(Mbah Sri yang hidup sebatang kara/Dok. Nur Windy)
Hidup nyaman dan tenang di masa senja tentu merupakan impian sebagian besar orang. Tinggal dengan anak dan cucu, makan dan minum yang sesuai dengan standar kesehatan, serta menenangkan pikiran dari segala bisingnya dunia. Akan tetapi, realita kehidupan tidak melulu indah seperti kisah dongeng yang biasanya digunakan sebagai pengantar tidur. Dimana di semua cerita akan ada tokoh protagonis yang selalu mendapat happy ending. Realita dunia saat ini mungkin akan lebih cocok jika digambarkan dengan istilah “Bagaikan bumi dan langit” dimana semua hal tidak pernah berjalan dengan kesamaan, akan tetapi selalu berketerbalikan. Seperti jika ada putih, maka akan ada hitam. Jika ada orang kaya, maka akan ada orang yang kurang mampu. Jika ada orang yang beruntung, maka akan ada orang yang tidak beruntung.
Perbedaan yang terjadi tentu berada pada segala aspek kehidupan, termasuk dalam aspek kesejahteraan dan ekonomi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kesejahteraan dan perekonomian merupakan aspek yang paling penting dalam menentukan maju atau tidaknya sebuah negara. Kesejahteraan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, dimana hal tersebut akan dapat tercapai oleh usaha yang dilakukan oleh setiap warga negara dan dibantu oleh pihak pemerintah. Sedangkan ekonomi adalah aspek utama dalam menunjang kehidupan masyarakat, dimana tidak sedikit orang yang sering merasa kelelahan hanya untuk memenuhi aspek yang satu ini. Akan tetapi dalam suatu keluarga, pemenuhan aspek kesejahteraan dan ekonomi biasanya merupakan tugas dari seorang kepala keluarga. Dimana anggota keluarga lainnya hanya akan mengisi beberapa bagian yang kosong saja. Lalu bagaimana jika dalam suatu keluarga hanya berisi satu orang saja? Terlebih satu orang tersebut merupakan seorang lansia wanita yang jangankan bekerja berat, untuk berjalan sejauh beberapa meter saja diperlukan usaha yang sangat luar biasa.
Fenomena tersebut terjadi pada seorang lansia wanita yang bertempat tinggal di salah satu pasar di Kota Surakarta, yaitu Pasar Gede. Lansia itu adalah Mbah Sri (86), Wanita yang kesehariannya berjualan minuman ringan ini sudah 3 tahun terakhir tinggal di pinggir jalan di dalam sebuah warung tenda seadanya tanpa seorang keluarga pun mendampingi. Walaupun hidup sebatang kara, hal itu tidak membuat Mbah Sri menyerah pada hidup. Masyarakat sekitar dan prinsip hidup yang kuat menjadi alasan Mbah Sri bertahan sampai saat ini. Banyaknya masyarakat sekitar yang membantu dalam aksesibilitas pemenuhan kebutuhan, membuat wanita yang pernah bekerja sebagai sopir bus ini sangat bersyukur. Masyarakat yang ringan tangan dan tidak pernah mencela adalah sebuah berkah yang selalu Mbah Sri syukuri. Akan tetapi, seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, tidak semua hal berjalan mulus sesuai keinginan. Tinggal di pinggir jalan seorang diri sama sekali tidak menjamin sebuah keamanan bagi seseorang, terlebih seorang wanita lanjut usia. Tidak jarang Mbah Sri kehilangan harta yang sudah ia kumpulkan dalam waktu yang cukup lama. Kasus kriminalitas yang dilakukan oleh orang tidak bertanggung jawab ini tentu sangat melukai hati Mbah Sri, akan tetapi berkat bantuan masyarakat sekitar, pelaku berhasil ditangkap dan uang yang dicuri pun berhasil dikembalikan. Walaupun demikian, kejadian semacam itu tentu memberikan dampak psikis tersendiri bagi Mbah Sri.
Keterbatasan yang dimiliki membuat Mbah Sri harus berjuang lebih keras untuk bertahan hidup. Selain karena usianya yang sudah tidak lagi muda, kesehatan fisik juga sangat mempengaruhi perjuangan Mbah Sri. Dimana tangan sebelah kanan milik wanita dengan rambut yang sudah beruban itu tidak bisa digerakkan. Sehingga ia terpaksa melakukan berbagai aktivitas hanya dengan menggunakan satu tangan, mulai dari berdagang sampai dengan melakukan aktivitas lainnya. Tentu bukan hal yang mudah untuk bertahan dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut.
Mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya, apa alasan Mbah Sri tinggal seorang diri tanpa ada satupun keluarga? Bagaimana bisa ia tetap bekerja di usianya yang sudah tidak lagi muda? Kenapa hidupnya seakan terlantar? Dimana peran pemerintah dalam menangani kasus seperti ini?. “Nggak mau merepotkan anak,” jawab Mbah Sri ketika ditanya mengapa tidak tinggal bersama keluarganya. Alasan klasik yang diucapkan oleh banyak lansia, akan tetapi keberadaannya merupakan masalah sosial yang marak terjadi di kalangan masyarakat. Stereotype “Tidak mau merepotkan anak” seakan menjadi boomerang dalam sebuah ikatan keluarga. Sebab dalam permasalahan ini yang menjadi pemeran utama adalah lansia itu sendiri. Prinsip yang terlalu kukuh dan ketidakmampuan kaum yang lebih muda untuk membelokkan pendapat, menimbulkan adanya fenomena sosial seperti ini terhadap lansia. Dalam situasi ini, peran pemerintah merupakan hal yang dibutuhkan. “Mereka sudah nawarin tapi saya nggak mau,” papar Mbah Sri ketika ditanya apakah sudah ada tindakan yang diambil oleh pemerintah. Keterangan tersebut menandakan bahwa pemerintah pun sudah tahu dan sudah memberikan tindakan atas keadaan yang dialami oleh Mbah Sri. Akan tetapi dengan segala usaha yang telah dilakukan oleh pihak keluarga dan juga pemerintah, walaupun mendapat penolakan dari lansia itu sendiri, bukan berarti usaha bisa berhenti di titik itu saja. Banyak upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan sosial pada lansia terlantar seperti ini. Bisa dengan pendekatan secara langsung atau melalui sisi emosional, dimana pihak keluarga juga disarankan untuk bekerja sama dengan pihak pemerintah menjadi satu kelompok yang saling memenuhi tanggung jawab masing-masing.
Permasalahan sosial seperti kesejahteraan dan ekonomi pasti akan selalu ada walaupun zaman sudah jauh lebih berkembang. Anak-anak, wanita, dan lansia merupakan golongan yang paling sering mengalaminya. Penyebab yang melatarbelakanginya pun beragam mulai dari faktor kemiskinan sampai pada faktor kepribadian masyarakat itu sendiri. Penanganan masalah sosial tidak hanya dilakukan oleh anggota keluarga terkait saja, masyarakat dan pemerintah pun juga mendapat andil dalam fenomena sosial ini. Kepedulian dan aksi sosial adalah hal yang penting untuk dilakukan masyarakat. (Nur Windy R.)
0 Comments: