Angka statistik menunjukkan jumlah kasus kekerasan yang diterima Komnas Perempuan dalam kurun waktu 2017-2020 (Dok.Hida) |
Lpmvisi.com, Solo – Kementerian
Sosial Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP), Universitas Sebelas Maret (UNS) mengajak mahasiswa UNS untuk peduli terhadap isu
kekerasan seksual di lingkungan kampus. Hal ini disampaikan saat menggelar
Webinar Sosial Ngobral #2 pada Minggu,
(26/03/2021).
Webinar yang mengusung
tema “Urgensi RUU PKS Terkait Kekerasan Seksual di Kampus” ini menghadirkan Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani,
S.E., S.H, dan Konselor Psikologi
Rifka Annisa WCC, Amalia Rizkyarini, S.Psi.
Dalam webinar kali ini, Tiasri
memaparkan latar belakang
pembentukan Lembaga Hak Asasi Manusia
(HAM) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang bertujuan untuk mengembangkan
kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan penegakan HAM, khususnya hak asasi perempuan di Indonesia.
Dalam
catatan tahunan Komnas Perempuan, terdapat 431.471 kasus kekerasan terhadap
perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama 2019. Angka tersebut merupakan
fenomena gunung es.
Tiasri
menjelaskan kasus kekerasan terhadap perempuan juga seringkali terjadi di dunia
maya atau dikenal dengan sebutan
Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) berbasis siber. Kasus ini seringkali berhubungan dengan
tubuh perempuan yang dijadikan objek
pornografi dengan cara menyebarkan foto atau video pribadi di media sosial atau
website pornografi. Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan, terdapat 281
kasus di 2019 dan 942 kasus di 2020.
Trias
menambahkan
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) telah berubah
nama menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Tujuan
dari RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yakni mencegah segala bentuk tindak
pidana kekerasan seksual. Selain itu juga untuk menangani, melindungi, dan
memulihkan korban, serta menindak pelaku, dan mewujudkan lingkungan bebas dari
kekerasan seksual.
“Tujuan
dari RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi payung hukum yang lebih
komprehensif karena tidak hanya berbicara mengenai pemidanaan, tetapi juga
memuat subtansi pencegahan, penanganan, pemulihan. Hal ini karena dalam KUHP
belum ada satu pasalpun yang memberikan akses hak bagi korban. Padahal
pemberian akses hak bagi korban merupakan sesuatu yang substansif dan mendesak,” jelas Tiasri.
Hal senada turut diungkapkan oleh
pembicara kedua, Amalia yang memaparkan Urgensi RUU PKS terkait kekerasan seksual di kampus. Menruutnya, angka kekerasan seksual
merupakan fenomena gunung es. Hal ini diketahui dari survei terhadap mahasiswa
beberapa universitas di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dari 324
responden dalam survei tersebut, hanya ditemukan 163 kasus mahasiswa yang
mengalami, mendengar, dan melihat kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan
kampus. Sedangkan 161 responden, tidak mengetahui ada atau tidaknya kekerasan
seksual di kampus mereka.
Amalia menjelaskan terdapat beberapa hambatan dalam penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. Menurutnya, hambatan tersebut disebabkan tingginya angka kasus kekerasan seksual tidak dibarengi dengan data yang terlihat, tidak adanya peraturan yang jelas, partisipasi mahasiswa yang minim, serta minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang peduli terhadap kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Amalia turut menyarankan kepada mahasiswa mengenai sikap dan peran yang
diperlukan ketika menghadapi korban kasus kekerasan seksual. Ia mengatakan, sikap yang dapat diambil
adalah mendengarkan cerita korban, memberikan rasa aman, dan membantu korban
mengakses bantuan. Hal tersebut dilakukan dengan merujuk ke lembaga layanan
yang terdekat. Selanjutnya jika memungkinkan, ia menyarankan untuk lakukan
advokasi di level universitas.
“Advokasi
di level universitas dapat dilakukan oleh BEM ataupun DEMA. Hal pertama yang
diperlukan ketika melakukan advokasi adalah data, mengenai jumlah kasus
kekerasan seksual di lingkungan kampus. Selanjutnya melihat pada peraturan yang
terdapat di kampus, berkolaborasi dengan teman-teman, mendekati tokoh-tokoh
penting, dan yang terakhir rencana aksi itu penting banget,” pungkas Amalia. (Hida)
0 Comments: