir
dari kompas.com, Sapardi meninggal karena penurunan fungsi organ.
Sapardi
yang lahir di Surakarta, 20 Maret 1940 ini, dikenal lewat karya syair puisinya
yang beragam. Tak hanya penyair, almarhum juga dikenal sebagai dosen, kritikus
sastra, pengamat sastra, hingga pakar sastra. Beberapa judul karya yang Ia buat
antara lain “Hujan Bulan Juni”, “Yang Fana adalah Waktu”, “Hatiku Selembar
Daun”, “Menjenguk Wajah di Kolam”, dan “Perahu Kertas”.
Sapardi
menghabiskan masa mudanya di Surakarta. Ia lulus dari SMP Negeri 2 Surakarta
pada tahun 1955 dan SMA Negeri 2 Surakarta pada tahun 1958. Semasa kecil,
Sapardi kerap menulis sejumlah karya yang ia kirimkan ke majalah. Kecintaannya
dengan dunia kepenulisan semakin berkembang kala ia melanjutkan pendidikanya di
bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Almarhum
mendapat anugerah SEA Write Award pada tahun 1986 dan Penghargaan Achmad Bakrie
pada tahun 2003. Ia juga sempat menjadi Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Indonesia, periode 1995 – 1999. Tak hanya itu saja, Sapardi juga pernah menjadi
redaktur majalah Horison, Basis, Kalam, Pembinaan Bahasa Indonesia, Majalah
Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, dan country
editor majalah Tenggara di Kuala Lumpur, Malaysia.
Kematian
almarhum sontak menjadi trending di
Twitter. Kata “Pak Sapardi” sempat menduduki peringkat pertama dan telah
dicuitkan lebih dari 80 ribu pengguna Twitter.
Selamat
jalan Sapardi Djoko Damono. Hujan yang dulu di bulan Juni, kini berganti di
bulan Juli. Yang fana adalah waktu, karyamu akan kami kenang selalu. (Gede)
0 Comments: