Ilustrasi (Dok. Internet/Pinterest) |
Oleh: Eldiana Irine
Malam
yang sendu dan melelahkan, ditemani keriuhan manusia-manusia di sekitarku yang
tengah sibuk berlalu-lalang menunggu antrean koper mereka di Bandar Udara
Internasional Glasgow. Namun apabila aku bisa berkata jujur, rasa lelah yang
tengah kurasakan saat ini tiadalah berarti bagiku, sebab tepat hari ini di
tanggal 7 Agustus 2017, aku secara resmi akan memulai petualangan hidupku di
negeri yang baru. Sebuah negeri yang sudah lama tertanam di benak dan anganku,
serta yang tak lengah kusebut dalam setiap doa-doaku, Glasgow. Rasa lelah yang
sedari tadi kurasakan perlahan sirna, ketika aku menyadari bahwa kini aku sudah
berpijak di tanah Glasgow, impianku. Jantungku kian berdegup kencang manakala
aku keluar dari pintu kedatangan bandara dan menghirup udara segar Glasgow di
malam hari. Hawa dingin nan sejuk yang berembus seakan memberikanku ucapan
selamat datang untuk mengawali perjalanan studi magister yang akan kutempuh
selama satu tahun ke depan di Kota Glasgow. Untunglah saat ini aku ditemani
syal biru favoritku, sehingga suhu 14˚C tidak membuatku gentar untuk menyusuri
dinginnya malam. Akan tetapi, saat menunggu supir taksi memasukkan semua
koperku ke dalam bagasi, aku kehilangan syal biru. Syal tersebut terhempas
tertiup angin, hingga aku tidak bisa lagi menggapainya dan harus merelakan syal
tersebut untuk selamanya.
Sudah
hampir satu bulan aku mulai dapat beradaptasi dan membiasakan diri dengan
Glasgow. Ada gunanya juga datang lebih awal sebelum tahun ajaran baru di mulai,
yaitu bisa mempunyai waktu luang untuk lebih mengenal dan menjelajahi sudut
Kota Glasgow yang indah. Hidup di negara orang dan jauh dari keluarga tentu
tidaklah semudah yang dibayangkan. Oleh karena itu, selama kurun waktu tersebut
aku manfaatkan untuk terlibat secara aktif mengikuti berbagai kegiatan yang
diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia atau PPI Glasgow. Tujuannya
ialah selain mencari relasi dan kenalan di negeri orang, dekat dengan sesama
pelajar dari Indonesia membuat rasa rinduku akan rumah sedikit dapat terobati.
Hingga tibalah saatnya aku mulai memasuki masa-masa perkuliahan yang akan
disibukkan dengan beragam tugas yang siap menanti di depan mata. Selamat datang
masa kuliahku!
Ini
bukan kali pertamaku memijakkan kaki di kampus Glasgow. Selama menunggu
perkuliahan dimulai, aku sudah berkali-kali datang untuk mengurus beberapa
persyaratan yang harus kuselesaikan sebelum masa pembelajaran, salah satunya
mengambil ID Card mahasiswaku. Akan tetapi kali ini rasanya sungguh berbeda,
ada perasaan grogi yang diselimuti kebahagiaan sehingga sulit untukku
mengekspresikan bagaimana rasanya. Kuharap kalian paham apa yang kurasakan.
Singkat cerita, perkuliahan hari pertamaku bisa di bilang dapat berjalan dengan
baik. Aku merasa nyaman berada di kelas yang hanya terdiri dari 18 mahasiswa
saja, sebab proses penyampaian materi sekaligus diskusi bisa terjalin secara
intens. Lingkungan diskusi yang nyaman juga telah membuatku berani untuk dapat
ikut serta menyampaikan opini dalam diskusi. Senang rasanya berada di
lingkungan yang mendukung pengembangan diri mahasiswanya.
Perkuliahan
di hari-hari berikutnya tetap saja masih membuatku kagum sekaligus gugup di
saat yang bersamaan. Kurasa sampai sekarang aku tetap dapat merasakan atmosfer
hari pertamaku saat menginjakkan kaki di Glasgow. Namun hari ini, terjadi
sebuah momen yang kelak akan menjadi permulaan bagian dari warna-warni hidupku.
Sebuah momen di mana aku bertemu seseorang yang nantinya akan menggenggam
tanganku, berjalan, dan bersama menapaki setiap petualangan hidupku. Sungguh
pertemuan yang tak pernah kuduga akan terjadi dalam salah satu bab di cerita
petualanganku. Pertemuan yang nantinya akan selalu kukenang sebagai “coincidental”.
Cuaca
di Glasgow memang sangat sulit untuk ditebak. Selalu saja ada kejutan yang siap
menunggu setiap harinya, seperti pagi hari ini saja misalnya. Baru satu jam
setelah bangun tidur aku memeriksa prakiraan cuaca yang mengatakan bahwa
Glasgow hari ini cerah, tiba-tiba saja ketika aku tengah menyiapkan sarapan,
terdengar suara hujan di luar. Tak lama setelah hujan, matahari mulai kembali
menampakkan dirinya di langit Glasgow. Tuhan, sungguh aku mencintai Glasgow
dengan segala keunikannya.
Hari
minggu selalu menjadi hari yang kutunggu. Bukan hanya karena tidak ada
perkuliahan saja, tetapi sudah menjadi kebiasaan untukku menyegarkan pikiran di
tengah kesibukan jadwal kuliah. Oleh karenanya, aku berencana mendatangi Glasgow
Botanic Gardens untuk menikmati keindahan taman bunga sembari membaca
materi-materi perkuliahan. Namun sialnya, aku kembali tertipu oleh cuaca
Glasgow. Baru saja setengah membaca materi, langit kembali gelap dan sudah
mulai ada rintikan hujan. Terpaksa aku harus berteduh di salah satu kafe,
berharap agar hujan bisa segera reda. Ketika ingin memeriksa prakiraan cuaca,
bagaimana terkejutnya aku ketika tidak kutemukan ponselku di dalam saku mantel.
Aku ingat betul bahwa aku membawa serta ponselku ketika berada di Botanic
Gardens. Sial, ponsel itu pasti terjatuh ketika aku berlari menuju kafe. Ketika
aku bergegas membuka gagang pintu kafe, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang
ingin masuk ke dalam, dengan keadaan basah kuyup dan terengah-engah. Sesaat
setelah kupersilahkan ia masuk, terdengar suara laki-laki itu berucap, “apakah
kamu mencari ini?”, dalam bahasa Inggris sembari menunjukkan ponsel berwarna putih
yang kini berada di tangannya. Tidak kusangka laki-laki tersebut melihat
ponselku terjatuh dan berusaha mengejarku untuk mengembalikan ponsel itu kepada
pemiliknya, meski ia sempat kehilangan jejakku ketika aku keluar dari Botanic
Gardens. Ia terus berusaha mencari keberadaanku di beberapa kafe, sebelum akhirnya
berpapasan denganku di North Star Cafe. Setidaknya saat itu terjadi momen
hening selama satu menit ketika aku dan laki-laki tersebut berhadap-hadapan di
depan pintu masuk kafe. Pikiranku kosong, seakan hanya terisi kekaguman atas
kebaikan laki-laki itu.
0 Comments: