Oleh: Maulidina Zahra Nabila
Dewasa
ini, teknologi begitu gencar mengukuhkan peradaban. Jika dahulu kita hanya
berkenalan dengan fitur bernama Short Message Service (SMS) dan telepon kabel
saja, kini dua hal itu sudah mulai ditinggalkan. Adanya arus globalisasi
menghapuskan batas antar ruang dan waktu serta menguatkan kedudukan teknologi
bernama “internet” untuk membuat petahananya. Masyarakat sudah mulai berkembang
dan terbiasa hidup dengan kecanggihan teknologi yang ada. Sehingga tak dapat
dipungkiri, bahwasanya kita hidup di zaman dengan kecanggihan teknologi yang
begitu mumpuni. Kemudahan akses untuk berselancar di dunia maya dan menjalin
pengetahuan melalui internet semakin gamblang dikukuhkan.
Saat
ini, hanya dengan berbaring saja kita dapat mengetahui semua aktivitas yang
terjadi di dunia. Tak hanya melulu soal politik dan ekonomi, trend fashion yang menjadi parameter
dunia pun dapat diketahui dari layar mungil sebuah ponsel yang dapat kita
genggam kapan saja dan dimana saja. Salah satu media yang dapat dengan bebas
diakses dan dimainkan secara individu, yakni media sosial, kian menjadi candu
bagi masyarakat, khususnya pada remaja generasi milenial.
Menurut
data yang telah diambil oleh Hootsuite pada Februari 2020, pengguna internet di
Indonesia mencapai 175,4 juta dari total 272,1 juta penduduk yang ada.
Sementara itu, pengguna aktif media sosial mencapai 160 juta penduduk dan di
dominasi usia 15-24 tahun. Ini berarti, media sosial menjadi platform yang banyak digandrungi masyarakat,
khususnya remaja milenial, sebagai sumber informasi dari apa-apa yang ingin
mereka ketahui.
Saya
sendiri termasuk diantara 160 juta orang dengan rentang umur 15-24 tahun yang
aktif menggunakan media sosial. Media sosial merupakan sarana berkomunikasi
yang dinilai efektif menurut perspektif pribadi saya serta sebagai hiburan dari
kejenuhan akibat kesibukan yang tengah melanda. Saya menghabiskan waktu lebih
dari 5 jam perhari untuk berselancar di media sosial, terutama platform WhatsApp, Twitter, dan
Instagram. WhatsApp menjadi media sosial yang penting saat pandemi ini. Karena
arus informasi mengenai dunia pembelajaran jarak jauh terjadi di dalamnya.
Kemudian
saya biasa mencari informasi terkini seputar kejadian yang sedang menjadi
perbincangan hangat di publik dalam platform
Twitter. Mulai dari berita tentang politik, acara tv, hingga konten hiburan
seperti video kucing yang lucu. Twitter merupakan platform yang paling nyaman bagi saya, karena selain untuk
mengetahui informasi, di Twitter saya dapat menumpahkan keluh kesah mengenai
suatu hal. Iklim interaksi yang tercipta dalam Twitter juga menyenangkan. Hal
ini karena meskipun tidak kenal satu sama lain, rakyat Twitter sering memberi support dan dorongan semangat kepada
orang-orang yang sedang berada pada titik terlemahnya.
Berbeda
dengan Instagram. Platform yang satu
ini notabene sering di framing
sebagai media sosial berisi manusia-manusia yang terkesan "jaga image" dan memamerkan sesuatu.
Namun, banyak sekali informasi seputar lomba, webinar, magang, beasiswa dan
lainnya yang dapat dengan mudah saya dapatkan melalui Instagram sehingga saya
merasa bahwa saya juga butuh media sosial ini. Dalam Instagram juga seringkali
saya menemukan ide outfit yang
kiranya bisa saya jadikan inspirasi dan style
untuk dipakai, serta menjadi platform
untuk membeli baju secara online.
Terlepas
sebagai alat pemuas kebutuhan terhadap informasi dan hiburan, terdapat beberapa
kelemahan serta gangguan pada saat menggunakan media sosial, seperti sinyal
yang kadang kurang mendukung sehingga jika membuka Instagram, gambar tidak akan
muncul. Jadi, diperlukan sinyal yang mumpuni untuk membuka media sosial.
Kemudian juga banyak informasi yang kurang valid atau malah terkesan hoax menjadi marak. Tak sedikit
masyarakat awam yang tidak menelaah terlebih dahulu dan percaya begitu saja
terhadap suatu informasi yang disampaikan melalui media sosial. Kemudian adanya
iklan yang tiba tiba muncul juga seringkali mengganggu aktivitas saat
berselancar di media sosial. Tidak adanya fitur filter dalam Twitter juga
membuat saya tidak dapat mengontrol hal-hal apa saja yang lewat di beranda
sehingga terkadang terdapat konten-konten yang kurang saya sukai namun disukai
oleh teman maya saya muncul, seperti gambar sadis yang berdarah, spoiler film, dan sebagainya.
Sebagai saran, semoga para pengguna media sosial, termasuk saya pribadi untuk
dapat mengatur waktu dan membatasi penggunaan media sosial. Saya merasa bahwa
jam tidur menjadi berkurang dikarenakan lupa waktu dan tidak sadar bahwa hari
telah menginjak larut sementara jari masih tergerak untuk melihat konten-konten
yang ada dalam media sosial. Selain itu, diperlukan juga kebijakan dalam
penggunaan media sosial. Jangan hanya dijadikan sarana hiburan, namun juga
dapat dijadikan sebagai sarana penambah edukasi dan wawasan agar otak tidak
semakin usang dan dapat berfungsi makin baik. Pengguna media sosial juga harus
pandai mengatur pengeluaran kuota internet per hari agar tidak boros dan
membebani orang tua dalam urusan pembelian kuota. Melakukan seleksi terhadap
konten yang kita konsumsi sehari hari di media sosial juga perlu diperhatikan
untuk menjaga dan mencegah terjadinya penyebaran hoax yang lebih luas di masyarakat.
0 Comments: