(Sudut antik di pojok Pasar Triwindu/Dok. Ayesa) |
Lpmvisi.com, Solo – Menjelajahi kota Surakarta dengan sejuta kekayaan budaya di dalamnya, tak akan lengkap rasanya jika tak menyambangi salah satu tempat yang menyimpan ratusan ‘mesin waktu’ dengan beragam kisah di dalamnya. Triwindu, sebuah pasar yang menyediakan berbagai macam koleksi barang antik yang beragam, mulai dari guci antik, piring antik, lampu antik, topeng, hingga uang logam antik yang digunakan pada tahun 1800-an. Pasar Triwindu terletak di pusat kota Surakarta, tidak jauh dari Pura Mangkunegaran, di daerah Ngarsopuro. Pasar ini berhubungan erat dengan Mangkunegaran, sebab Pasar Triwindu dibangun pada saat jumenengan atau peringatan kenaikan tahta Mangkunegara VII di tahun 1939. Hingga saat ini, Pasar Triwindu masih menjadi destinasi favorit para kolektor barang antik bahkan wisatawan mancanegara yang tengah berkunjung ke kota Surakarta.
Selain menjadi daya tarik wisatawan karena banyaknya spot yang bisa dijadikan tempat berfoto, di Pasar Triwindu terdapat banyak pedagang yang memperjualbelikan barang antik yang beragam jenisnya, mulai dari bahan, ukuran, tahun pembuatan, hingga asal barang antik itu sendiri. Salah satu dari banyaknya pedagang di Pasar Triwindu adalah Karjo, yang memulai petualangan di dunia bisnis pada tahun 1998 dengan menjual spare part kendaraan motor kemudian menjual barang-barang antik hingga saat ini yang didasarkan pada besarnya minatnya terhadap penemuan barang antik.
“Hobi dulu seneng nglumpuk-nglumpuke, nilai ekonomisnya ada, nuwun sewu dari barang bekas kita bikin bagus terus laku dijual,” ujar Karjo saat menceritakan awal mula ia menjual barang-barang antik.
Pada tahun 2008, di mana kota Surakarta saat itu dipimpin oleh Joko Widodo, Pasar Triwindu mengalami renovasi, sehingga aktivitas jual beli dialihkan ke daerah Sriwedari sebagai pasar darurat, dan kembali lagi pada tahun 2011. Sehingga untuk sentra spare part kendaraan bermotor dipindahkan ke daerah Notoharjo, yang kemudian membuat Pasar Triwindu dikhususkan untuk perdagangan barang-barang antik.
Menurut Karjo, terdapat tiga kategori barang antik jika dilihat dari bahan pembuatannya. Pertama, barang antik asli yang tidak mengalami modifikasi sedikitpun saat diperjualbelikan, kedua adalah barang repro material lama dimana barang tersebut menggunakan material lama, seperti barang bekas dan dibuat persis seperti barang aslinya. Terakhir adalah barang repro material baru, sesuai dengan namanya barang antik ini dibuat menggunakan material baru.
Pengunjung Pasar Triwindu berasal dari berbagai macam kalangan, mulai dari pengunjung yang hanya ingin berkunjung dan mengabadikan momen hingga penggiat barang antik yang biasanya sekaligus menjadi kolektor. Sehingga beragam pula jenis barang antik yang mereka cari di Pasar Triwindu. Seperti orang-orang yang ingin mendekorasi rumah atau bangunan usaha mereka dengan gaya tempo dulu biasanya mencari barang yang memiliki nilai estetika tinggi demi tujuan keindahan ruang. Berlainan dengan kolektor barang antik yang mencari barang bernilai historis dan budaya yang tinggi sehingga memiliki keunikan tersendiri dan tidak dapat ditemukan secara bebas di jejaring pasar daring. Terlebih lagi, jika barang antik tersebut adalah barang orisinil, maka akan memiliki nilai ekonomis yang tinggi apabila ingin dijual kembali pada masa yang akan datang. Para penikmat barang antik biasanya mencari barang peninggalan kolonial yang memiliki kualitas tinggi dan mampu mempertahankan bentuknya tak lekang oleh waktu, juga disertai oleh perawatan dan penanganan barang yang tepat.
Dalam membeli suatu barang misalnya, lampu gantung ukiran, penikmat barang antik tidak ingin jika barang repro karena mereka meyakini bahwa setiap motif dari suatu ukiran memiliki makna tertentu. Motif dengan ukiran seperti angsa atau bangau sering dicari penggiat barang antik karena menunjukkan kasta derajat seseorang. Untuk orang Jawa sendiri, memilih motif bunga atau oriental dari Semarang sampai Banyuwangi. Bagi orang-orang yang bekerja untuk kolonial, motif singa sering dicari karena menunjukkan kegagahan. Ada pula motif kapal yang berhubungan dengan air sebagai sumber kehidupan, banyak dimiliki oleh pedagang atau saudagar. Selain lampu gantung, pistol juga sering dicari, seperti pistol yang berasal dari Kerajaan Mangkunegaran dan Kasunanan pada zaman Pakubuwono X. Namun, barang tersebut tidak diperjualbelikan secara umum terlebih di pasar Triwindu.
