Pejabat rektorat tengah menyampaikan jawaban atas tuntutan mahasiswa (Dok.zulfa) |
Lpmvisi.com,
Solo – Desakan untuk melakukan perubahan
kebijakan kampus yang dianggap tidak berpihak kepada mahasiswa akhirnya digelar
Rabu (28/04/2021).
Audiensi yang digelar secara daring dan luring ini
turut dihadiri sejumlah perwakilan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS). Dalam
audiensi terbuka yang digelar di Ruang Sidang 2 Gedung Rektorat UNS, Rektor
UNS, Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. tidak menghadiri acara yang kemudian
digantikan oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. Dr. Ir.
Ahmad Yunus, M.S. Audiensi yang
berlangsung sejak pukul 13.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB ini juga dilaksanakan
secara daring melalui platform Zoom yang menghadirkan lebih dari 300 mahasiswa
UNS dari berbagai fakultas.
Dalam audiensi terbuka kali ini, terdapat empat
tuntutan yang dibawakan mahasiswa yaitu: pemerataan sistem penetapan uang
kuliah tunggal (UKT) untuk semua jalur masuk mahasiswa baru UNS, kebijakan
biaya sumbangan pengembangan institusi (SPI) 0 rupiah bagi mahasiswa baru jalur
seleksi mandiri, kuota jalur seleksi mandiri tidak lebih dari 30%, dan jaminan
tidak adanya kenaikan UKT dan SPI serta adanya sanggah UKT bagi semua jalur
masuk UNS.
Alif, selaku tim kajian yang juga memaparkan kajian ketiga dan keempat, mengungkapkan bahwa audiensi ini tidak akan berhenti sampai disini. Perlu dilaksanakan audiensi tiap tahunnya untuk ekskalasi yang lebih besar agar tercipta mahasiswa yang sejahtera.
Peserta audiensi terbuka turut berpartisipasi meskipun lewat daring.
(Dok.zulfa)
“Komitmen UNS untuk menjadi kampus kerakyatan dengan
jaminan tidak ada kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal -red) dan SPI (Sumbangan
Pengembangan Institusi -red). Diharapkan biaya murah ini masih ada pasca UNS
PTNBH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum -red),” ujar Alif.
Menanggapi tuntutan mahasiswa tersebut, Ahmad Yunus
menyangkal bahwa UNS saat ini adalah institusi komersial. Yunus mengatakan UNS
adalah kampus yang memberikan dispensasi UKT terbesar di Indonesia. Disinggung
mengenai kuota mandiri, ia mengungkapkan kuota tersebut merupakan aturan dari
kementerian.
“Mandiri bukan untuk ajang jual kursi, Nak. Tapi kita
ingin mendapatkan kualitas yang bagus juga. Jangan minta SPI 0 tapi
membandingkan dengan UGM, UI,” ungkap Direktur Reputasi Akademi dan Kemahasiswaan. Dr. Sutanto, S.Si, DEA.
Meskipun telah disinggung mengenai peniadaan SPI 0
rupiah, pihak rektorat bersikukuh bahwa SPI ini adalah bentuk infaq yang perlu
diberikan oleh orang-orang mampu. Rektorat mengatakan, jika mahasiswa tidak
mampu maka dapat diperbolehkan mendaftar Kartu Indonesia Pintar (KIP). Analogi
infaq ini lantas menimbulkan kontra dari pihak mahasiswa. Mereka menilai infaq
bersifat sunnah bukan wajib.
Dr. E. Muhtar, S.Pd., M.Si., CFrA selaku direktur
keuangan dan optimalisasi aset menegaskan bahwa tidak ada kenaikan UKT dan SPI,
yang menandakan bahwa tuntutan keempat dari perwakilan mahasiswa telah
disepakati oleh pihak rektorat. Beliau menambahkan bahwa sebanyak 173 mahasiswa
tahun lalu telah mendapatkan pengurangan serta pembebasan SPI hingga mencapai
angka 3 Milyar bahkan lebih.
Setelah melalui perdebatan yang panjang, audiensi
terbuka bersama rektorat menghasilkan dua keputusan yang disepakati bersama
rektorat, yaitu pemerataan sistem penetapan UKT untuk semua jalur masuk mahasiswa
UNS, jaminan tidak ada kenaikan UKT dan SPI, dan diadakannya sanggah UKT bagi
semua jalur masuk UNS. Sedangkan tuntutan pengembalian SPI 0 rupiah dan kuota
mandiri 30% tidak disepakati.
“Kuota tetap 45% untuk seleksi mandiri, karena itu keputusan
rektor, dan rektor melakukan kontrak dengan menteri bukan dengan BEM. BEM boleh
mengusulkan, tapi kalau BEM memaksa kepada kami, itu lain persoalan. Usulan
adalah usulan, bukan memaksa untuk menuruti usulan BEM,” pungkas Ahmad Yunus. (zulfa)
0 Comments: