POSTINGAN TERKINI

6/recent/LPM VISI

UU TNI : Apakah Negeri Masih Dalam Belenggu Demokrasi?

 
(Aksi Demonstrasi Tolak RUU TNI di DPRD Surakarta (19/3) / Dok. Yunita) 


Lpmvisi.com, Solo – Rapat Panitia Kerja tertutup yang diadakan oleh DPR RI dan pemerintah di Hotel Fairmont, Jakarta, pada 14 Maret 2025, mengundang kekhawatiran publik atas kondisi melemahnya demokrasi negeri. Rapat tersembunyi tersebut merupakan upaya mempercepat pembahasan revisi Undang-Undang TNI yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 20 Maret 2025. Terdapat sejumlah pasal yang menjadi kontroversi bagi masyarakat sipil, beberapa poin dalam UU TNI yang menjadi sorotan, misalnya mengenai penambahan kewenangan TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), perluasan kekuasaan TNI di instansi sipil, serta perpanjangan batas usia pensiun TNI. 

Sebelum disahkan oleh DPR RI, berbagai elemen masyarakat, baik mahasiswa, akademisi, komunitas sipil, maupun lainnya, menggelar aksi demonstrasi di beberapa wilayah. Aksi demonstrasi sebagai bentuk penolakan terhadap Revisi Undang-Undang TNI ini diadakan akibat anggapan masyarakat mengenai timbulnya potensi kuatnya dominasi militer dalam sektor sipil. Kekhawatiran muncul karena adanya kemungkinan kembalinya peran dwifungsi militer seperti yang pernah terjadi pada era Orde Baru. Kekecewaan terhadap kondisi demokrasi Indonesia saat ini membuat masyarakat, khususnya mahasiswa, memperluas seruan aksi serentak di Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Jakarta, dan sebagainya melalui sosial media. 

Pada Rabu, 19 Maret 2025, pukul 15.00 WIB, misalnya, beberapa mahasiswa Universitas Sebelas Maret mengadakan aksi penolakan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia. Mahasiswa yang terdiri atas berbagai fakultas menyuarakan pendapat melalui seruan orasi, pertunjukan drama, pembacaan tuntutan, serta diskusi dengan perwakilan dewan yang dilakukan di depan Gedung DPRD Surakarta. Massa tidak hanya terdiri atas mahasiswa, tetapi juga atas organisasi masyarakat yang menuntut adanya pemberhentian pembahasan dan pembatalan RUU TNI, diadakannya reformasi internal bagi TNI/Polri, serta penegakan prinsip supremasi sipil. Aksi ini diakhiri dengan pernyataan tegas oleh DPRD Surakarta yang turut mendukung penolakan RUU TNI dengan penandatanganan surat gugatan mahasiswa. 

Tidak hanya demonstrasi yang menjadi upaya penolakan masyarakat atas pengesahan RUU TNI, tetapi juga perlawanan melalui media sosial. Berbagai usaha seperti menyebarluaskan berita serta konten mengenai Undang-Undang TNI menimbulkan peningkatan penggunaan tagar politik oleh para pengguna sosial media. Tagar tersebut menjadi bahan perbincangan online setelah sejumlah publik figur turut melantangkan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah tersebut melalui unggahan di berbagai akun. Gerakan penolakan UU TNI disuarakan secara maksimal oleh netizen untuk menarik perhatian publik nasional dan media internasional dengan adanya siaran pers di Instagram, TikTok, X, dan lainnya. 

Terkait tanggapan masyarakat berupa penolakan pengesahan UU TNI, Puan Maharani selaku Ketua DPR RI meminta masyarakat untuk menahan diri di bulan Ramadan dengan memfokuskan diri menjalani ibadah dengan damai. Puan juga meminta publik untuk membaca terlebih dahulu isi Undang-Undang karena sudah dapat diakses oleh masyarakat umum sebelum melakukan tindakan protes. Puan menyampaikan bahwa pemerintah telah mendengarkan aspirasi masyarakat dan menekankan tetap tegaknya supremasi sipil, prinsip demokrasi sesuai aturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Ia juga menegaskan bahwa DPR siap memberi penjelasan mengenai Undang-Undang TNI serta berharap pengesahan UU tersebut dapat bermanfaat bagi masa depan bangsa dan negara. (Yunita)



Posting Komentar

0 Komentar