Mengoleksi barang antik tentu tidak mudah, maka dari itu cara merawatnya perlu diperhatikan. Pertama-tama barang antik dapat dibersihkan menggunakan cairan pembersih. Setelahnya dapat dilengkapi apabila terdapat bagian yang rusak dan siap untuk dipajang.
Dalam merawat juga dapat disesuaikan oleh permintaan atau peminat. Seperti untuk interior cafe harus dilakukan penyempurnaan. Jika pembeli itu ibu-ibu cenderung suka barang yang cantik sehingga direstorasi dengan dicat ulang. Sedangkan bapak-bapak mintanya barang yang otentik, tak perlu direstorasi. Para penikmat juga menganggap nilai otentiknya hilang jika dibersihkan.
Cara seseorang dalam melakukan jual beli memang beragam. Terkadang itu lah yang membuat para pembeli nyaman dan klop sehingga memilih penjual itu sebagai sasaran transaksi mereka. “Kalau sudah saya buka, monggo pembeli saya silahkan mau ngorak-ngarik barang saya. Kadang kan orang mau masuk kan sungkan, kadang seninya orang belanja disini kan mungkin menikmati cari barang sendiri,” ungkap Karjo yang menyampaikan bagaimana ia menjual barangnya.
Selain membuka toko di Pasar Triwindu, Karjo juga melayani transaksi melalui WhatsApp (WA) atau telepon. Proses pengemasan barang yang dibeli melalui WA atau panggilan suara, untuk barang orisinil dan barang pecah belah dibungkus menggunakan bubble wrap, styrofoam dan kayu. Biasanya ia mengirim barang terlebih dahulu pada konsumen, apabila tidak sesuai dengan yang diharapkan dapat dikembalikan, sebab kepercayaan antara penjual dan pembeli menjadi hal yang sangat krusial dalam aktivitas jual beli.
Oleh karena itu, Karjo mempersilakan pelanggannya untuk melihat dan menelusuri terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli. Bukan suatu masalah bagi Karjo apabila pelanggan bertanya-tanya terlebih dahulu untuk memastikan keaslian barang antik yang akan dibeli oleh pelanggan seperti yang dikatakannya.
“Kalau sudah saya buka, monggo pembeli saya silahkan mau ngorak-ngarik barang saya. Kadang kan orang mau masuk kan sungkan, kadang seninya orang belanja disini kan mungkin menikmati cari barang sendiri.” ungkap Karjo.
Sebab tak jarang pula pelanggan yang membeli melalui online tidak sesuai dengan barang aslinya, misal yang ada di foto atau deskripsi mengatakan barang asli namun yang datang adalah barang repro, seperti yang pernah dialami oleh Karjo sendiri.
Pada dasarnya keaslian barang antik dapat dilihat secara kasat mata dari materialnya karena terdapat perbedaan yang signifikan antara barang asli dengan barang repro. Namun pada dasarnya setiap barang repro terdapat material aslinya.
Misal salah satu patung yang dijual oleh Pak Karjo merupakan repro dengan material baru dan diproses kembali menjadi arca. Lalu, repro dengan material lama yang dibuat dari koin-koin lama uang gobog Tiongkok yang diperoleh dari penggalian kuburan. Kemudian, kalung yang dimiliki Pak Karjo berasal dari batuan lama yang ditemukan di penggalian kuburan, yang menunjukkan derajat atau kasta pemakainya, seperti kasta Brahmana biasanya menggunakan motif biji salak dan kasta Sudra menggunakan batu merah bata.
Terdapat pula penemuan keramik yang berasal dari Pecinan di sepanjang Laut Jawa. Jenis keramik lain juga ditemukan atau dibuat di daerah Tasikmalaya dan Singkawang yang memiliki kualitas tinggi dengan ragam karakteristik keramik.
Dengan berkunjung ke tempat seperti Pasar Triwindu dapat memberi pengalaman memasuki mesin waktu dan berdialog dengan masa lampau melalui peninggalannya yang masih dapat diamati hingga saat ini. Sehingga, ingatan masyarakat tidak akan pernah luntur seputar sejarah, khususnya sejarah Indonesia dan kebudayaan Indonesia yang berinteraksi dengan ribuan kebudayaan asing. Di samping itu, barang antik adalah barang yang memiliki esensi sejarah tinggi sehingga dalam perawatannya diperlukan konsistensi. Keamanan dan kelestarian barang antik tidak hanya menjadi tanggung jawab sang penjual, melainkan pengunjung perlu ikut andil dalam menjaga barang langka ini. Apabila ingin ber-swafoto, hendaknya meminta izin terlebih dahulu kepada penjual dan memiliki jarak aman dengan barang untuk meminimalisir kerusakan. (Ayesa Nazhifah Humaira, Novrea Katarisna, Yohana Dwi Linda Wijayanti)
0 Comments: