(Audiensi di depan gedung rektorat UNS/Dok. Zulfa) |
Lpmvisi.com, Solo — Desakan untuk melakukan perubahan kebijakan kampus yang dianggap telah membuat UNS menjadi kampus komersial akhirnya digelar Kamis (28/07/2022).
Aliansi mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) mengundang rektorat untuk melakukan audiensi pada Kamis, pukul 08.00 WIB di Gelora Merdeka Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Audiensi yang dipimpin oleh Khairil Ibadu Rahman, selaku presiden BEM Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNS 2022 ini diselenggarakan untuk menyuarakan berbagai tuntutan yang hadir dari keresahan para mahasiswa.
(Audiensi di gedung FKIP/Dok. Zulfa) |
“Mahasiswa perlu mengetahui bahwa UNS sedang tidak baik-baik saja,” tegas Ibad saat membuka sesi serap pendapat yang dilakukan untuk menyampaikan tuntutan dari para perwakilan penanggung jawab isu.
Terdapat empat isu yang diangkat dalam audiensi ini, diantaranya :
1. Isu transparansi Uang Kuliah Tunggal (UKT)
2. Isu peniadaan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Rp 0
3. Isu pengelolaan kuota seleksi mandiri
4. Isu jaket almamater yang dijual terpisah
Isu transparansi UKT yang disampaikan oleh perwakilan BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Amalia Ayoni, meliputi permasalahan transparansi penggolongan UKT yang tidak sesuai; kesesuaian kuota mahasiswa penerima UKT golongan 1 dan 2 dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 25 Tahun 2020; mekanisme pengajuan keringanan UKT, banding UKT, pembebasan UKT, serta penundaan UKT yang tidak efisien dan cenderung menyulitkan mahasiswa.
“Kita harus benar-benar memperjuangkan hak kita sebagai mahasiswa. Permasalahan UKT dan transparansi itu bukan masalah yang sepele,” seru Amalia di akhir pemaparan.
Isu yang kedua yakni mengenai isu SPI dipaparkan oleh Adhestra, selaku perwakilan dari BEM Fakultas Pertanian. Ia menjabarkan permasalahan UNS yang meniadakan SPI Rp 0, serta penaikkan SPI yang kini menjadi Rp. 15.000.000,- untuk SPI yang paling rendah.
Adhestra mengungkapkan bahwa dalam melakukan pemungutan di luar UKT yakni SPI di jalur seleksi mandiri ini perlu memperhatikan prinsip proporsional, kewajaran, serta berkeadilan terhadap ekonomi.
“Yang menjadi pertanyaan adalah ketiga prinsip ini apakah sudah diejawantahkan kampus?” ungkap Adhestra. Ia juga menambahkan bahwa setelah diadakannya SPI, tidak ada manfaat yang signifikan bagi mahasiswa, yang paling mencolok hanyalah adanya Tower UNS yang juga tidak dapat diakses dengan mudah oleh mahasiswa.
UNS yang melewati batas dalam menerima mahasiswa baru dari jalur seleksi mandiri inipun dipaparkan melalui isu kuota mandiri yang dibawakan Dayat, perwakilan dari BEM UNS. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 6 Tahun 2020, penerimaan melalui jalur SNMPTN minimal 20%, SBMPTN minimal 30%, sedangkan untuk seleksi mandiri UNS maksimal menerima kapasitas 50%.
“Pada audiensi tahun lalu, Prof. Yunus telah berjanji bahwa walaupun di peraturan maksimal menerima 50% dari jalur mandiri, UNS akan menerima mahasiswa maksimal 45%. Tapi kenyataannya menurut data SPMB untuk jalur seleksi mandiri UNS sendiri menerima 56%,” ungkap Dayat yang memaparkan bahwa terdapat mortalitas sebesar 11% dari yang kampus janjikan.
(Audiensi di depan gedung rektorat UNS/Dok. Zulfa) |
Isu terakhir yang diangkat merupakan isu bahwa UNS menarik biaya untuk jaket almamater diluar pembayaran UKT. Varian Ikhsan, sebagai perwakilan dari BEM Fakultas Hukum (FH) yang melakukan pemaparan, mengungkapkan bahwa UNS membuat kebijakan pengeluaran almet dari UKT karena ada rasa traumatis terhadap vendor yang tidak bertanggung jawab, sehingga berimbas kepada mahasiswa yang diharuskan untuk membayar lebih untuk mendapatkan jaket almamater.
“Masalah almet ini untuk memastikan hak dasar mahasiswa baru terpenuhi. Almet ini merupakan sebuah instrumen penting, tidak hanya busana kampus, tapi juga untuk pemenuhan hak dasar,” ungkapnya di akhir pemaparan.
Selain pemaparan isu dari para perwakilan, terdapat pemaparan pendapat dari mahasiswa yang mengikuti audiensi, dengan harapan bahwa apa yang disuarakan akan dapat dieskalasikan nantinya. (Zulfa)
0 Comments: